CHAPTER I : FILLAN ETHELWULF

419 57 5
                                    


Pemuda itu bernama Fillan Ethelwulf.

Nama yang terdengar sangat aneh dan terlalu asing di telinga orang Korea Selatan pada umumnya, hingga yang punya nama sering kali malu dengan namanya sendiri. Entah apa yang ada di benak orang tuanya untuk menamainya dengan nama Fillan dan marga yang jauh lebih aneh menurutnya.

Ibu Fillan adalah perempuan berkebangsaan Korea Selatan dan Ayahnya adalah seorang pengusaha besar berkebangsaan Irlandia yang akhirnya pindah ke Korea Selatan karena menikah dengan Ibunya.

Waktu itu Fillan pernah dengan penuh rasa penasaran menghampiri Ayah dan Ibunya untuk bertanya perihal nama anehnya dan meminta kepada kedua orang tuanya untuk membuatkannya nama Korea seperti teman-teman masa kecilnya, namun ditolak keduanya.

Karena namanya pula, ia sempat menangis bahkan merengek di hadapan kedua orang tuanya untuk dimasukan ke sekolah internasional karena ia menjadi bahan ejekan teman-temannya yang sudah bisa menulis nama mereka dalam huruf hangul.

Fillan benar-benar kesal dengan fakta bahwa ia anak campuran Irlandia-Korea dengan nama yang sangat aneh. Bersyukur, di sekolah internasionalnya sejak ia SD hhingga saat ini, semua temannya bernama aneh juga sepertinya.

"Lan, kantin?" surainya dielus pelan oleh salah satu temannya—Hugo Jones pemuda kewarganegaraan Amerika yang juga bersekolah di sekolah internasional yang sama bersama Fillan—membuat Fillan sedikit tersentak karena ia jadi gagal untuk masuk ke alam mimpi.

"Lo sama Shaman aja, gue mau tidur bentar" Fillan mendongak sebentar sebelum kembali menaruh kepalanya di atas tumpukan buku tebal yang ada di mejanya.

Shaman berdecak, memukul kepala Fillan pelan sebelum meninggalkannya sendirian di kelas, "Game terus sih lo"

Fillan tak ambil pusing, kembali merebahkan kepalanya ke atas tumpukan buku di mejanya. Ia tak mau menyia-nyiakan waktu istirahatnya yang terbatas untuk berdebat dengan Shaman Shihab, yang karena selain menghabiskan waktunya, ia sudah pasti akan kalah berargumen dengan anak pemegang ranking satu paralel selama dua tahun penuh selama SMA.

"Yaudah, yang penting lo udah ngerjain tugas dari kak Ben kan? Kayanya dosennya kali ini masuk kelas" Shaman berhenti di pintu bersama Hugo sambil menyilangkan tangannya guna menunggu Fillan menjawab.

"Udah aman, dah sana sana! Gue mau tidur!" Fillan kembali menyamankan kepalanya di atas tumpukan buku setelah mengusir kedua temannya.

"Anak resek" Hugo merangkul Shaman, berjalan meninggalkan kelas mereka.

"Anak tunggal dia, ga kaya kita" Shaman memutar matanya kesal. Memang sejatinya Fillan sangat dimanja Ayah Ibunya hingga sampai saat ini, anak itu masih hidup semaunya sendiri.

Diam-diam Fillan mendengar celotehan kedua temannya ketika meninggalkannya. Ia tidak tersinggung untuk masalah manja, toh ia memang manja.

Tapi sebenarnya, semalam Fillan bukan menghabiskan waktunya untuk bermain game seperti biasanya. Kali ini, ia menghabiskan waktunya untuk membaca sebuah buku milik ayahnya yang mungkin tidak sengaja ditinggalkan ayahnya di atas meja ruang keluarga.

Memang sejujurnya sangat aneh mengetahui fakta bahwa dirinya menghabiskan waktu tidurnya bukan untuk bermain game online melainkan untuk membaca buku.

Buku yang ditinggalkan Ayahnya di ruang tengah telah mengamnil perhatiannya. Ia sangat tertarik dengan sampul tebal yang terbuat dari kulit yang diukir sedemikian rupa mewah, elegan dan cantik walau memang terkesan sangat kuno karena warna kertasnya saja sudah menguning.

Tapi sekali lagi, ia sangat penasaran dengan isi buku kuno itu.

Ia menghabiskan banyak waktunya, berjam-jam tanpa ia sadari, ia telah membaca setengah buku sampai matahari mulai terlihat dari balik jendela kamarnya.

evermore « chanlix » ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang