5

412 41 1
                                    

Bau harum itu tercium memenuhi hutan, membuat pria kekar itu terbangun.

Hidungnya menghirup rakus udara disekelilingnya, seakan takut jika angin membawa bau harum itu pergi.

Serigala dalam dirinya berontak ingin keluar, tapi sebisa mungkin ia menahannya.

Ia mengepalkan tangannya menahan geraman agar tak keluar dari bibirnya.

Tubuhnya bergetar karena rasa rindu yang membuncah, ingin rasanya ia berlari memeluk matenya. Ia ingin menghilangkan rasa rindu yang ribuan tahun menyiksanya.

Ia berlari cepat ke sumber bau harum itu. Sekuat tenaga ia menahan dirinya sendiri saat mata emasnya melihat matenya yang menawan berjalan pelan memasuki hutan.

Semakin dekat ia dengan sosok menawan itu, semakin ia tak bisa menahan dirinya sendiri.

Saat mata emas itu melihat matenya ingin pergi, tak bisa ia tahan suara geraman marah keluar dari bibirnya. Geraman yang membuat semua penghuni hutan takut dan bersembunyi.

Serigala dalam dirinya mencoba keluar dan mengaum, tapi sebisa mungkin tubuh manusianya bertahan. Ia tak ingin bertemu matenya dengan wujud serigala seram, ia ingin matenya melihat dirinya dengan tubuh manusianya yang rupawan.

Tapi serigala dalam dirinya ingin matenya melihat dirinya dengan wujud serigala. Akhirnya karena tak ada yang mengalah, tubuh manusianya bercampur dengan tubuh serigala. Ia kini terlihat sebagai pria dengan bulu memenuhi seluruh tubuhnya, gigi taringnya keluar dan matanya bersinar keemasan. Sosoknya kini terlihat lebih menyeramkan dari wujud aslinya.

"Mate." Katanya saat matenya berdiri mematung dihadapannya.

Ia tersenyim lebar, senyum yang membuat matenya ketakutan.

Akhirnya,

Ia akan terbebas dari kutukan ini.

***

Aku berlari kencang menelusuri hutan seram ini, nafasku rasanya ingin putus dan otakku tak bisa memikirkan hal lain selain berlari menjauhi makhluk itu. Tubuhku bergetar oleh hawa dingin dan rasa takut.

Aku harus mengeluarkan tenaga ekstra karena tumpukan salju di tanah memperlambat pelarianku.

Aku menyesal, sungguh aku benar-benar menyesal.

Siapapun tolong aku.

Aku membatin nama tuhan untuk meminta bantuan. Bibirku tak henti-hentinya mengucapkan lantunan kalimat pujian untuk tuhan agar Tuhan mendengar rintihanku.

Oh tuhan, kumohon tolong aku.

Seharusnya aku mendengarkan kata-kata nenek.

Seharusnya aku bisa menekan rasa penasaranku.

Seharusnya aku segera pergi dari desa ini dan kembali ke kehidupanku di kota.

Seandainya aku bisa memutar waktu..

Kakiku mulai lelah, nafasku mulai terengah-engah, dan pandanganku kabur karena kacamata bulatku jatuh entah kemana, ditambah senja sudah mulai berakhir, matahari sudah hampir terbenam diperaduannya membuat pandanganku tak jelas.

Bruk.

Sialan. Umpatku dalam hati.

Aku tersandung sesuatu yang keras dan terjatuh menghantam tumpukan salju. Beberapa butir salju bahkan sudah masuk ke bibirku.

Aku mencoba bangkit, tapi sialnya kakiku tak bisa digerakkan. Rasa perih menyerang siku dan lututku.

Sialan. Umpatku sekali lagi saat pandanganku yang sudah buram melihat pergelangan kakiku yang terkilir.

Aku merangkak di sisa tenagaku. Aku berusaha keras untuk menyelamatkan diriku sendiri.

Tapi sepertinya itu mustahil.

Karena sekarang aku bisa merasakan tangan dingin itu memegang erat kakiku.

Tubuhku membeku, aku mencoba bergerak tapi tak bisa. Jantungku berdegup sangat kencang.

Oh tuhan, inikah akhir hidupku?

"Mate. Akhirnya kamu membebaskanku."

Suara serak itu memenuhi gendang telingaku, membuat tubuhku mati rasa.

Tangan dingin penuh bulu itu mengelus rambut coklat kemerahanku dengan lembut.

Wajah seramnya mendekat, bibirnya berbisik ditelingaku. "Aku merindukanmu." Bisiknya.

Aku tak bisa bergerak. Memejamkan mata saja aku tak sanggup karena rasa takut melumpuhkan saraf di tubuhku.

Lalu tiba-tiba rasa sakit teramat sangat terasa di leherku.

Gigi taring tajam itu kini menancap di leherku.

"Akh." Aku berteriak kesakitan.

Monster ini menghisap darahku. Setelah ini apa aku juga akan menjadi monster seperti pria ini?

Tidak, batinku menjerit. Lebih baik aku mati saja daripada hidup dengan wajah buruk rupa seperti pria seram ini.

Tiba-tiba sekelebat ingatan yang sepertinya kulupakan berputar seperti kaset rusak.

Ingatan tentang pria tampan yang menangis memanggil namaku.

Ingatan tentang wanita dewasa yang wajahnya mirip denganku terbujur kaku di tanah bersalju. Lalu kulihat pria tampan itu menangis dan menusuk perutnya sendiri dengan pisau. Entah kenapa hatiku berdenyut sakit melihat kejadian itu.

Ingatan saat aku masih kecil dan bermain dengan pria tampan di hutan bagian dalam.

Semuanya berputar dan membuat kepalaku pusing. Bibirku gemetar karena rasa perih di leherku dan seluruh tubuhku.

Ibu, Ayah, Nenek, sepertinya hidupku berakhir disini.

Hal terakhir yang kuingat adalah bisikan dari pria itu yang mengatakan,

"Aku minta maaf, mari kita hidup bahagia seperti dulu."

End.

Terimakasih sudah membaca cerita ini.

LELAKI HUTAN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang