9

38 10 7
                                    

Hanya dalam hitungan hari sejak aku memutuskannya, aku mendengar kabar bahwa Rendra sudah berpacaran dengan kakak kelas itu. Kak Olivia. Aku tidak tahu harus berpura-pura terkejut atau bagaimana. Sejak diberi tahu Riko dan pertemuan tak sengaja kami dengan kakak di toko kue, harusnya aku memang sudah menaruh curiga pada mereka. Apalagi setelah kutahu bahwa sepupu Rendra yang dekat dengan Kak Oliv dari sekolah sebelah, ternyata bukan seorang pria. Antara polos atau bodoh, sepertinya aku adalah gabungan keduanya. Aku sendiri sampai terkesima. Bisa-bisanya aku jatuh cinta dan berpacaran dengan seorang cowok tanpa mengetahui apa-apa.

Namun berita itu belum seberapa. Suatu hari di bulan yang sama, Riko mendapati Rendra sedang mendekati adik kelas terkenal. Belum lama dari itu, sore waktu aku pergi belanja dengan kakak aku berpapasan dengan Rendra lagi. Kala itu ia juga sedang jalan dengan seorang cewek, tapi bukan Kak Olivia. Mereka bergandengan tangan. Mirisnya, itu seperti yang beberapa kali pernah kami lakukan.

Kukira itu dia yang namanya Luna. Seorang cewek manis berseragam SMA Adipura. Jika dilihat dari gaya ceria dan kesannya yang manja, aku yakin dialah anak tunggal dari keluarga kaya yang waktu itu diperbincangkan Rendra dan teman-temannya. Kelihatannya dia cewek yang baik. Tampak polos juga. Kasihan dia harus mengalami nasib yang sama. Namun aku memilih berlagak tak melihat mereka. Jangankan mau ikut campur, melihat muka Rendra saja aku sudah eneg rasanya.

"Bukannya barusan itu Rendra, ya?" tanya Kak Arin usai dua orang itu lewat. Sebelumnya ia tengah sibuk membaca daftar barang yang harus kami beli.

"Bukan, kok," sahutku seraya memasukkan beberapa susu kotak ke troli. "Tapi emang mirip, sih," tambahku ketika kakak menatapku tak percaya. Aku mengembus napas dalam. Sampai detik ini masih tergambar jelas bagaimana hari itu berlanjut. Hari di mana aku meminta Rendra memutuskan jalinan yang ada, di koridor lantai pertama di jam pulang sekolah.

Waktu itu setelah melihat reaksi Rendra yang diam saja, dengan perasaan tak keruan aku akhirnya berbalik meninggalkannya. Bergegas aku menuju Diaz dan Riko yang masih berdiri menungguku di tempat semula. Sementara Vika dan Kak Martin sudah tidak kelihatan.

Sekejap aku memelankan langkah, berharap hal tolol yang sebelumnya tak pernah kupikirkan. Rendra akan mengejarku dan kembali bertanya mengapa aku mendadak meminta mengakhiri hubungan. Dia lalu membujukku, berkata agar membicarakan bersama dulu apa masalah kami sebelum aku memutuskan. Tapi, memangnya apa yang kuharapkan?

Dengan getir aku menertawakan kebodohanku yang malang. Bayanganku jelas ketinggian. Sudah selayaknya buaya sok tampan sepertinya punya banyak mangsa cadangan. Satu lepas tentu tak masalah. Tidak mungkin dia akan merasa ada yang hilang. Aku bukanlah seseorang spesial di hatinya seperti yang selama ini kupikirkan.

"Eh, beneran nggak jadi ikut makan-makan?" Diaz menyambutku dengan mata kaget melebar. "Tumben lebih milih jalan sama teman ketimbang pacar."

Aku tak mengacuhkan perkataan sinis meledeknya itu. Pandanganku tertuju pada Riko yang terus mengamati ekspresiku semenjak datang. "Sudah selesai, Rik. Aku sudah membereskan dia," ucapku padanya. Riko hanya mengangguk-anggukkan dagu. Tatapannya sedikit meredup. Mungkin ia sedang kasihan kepadaku.

"Apanya yang sudah dibereskan?" Diaz memandangku dan Riko berurutan. Kedua alisnya sampai terangkat tinggi karena penasaran.

"Urusanku sama Rendra sudah beres. Ayo, kita berangkat nonton sekarang!" Karena Riko hanya diam, maka aku menatap Diaz dan berusaha tersenyum padanya. Tersenyum sok tegar, membuat Riko semakin memandangku iba.

Walau masih tampak kurang mengerti tapi Diaz menurut saja. Ia segera mengomando aku dan Riko jalan ke tempat parkir. Aku tak menoleh lagi untuk melihat cowok buaya itu masih di sana atau tidak. Bahkan suaranya saja sudah tak terdengar. Bukti bahwa aku hanya satu dari koleksi pacarnya semakin terang. Hatiku mencelos. Entah sedih entah kecewa. Yang pasti aku merasa marah. Marah, kenapa aku bisa dibodohi seorang cowok dengan begitu gampangnya. Marah, kenapa selama ini aku bisa tidak tahu apa-apa. Jika tak sengaja mendengar percakapan orang-orang itu di UKS, lalu akan sampai kapan aku jadi pacar cowok playboy sepertinya?

Mr. Croco And My Best Friend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang