5. Sikap Yang Di Luar Nalar

347 70 0
                                    

Hey terima kasih atas dukungannya.

Ini buatmu.

Selamat membaca 😄

.

.

.

"Festival berburu?"

Arcelia yang baru saja menghabiskan sekeranjang dessert menatap Dona yang mengangguk yakin.

"Jadi maksudmu, festival berburu adalah tempat terbaik untuk mendapat sorotan?" tanya Arcelia sekali lagi untuk memastikan. Dia memang sudah menyuruh Dona untuk meriset tempat apa saja yang bisa menaikkan popularitas.

Bukannya dia sangat menyukai atensi orang banyak, namun jika Renai ingin sepenuhnya hidup damai menjadi Arcelia Salvory, pertama-tama dia harus mengubah imagenya yang dikenal kejam dan selalu memanfaatkan kekuasaan ayahnya.

"Iya, Nona. Menurut informasi yang telah saya dapatkan, festival berburu adalah ajang pamer terfavorit bagi para Tuan Muda dan Tuan Putri untuk menambah popularitas. Bagi para lelaki mereka bisa berlomba untuk mendapatkan buruan terbaik dan bagi para wanita mereka harus berdandan secantik mungkin untuk menjadi Ratu dengan seserahan terbanyak di festival berburu," jelas Dona bersemangat.

Arcelia mendengus ketika mendengar kalimat akhir Dona. Para wanita hanya ada untuk mempercantik diri? Peraturan kolot apa itu? Memangnya hanya laki-laki saja yang pandai berburu? Bahkan walau fisik perempuan faktanya lebih lemah, sudah banyak bukti di jamannya bahwa atlit perempuan pun diakui atas kekuatannya dari banyak cabang olahraga internasional.

Tidak ada batasan untuk memperkuat diri. Itu adalah perinsip Renai saat kali pertama menjabat sebagai pemimpin sebuah tim anggota mafia setelah bertahun-tahun membuktikan diri di ring tanpa batasan gender. Sudah banyak lelaki yang mengaku kalah dan walau tidak rela akhirnya percaya atas kekuatannya untuk memimpin sekelompok orang-orang kuat.

Yah, walau semua itu berujung sia-sia saat dirinya yang terkuat pun akhirnya mati di tangan sahabatnya sendiri.

"Nona?" Suara Dona menyadarkannya yang tenggelam pada nostalgia masa lalu.

Arcelia berdehem. "Apa seorang putri benar-benar dilarang berburu saat festival?"

Dona mengernyit dan berkata ragu. Perasaannya tiba-tiba tidak enak. Akhir-akhir ini nonanya itu makin sering bertingkah di luar logika. Marquess Hellena bahkan pernah hampir terkena serangan jantung saat melihat putrinya lupa memakai luaran gaun yang wajib dipakai jika keluar kamar. "Luarannya panas," kata tuan putri Arcelia saat itu. Walau pada akhirnya dipaksa pakai oleh ibunya dengan sedikit paksaan.

"Memang ada peraturan para putri boleh berburu juga, namun sejak lama jarang ada yang mau berburu secara langsung. Eh, Nona mau kemana?" Dona tiba-tiba panik saat melihat Arcelia mendekat ke arah balkon. Jangan bilang dia ingin lompat lagi!?

Namun bukannya melompat, Arcelia malah memanggil dua kesatria yang diutus Marquess untuk berjaga-jaga di bawah balkon agar tidak ada kejadian terulang putri satu-satunya nekat melompat ke bawah.

"Selain Ayah, siapa yang paling kuat di antara kalian?" ujar Arcelia pada kedua kesatria yang malah bertatapan satu sama lain tidak mengerti.

"Jika yang Anda maksud terkuat setelah Tuan Marquess, tidak ada di sini Nona. Namun bila mendekati, Kesatria Dean adalah orangnya." jelas salah satu kesatria.

Arcelia yang mendengar itu mengangguk-angguk. Setelahnya tersenyum miring karena memikirkan sesuatu yang berhasil membuat Dona ketar-ketir.

"Panggilkan Kesatria Dean menghadapku sekarang. Ada yang perlu aku katakan." Titah Arcelia yang berhasil membuat kedua kesatria itu bingung dan Dona yang ingin pingsan saat itu juga.

* * *

"Saya menolaknya."

Walau sudah tahu bahwa kesatria Dean akan menolak permintaanya untuk mengajarkan gadis itu berpedang, Arcelia tetap merasa kecewa.

Dia tahu persis sifat protektif ayahnya yang terkadang terlalu berlebihan, namun Arcelia tidak bisa menyerah begitu saja. "Jika Marquess mengizinkan, apa kau bersedia?" ulangnya sambil menatap kesatria tersebut.

"Walaupun ada saat Tuan Marquess mengizinkan, saya tetap tidak bisa. Melukai Nona adalah pantangan bagi kesatria mana pun," tegas kesatria Dean tetap pada pendiriannya.

Bahkan Arcelia sangsi akan diberikan izin hanya untuk memegang pedang jika begini jadinya.

Arcelia menghembuskan napas. Kehabisan cara agar membujuk pria di hadapannya. Namun dia setidaknya masih punya beberapa alternatif lain.

"Bagaimana dengan memanah? Apa bisa?" tawarnya.

Walau panah merupakan senjata yang paling tidak cocok untuk membuat tubuhnya yang kaku menjadi lebih fleksibel, Arcelia rasa tidak ada salahnya berkompromi dari hal mudah dulu. Mungkin suatu hari, Arcelia bisa membujuk kesatria Dean agar bertarung satu lawan satu melawannya menggunakan pedang asli.

Dengan izin ayahnya, tentu saja. Dia tidak ingin seseorang dipenggal karena permintaannya.

"Jika hal itu, mungkin saya bisa melakukannya. Namun perlu izin Tuan Marquess terlebih dahulu."

Arcelia mengangguk-angguk setuju. Baiklah, ini merupakan kesepakatan yang cukup bagus. Walau berpedang ada lah salah satu skill baru yang ingin dia pelajari, tidak ada salahnya untuk mengasah kemampuan lamanya. Setidaknya untuk beberapa hari ini Arcelia bisa memegang senjata.

Dia sangat tidak sabar untuk melakukannya.

* * *

"Tidak boleh."

Belum lagi Arcelia mengungkapkan maksudnya, ayahnya sudah menolaknya tegas. Sepertinya rencananya telah bocor oleh kesatria Dean. Satu-satunya yang bisa memegang rahasia sepertinya cuman ibunya seorang.

"Tapi Ayah ... cuma memanah kok. Itu pun boleh saja jika Ayah langsung yang mau mengajarkan," tawar Arcelia yang disambut gelengan ayahnya.

"Ayah akhir-akhir ini sibuk mengurus perbatasan. Kesatria Dean dan lainnya pun tidak punya waktu untuk mengajarimu. Mereka harus latihan tiap hari,"

"Ayolah Ayah. Aku bosan tidak melakukan apa pun. Boleh ya?"

Marquess mendikte dirinya sendiri agar tidak luluh. "Tidak ya tidak, Arcelia. Jika bosan, kenapa tidak mengambil kegiatan lain? Merajut misalnya? Belanja gaun atau perhiasan baru? Kau tinggal pilih saja. Biar Ayah yang bayar semuanya," tawar ayahnya.

Memang tampak menggiurkan bagi siapa pun, namun gadis itu benar-benar tidak ingin belanja. Barang kepunyaan Arcelia sudah terlalu banyak yang bahkan dia tidak yakin akan bisa dia pakai semua hingga tahun-tahun berikutnya.

"Kalau berkuda bagaimana?" ujar Arcelia tiba-tiba kepikiran. Kebetulan sekali dia memang belum pernah melakukan hal itu seumur hidupnya.

Marquess berpikir cukup lama. Menatap putrinya bergantian dengan tehnya yang mulai dingin. "Baiklah. Ayah mengizinkan. Tapi Ayah yang akan memilih pelatih serta jam pelatihannya."

Arcelia teriak kegirangan lalu menghambur untuk memeluk ayahnya.

Ini sudah langkah awal yang baik, bukan?


*** Bersambung ***

Chapter depan akan dapat aksi Neng Arcelia nih 😎

Dan Arcnya bakal panjang ... banget.

Jika banyak yang antusias, updatenya dipercepat.

Jadi yuk ramein 🔥🔥🔥

The Action of VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang