Part 9

104 21 6
                                    

Setelah pagi tadi mereka melalui sidang, sore sepulang mereka bekerja, Zhan berkunjung ke apartemen milik kekasihnya, Yibo akan dengan senang hati menerima kunjungan sang kekasih. Sampai di depan apartemen, Yibo berhenti sebelum menekan tombol angka di pintu masuk. Zhan yang memperhatikan gerak-gerik Yibo sedikit mengernyitkan dahi, sebab kekasihnya itu malah mengeluarkan sebuah note kecil lalu menuliskan tanggal lahir dirinya, baru setelahnya dia menekan tombol sesuai dengan angka yang ditulisnya tadi.

“Kenapa menulisnya, Yi?” tanya Zhan yang sangat penasaran.

“Aku hanya takut lupa,” jawab Yibo sambil tersenyum, kemudian menarik lengan Zhan untuk membawanya masuk ke dalam tempat yang selama ini dirinya tinggali.

Netra Zhan langsung disambut dengan deretan note juga polaroid mereka berdua, yang selama ini mereka ambil. Dari yang Zhan tahu, sampai yang diam-diam Yibo ambil dengan kamera Polaroid Snap Touch yang dirinya beli tiga bulan lalu. Meski Zhan sudah pernah menyambangi apartemen ini, namun euphoria takjub selalu hadir saat dia melangkahkan kakinya ke sini. Inilah Yibo, yang tidak ingin  kehilangan satu momen pun dengan sang kekasih.

“Kapan kau ambil yang ini, Yi?” tanya Zhan sambil menunjuk sebuah foto saat dirinya sedang menaiki sepeda mengenakan kemeja biru muda yang seluruh kancingnya terlepas memperlihatkan kaos putih polos didalamnya, Zhan terlihat sangat bahagia dengan tawa lebar yang jelas terlihat di foto itu. “Dan ini?” lagi, Zhan menanyakan tentang foto dirinya yang masih mengenakan baju yang sama, dan tengah duduk di atas pasir putih seraya menatap langit, serta senyuman yang tidak lepas dari bibir manisnya.

“Masih ada lagi yang lain, apa kau mau melihatnya?” Yibo pun menarik Zhan untuk masuk ke dalam kamarnya. Dan apa yang Zhan lihat membuatnya ingin meneteskan air mata karena begitu terharu dengan apa yang disuguhkan di hadapannya. Kamar itu penuh dengan polaroid dirinya. “Apa kau suka?” tanya Yibo sambil menggenggam tangan Zhan.

“Sangat,” jawab Zhan dengan raut wajah penuh dengan kepuasan.

 “Aku mau membersihkan diri dulu, tunggu sebentar … apa kau lapar, aku akan memesan sesuatu kalau kau mau?” tawar Yibo sebelum dirinya beranjak dari sisi Zhan. 

Yibo hanya mendapat gelengan dari sang kekasih, sepertinya dia masih ingin menikmati hasil jepretan Yibo yang terpajang di hampir setiap sudut apartemen itu. Seingat Zhan, saat dia terakhir ke sana polaroid bergambar dirinya itu tidak sebanyak ini, tapi kini---

“Ini banyak sekali, kenapa Yibo juga memotret jalan, bukankah jalan ini jalan yang setiap hari dilewati Yibo, ada apa dengannya?” lirih Zhan saat mengamati berbagai polaroid yang berjejer di sana. Rupanya bukan hanya polaroid yang ditempelkan, juga ada beberapa note kecil berwarna-warni di beberapa sudut ruangan. Tertempel di tempat mencolok, tertulis beberapa hal keseharian yang kalau dipikir kembali, hal-hal yang tertulis dalam note itu sungguh tidak perlu.

“Jemput Zhan, Zhan suka minuman dingin, Zhan tidak bisa minum alkohol, Zhan harus pulang sebelum jam sepuluh, namamu Wang Yibo, Yibo harus membuat Zhan bahagia, Zhan suka dipanggil tuan muda, Zhan suka Americano, Zhan suka keripik kentang, YIBO PACAR ZHAN, apa sudah membuat Zhan tersenyum? Zhan tidak bisa makan wortel, Yibo pernah meminta Zhan minum sebagai syarat untuk menjadi pacarnya *seharusnya aku tidak melakukan itu,”  Zhan membaca satu persatu note yang bertebaran tanpa melepasnya dari tempatnya menempel. Ini sangat aneh menurut Zhan, memang ada beberapa hal yang harus diingat sampai harus dibuatkan note, tapi tidak sebanyak ini. Dia masih memandangi note-note itu sampai Yibo selesai membersihkan badan.

“Tuan Muda Zhanzhan?” tanya Yibo, sementara Zhan yang dipanggil mengernyitkan dahi, “Kau di sini? Sejak kapan, siapa yang mengantarmu?”

“Aku ... di sini sejak---” ucapan Zhan terhenti. Dia berpikir ada yang salah dengan kekasihnya itu, maka akhirnya dia memilih mengikuti arusnya dahulu dengan pikiran bahwa Yibo sedang bercanda dengannya. “Aku baru datang Yi, kau baru saja mandi?”

“Hnm, kau ke sini dengan siapa?” tanyanya lagi seraya menyugar rambutnya yang basah. “Kau sudah makan, aku baru saja akan memesan sesuatu untuk makan malam.”

Zhan tidak bisa menahan dirinya, rupanya Yibo sedang tidak bercanda. Lalu ada apa dengan kekasihnya, wajahnya terlihat cerah seperti biasa, dia juga tidak sedang demam atau semacamnya. Beberapa hari belakangan kesibukan Zhan membuatnya kurang memperhatikan Yibo.

“Yi … apa kau sedang bercanda, kalau iya, sungguh ini sangat tidak lucu,” ujar Zhan serius, dilihatnya Yibo yang justru diam mematung. Dia benar-benar seperti orang berbeda dengan yang datang bersamanya beberapa menit lalu.

“Apa maksudmu? aku tidak sedang bercanda, ahh, kau pasti lapar, sebentar, aku sedang memesan makanan kesukaanmu---”

“Wang Yibo!” seru Zhan yang seketika mengejutkan pria yang berbalut kaos hitam polos longgar itu. “Aku datang bersamamu, kau bahkan yang membukakan pintu untukku, kau juga sempat menjelaskan dari mana saja foto-foto ini berasal, sebenarnya kau ini kenapa?”

“Benarkah, sepertinya aku tadi—aku sudah mengantarkanmu pulang?” Yibo juga tidak yakin dengan kalimatnya. Dia menatap Zhan yang masih menatap dirinya dengan tatapan penuh intimidasi.

Tubuh Yibo tiba-tiba saja limbung, ruangan itu terasa berputar. Tangannya mencoba untuk menopang tubuh dengan mencengkram ujung nakas yang ada di samping tempat tidur. Beberapa kejadian saling tumpang tindih di dalam kepalanya, seperti kaset rusak sedang diputar. Yibo memejamkan matanya erat, kemudian memijat pangkal hidungnya, mencoba mengalihkan rasa sakit yang tiba-tiba hadir di kepalanya. Zhan yang melihat sang kekasih kesakitan seketika panik.

“Yi, kau kenapa? Jangan membuatku takut, kumohon,” pinta Zhan benar-benar ketakutan. Setitik air mata terlihat mulai menetes. “Wangyi, hiks …,” lolos sudah isakkan dari bibir Zhan.

Wang Yibo mencoba untuk tetap tersadar saat putaran dari kaset rusak yang berseliweran di otaknya itu mulai melambat. Dan ingatannya kembali di saat ini. Tapi nyatanya yang dia dapat adalah suara isakkan dari sang kekasih. Wang Yibo merosot ke lantai, napasnya memburu seakan oksigen membencinya, terlalu sulit untuk bisa meraup mereka yang selalu tersedia cuma-cuma di sekitar.

“Jangan menangis,” lirih Yibo, perlahan sensasi bak diputar wahana roller coaster itu memudar. Tubuh lemah Yibo sedikit bergetar dalam dekapan Zhan. 

“Wangyi, hiks …,” satu isak kembali lolos. Namun, Zhan segera menghapus air matanya kasar, dia tidak boleh menangis, kemudian dirinya beranjak untuk membaringkan Yibo di atas tempat tidur agar lebih nyaman. Dia tahu pasti, sang kekasih menyembunyikan sesuatu darinya. Zhan menyelimuti sang kekasih agar dirinya tidak kedinginan. Dirinya mengecek suhu tubuh Yibo dengan menyentuh dahinya menggunakan telapak tangan, tidak demam. Ia pun duduk di samping sambil menggenggam tangan prianya yang lebih besar dari miliknya. Mengusapnya perlahan, matanya terlihat begitu sendu. Tangan kiri menggenggam tangan prianya, sementara tangan kanan digunakan untuk menyingkirkan anak rambut yang terlihat hampir menutupi mata sang kekasih.

“Aku tidak apa-apa, hanya terlalu lelah---”

“Sshh … jangan banyak bicara, kau istirahat saja, biar aku ... biar aku yang pesan makan. Apa kepalamu sakit? Apa perutmu mual? Masih sesak tidak? Ya Tuhan, kau sebenarnya kenapa?” berbagai tanya tidak bisa Zhan tahan untuk tidak dia muntahkan pada kekasihnya.

Yibo hanya menggeleng, senyum yang terkesan dipaksakan kini terbit dari bibir pucatnya. Bulir-bulir keringat mulai tampak memenuhi dahi, yang yibo butuhkan saat ini hanya mengistirahatkan tubuh. Ini bukan kali pertamanya dia hampir kehilangan kesadaran seperti ini, hanya saja hari ini dia kecolongan, karena Zhan sedang bersamanya. Inilah sisi yang tidak ingin Yibo perlihatkan pada sang kekasih, dia terlalu khawatir bahwasanya keadaan dirinya kali ini justru membuat tuan muda kesayangannya sedih dan terluka. Yibo sama sekali tidak takut pada kematian, dia lebih takut bila harus melupakan kenangan, apalagi kenangan bersama dengan orang yang dia sayangi, dia harus bertahan dan dia akan melakukan apapun agar dia bisa selalu melihat pria kesayangan yang sedang ada di sampingnya ini tersenyum.

Bagi Yibo, Zhan adalah alasannya berjuang. Zhan adalah hidup Yibo itu sendiri.   


♥♥♥

Selamat membaca

ヾ(❀╹◡╹)ノ゙❀~

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang