Sama sekali tak pernah ada pikiran aku akan mendengar obrolan tak beradab seperti itu suatu hari. Menangani diri yang rasanya seperti tersambar petir itu aku menarik napas dalam-dalam. Kupejamkan mata sejenak sambil mengepalkan tangan. Meski perasaanku tak ada bedanya dengan wilayah yang baru saja dijatuhi bom atom, tapi aku tak ada niat menghampiri para cecunguk itu. Teringat tujuan awalku, kembali aku memutar badan ke pintu gudang. Aku terkesiap mendapati Riko berada persis di hadapanku. Sampai nyaris saja kepalaku membentur dagunya. Rupanya ia ikut menyimak pembicaraan yang tak seharusnya kami dengar, atau justru memang seharusnya kami dengar itu.
Untuk sejenak kami berdua bertatapan dengan canggung. Aku merasakan wajahku memanas. Bukannya ingin menangis, tapi aku marah sekaligus sangat malu. Biar begitu aku masih merasa sedikit beruntung. Beruntung sebab Riko yang saat ini bersamaku. Aku tidak tahu kalau itu orang lain teman sekelasku. Pasti aku akan lebih malu lagi. Membayangkan jika saat ini yang ada di posisi Riko adalah Vika, pasti anak itu sudah menghampiri Rendra kemudian mendamprat dengan cercaan penuh kebun binatang yang tak akan kunjung ada habisnya. Aku sendiri ingin berkata-kata kasar sebenarnya, tapi aku memilih untuk bertindak dengan lebih menggunakan akal. Aku akan memikirkan lebih dulu caranya.
Walau terasa kaku tapi aku dan Riko tetap melanjutkan langkah ke gudang, memboyong sekitar lima sampai enam bola basket dari suatu keranjang. Benakku masih tak bisa berhenti berpikir macam-macam. Aku tidak terima diperlakukan seperti itu oleh Rendra. Bisa-bisanya main gila di belakang. Cowok kurang ajar. Ternyata pacarnya tidak hanya aku saja. Ternyata aku cuma dianggap satu dari sekian cewek yang bisa dia takhlukkan. Hanya untuk membuktikan bahwa dia adalah the real buaya. Hanya untuk dibangga-banggakan di depan teman-teman berengseknya. Sungguh memuakkan.
Tanpa terasa aku dan Riko telah berjalan hampir mencapai lapangan. Anak-anak satu kelas sudah mulai lari keliling sebagai pemanasan. Selama itu pula kami berdua sedikit pun tak berbincang. Aku melihat Pak Yudi baru saja menegur seseorang yang datang terlambat. Jelas itu Diaz orangnya. Menyadari aku dan Riko muncul ke lapangan walau masih dari kejauhan, Diaz langsung melambaikan tangan. Aku yang sedang kalut tiba-tiba tersentak. Bahkan kakiku berhenti bergerak dengan sendirinya. Selanjutnya aku melirik panik Riko di sampingku.
"Soal tadi, tolong jangan bilang apapun ke Diaz," bisikku, tak kusangka nadanya akan penuh emosi sekaligus kekhawatiran. Riko yang kemudian ikut berhenti terlihat bimbang. Gelagatnya menunjukkan bahwa ia berpikir sebaliknya. "Plis, Rik. Aku mohon jangan bilang siapapun soal barusan. Ini masalahku. Biar aku sendiri yang menyelesaikan."
Meskipun terlihat kurang setuju, pada akhirnya Riko mengangguk juga. Aku pun bisa sedikit menghirup napas lega. Memikirkan Diaz yang dasarnya saja sudah malas pada Rendra sejak dia jadi cowok yang sudah membatasi waktunya untuk bermain denganku, ditambah kalau mengetahui kenyataan busuknya di belakang, aku yakin bisa terjadi kekacauan. Aku tidak senang memikirkan timbulnya ribut-ribut apalagi sampai ada pertikaian. Aku akan membereskan urusanku dengan Rendra tanpa melibatkan teman. Aku tak mau ada pihak lain yang nantinya dirugikan.
***
"Jadi nonton nggak?" Beberapa detik setelah bel pulang berdentang, aku menoleh ke meja Diaz di belakang.
"Kenapa?" Diaz menatapku seraya memasukkan buku bahasa Inggrisnya ke ransel. Nadanya terdengar bosan. "Kalau nggak bisa nemenin nggak usah nanya-nanya. Tuh, udah dijemput pacarnya!"
Aku tak menoleh, tahu dia berbohong. "Aku ada waktu bebas hari ini. Ayo!" kataku sembari menyandang tali tas ke bahu. "Gimana, Rik? Ikutan nggak? Lebih banyak orang lebih rame. Lebih seru jadinya."
Riko yang baru saja selesai berkemas memandangku tanpa suara. Tampaknya ia bisa menebak kenapa aku jadi kelebihan energi begini. Suaraku memang lebih nyaring daripada biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Croco And My Best Friend
RomanceKarena jatuh cinta pada teman baik sudah tidak ada harapan, aku mencoba peruntungan pada cinta lain yang datang. Tapi, kenapa aku malah kena jebakan? ©Francesc Indah 2022