8. Kebenaran Di Balik Hilangnya Para Kesatria

339 72 4
                                    

Sudah satu jam Elio dan para pengikutnya menyelusuri hutan, namun mereka sama sekali tidak menemukan buruan untuk ditangkap. Beruang yang biasanya punya insting buas menyangkut teritorial pun sudah lenyap seketika. Hanya menyisakan goresan-goresan kuku pada dahan pohon. Namun jejak kaki mereka terlihat masih baru dan semuanya mengarah pada hutan yang makin dalam dan gelap karena tertutupi pohon-pohon besar dan tinggi menjulang.

"Apa Anda merasakannya?" Niel di sampingnya bertanya.

Elio dan pengawalnya seakan sedang bertelepati. Telah ada sesuatu yang terjadi yang membuat para buruan melarikan diri makin jauh ke dalam hutan.

"Apa kita perlu masuk lebih jauh, Yang Mulia?"

Elio berpikir sejenak. Dia sebenarnya ingin sekali menghadiahkan buruan terbaik untuk Arcelia yang beberapa minggu ini dia akui menarik perhatiannya. Seekor kepala beruang atau naga pun akan dia usahakan. Namun jangankan naga, hewan buruan kecil seperti babi pun tidak kelihatan keberadaannya.

Namun karena para pengikutnya sudah tampak kelelahan karena ambisinya, jadi Elio mengalah. "Tidak. Setelah beristirahat sejenak, kita akan kembali. Bagi yang tenaganya masih cukup, pergi lah ke luar hutan untuk memberitahu keadaannya."

Harap Elio festival akan segera membunyikan terompet berakhir setelah mengirimkan beberapa orang. Namun setelah menunggu beberapa lama, asap merah milik salah satu pengikutnya terlihat membubung tinggi dari arah menuju pinggir hutan.

Sinyal bahaya.

Apa yang sedang terjadi?

* * *

Arcelia mengendarai kudanya agak pelan saat telah beberapa meter masuk ke dalam hutan. Aneh, pikir gadis itu.

Hutan itu terlalu sunyi untuk ukuran tempat berburu. Sejak masuk, Arcelia bahkan tidak menangkap satu pun penampakan hewan yang lazimnya masih akan berkeliaran karena masih siang hari.

Kegelisahan Arcelia memuncak. Matanya awas melihat sekitar. Makin lama, hutan yang terlihat biasa saja dari luar itu makin membuatnya merinding. Seperti ada hawa magis yang membuat siapa pun ingin pergi dari sana.

Namun karena dia penasaran, gadis itu akhirnya kembali menjalankan kudanya. Beruntung kuda itu mudah sekali untuk dikendalikan bahkan bagi pemula sepertinya. Jadi dia tidak terlalu merasa kerepotan. Sepertinya mereka berdua bisa menjadi partner yang serasi.

Lima meter.

Sepuluh meter.

Lima belas meter.

Tidak ada apapun yang terlihat mencurigakan. Arcelia malah sempat berpikir para kesatria sudah pada kembali karena tidak mendapat buruan sama sekali.

Namun renungannya terputus saat tiba-tiba saja muncul anak panah yang melesat ke arahnya. Untungnya berhasil dia hindari. Senjata itu berakhir tertancap pada batang pohon.

Hampir saja! instingnya yang tajam ternyata sangat berguna untuk situasi ini. Telat sedetik saja, dia bisa menjadi mayat dengan kepala bocor di tengah hutan.

Arcelia menatap jauh sumber anak panah tersebut. Di sana adalah sisi hutan yang belum dia jelajahi. Bahkan suasana di sana tak kalah menyeramkan dengan pohon-pohon yang sangat rindang hingga menghambat cahaya matahari yang masih terik sekali.

Namun karena lagi-lagi penasaran, gadis itu akhirnya menuju ke asal panah tersebut.

Hanya untuk menemukan pemandangan mengerikan di depan sana.

Para kesatria yang ditunggu-tunggu keluar, ternyata sedang terkumpul di satu tempat.

Satu tempat penuh darah dengan kelompok makhluk hijau kecil yang menggerubungi mereka yang sedang sekarat.

The Action of VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang