LIMA

3K 217 49
                                    

Jadilah wanita saya.

Freya membasuh muka dengan air sedingin es, berharap kalimat itu berhenti terngiang di telinga.

Ketika mengantarnya pulang tadi, Arsen memang tidak menuntut jawaban. Lelaki itu seolah tau Freya membutuhkan waktu dan ruangnya sendiri untuk berpikir. Sebenarnya, Freya tau apa yang hatinya inginkan. Tapi otak yang belum sepenuhnya lumpuh terus memberikan peringatan.

Membuka pintu kamar mandi, Freya terkejut melihat adiknya sudah berdiri di depan menunggunya.

"Nia!" pekiknya seraya memegang dada yang masih berdebar. "Kaget! Kakak pikir hantu!"

Nania yang ceria biasanya akan bercanda dengan bilang mana ada hantu yang secantik dirinya, tapi kali ini tidak. Nia menatap Freya dengan wajah mendung.

"Dari mana kakak dapat uang untuk bayar hutang bapak?" tanya tanpa basa-basi.

Freya merasa tatapan Nia menuduhnya. Merasa Nia tau apa yang telah dia lakukan untuk mendapatkan uang tersebut. Dia berjalan memalui Nia menuju dapur. Menuang segelas air untuk ternggorokannya yang tiba-tiba saja terasa kering.

"Kakak juga bayar uang semester Nia, kan? Dari mana uangnya, Kak?!" cecar Nia terus membuntuti Freya sampai kamar.

"Kenapa tiba-tiba kamu mau tau?" Freya membuka lemari, mengambil satu setel baju tidur. Dia terus berpura-pura sibuk agar tidak berhadapan langsung dengan Nia. Tapi perkataan Nia selanjutnya, memaksa Freya menatap adiknya itu tidak percaya.

"Bang Elang bilang Kakak jual diri!"

"Elang?" ujar Freya terkejut. Bukan karena Elang ini seolah tau apa yang telah Freya perbuat. "Di mana kamu ketemu sama dia?!"

Elang adalah boss rentenir yang suka dan mau ngajak Nia nikah. Freya pikir mereka nggak akan ketemu lagi setelah hutangnya lunas. Freya juga sudah memberi peringatan pada lelaki itu.

"Nia!" Freya mencengkram lengan atas Nania, tidak sabar karena Nia tidak juga menjawab pertanyaannya. "Kakak tanya di mana kamu ketemu sama dia? Kalian nggak pacaran, kan?"

"Apa sih, Kak!" Nia memberontak lepas. "Kita nggak sengaja ketemu di halte waktu Nia lagi nunggu busway! Lagian kenapa sih, terlepas dari kerjaannya, Bang Elang itu baik!"

"Terus kenapa kalau baik? Kamu suka sama dia? Mau nikah sama dia?!"

"Apaan sih! Yang Nia lagi tanya dari mana Kakak dapet uang sebanyak itu? Kakak bener-bener jual diri?!"

"Nia!" tanpa sadar Freya membentak adiknya. Freya frustasi. Bukan hanya karena pertanyaan Nia, tapi juga masalah si Elang ini. Dia nggak mau Nania sampai berhubungan sama lelaki macam itu.

Sementara Nania terkejut. Kakaknya jarang sekali meninggikan suara. Jika Nia nakal atau melakukan kesalahan sekalipun Freya hanya menasihatinya dengan lembut. Dan kini, hanya karena masalah yang agaknya sepele, Freya sampai membentak Nia.

Nia berbalik dan pergi kekamarnya sendiri, meninggalkan Freya yang kemudian menyesal.

Freya menghela nafas. Tangannya memijat pelipis pelan. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan Nia sehingga mengalihkan pembicaraan, kemudian dia sendiri yang marah, melampiaskan rasa frustasinya pada adiknya yang tidak bersalah.

Freya mengganti baju, menenangkan dirinya dulu sebelum menghampiri Nia di kamarnya. Nia sedang berbaring membelakangi pintu. Freya duduk di sisi tenpat tidur seraya membelai kepala Nia.

"Maafin Kakak." Katanya pada Nia yang Freya tau hanya pura-pura tertidur. "Uang itu Kakak dapet dari bos Kakak. Kakak ceritain masalah kita, dan dengan baik hati beliau mau bantu." Tidak sepenuhnya berbohong. Nania tidak perlu tau, kan, apa yang Freya harus lepaskan untuk membayar bantuan tersebut.

FREYA (Simpanan Sang CEO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang