Part 11

109 21 4
                                    


Orang tua Yibo akan kembali ke Luoyang pagi ini. Mereka hanya bisa berada di sana tidak lebih dari tiga hari. Mau bagaimana lagi, pekerjaan sang papa yang tidak bisa ditinggalkan mengharuskannya untuk segera kembali dan sang putra pun mengerti akan hal itu. Tiga hari juga waktu yang cukup untuk melepas rindu, toh, setiap bulannya Yibo juga menyempatkan untuk pulang, meski akhir-akhir ini dirinya tidak bisa terlalu sering bolak balik Chongqing-Luoyang. 

“Zhanie ... mama titip anak nakal ini, kalau dia tidak mau menuruti mu, kau boleh memukulnya, tapi jangan terlalu keras, dia putra kami satu-satunya,” pinta Wang Jia kepada sang calon menantu yang ikut mengantar kepulangan calon mertuanya.

“Tentu, Ma,” jawab Zhan penuh keyakinan dan senyuman lembut.

“Pa … lihat, ‘kan? Mereka bersekongkol dan Papa hanya diam saja, ck,” bisik Yibo pada sang papa sambil berdecih.

“Lalu papa harus apa, lagi pula mama dan juga kekasihmu itu berkata benar, kamu memang nakal,” bela Wang Hao kepada istri juga calon menantunya. “Pesan papa, jangan lupa untuk memeriksakan kepalamu itu, kalau sakit kepalamu semakin sering, mengerti,” pungkas papa Yibo sambil mengusap surai hitam putranya.

“Haish,” desah Yibo pura-pura kesal dengan memasang wajah cemberut, yang menurut Zhan tidak cocok di wajah seorang Wang Yibo yang biasa memasang raut datar nan dingin itu.

“Jangan lakukan itu, wajahmu sangat tidak pas untuk berekspresi seperti itu,” protes Zhan. “Zhan pasti akan membawanya ke dokter, Pa. Papa dan Mama tenang saja, Zhan akan melakukan yang terbaik untuk putra Papa juga Mama,” lanjutnya.

“Ya Tuhan kalian ini benar-benar, hah,” desah Yibo. “Oh iya … Ma, Pa, kalian sepertinya harus bersiap untuk kembali ke sini lebih cepat, karena aku akan secepatnya menjadikan pria manis ini sebagai pengantinku,” ucap Yibo membuat ketiga orang di sana cukup terkejut. 

“Kita belum membicarakan ini, Yi,” tegur Zhan pada sang kekasih. 

“Kamu tidak ingin kita cepat menikah? Ah … hatiku,” ucap Yibo sambil memegang dada sebelah kiri mendramatisir keadaan. Zhan melongo tidak habis pikir dengan tingkah tunangannya itu, dia seperti remaja labil, tidak seperti Yibo yang biasa.

Puk!

Satu pukulan di bahunya dari sang ibu membuat Yibo mengaduh lalu mengusapnya, karena pukulan yang sang ibu berikan memang cukup keras.

“Ini tempat umum kalau kamu lupa, anak nakal,” omel sang ibu. “Baiklah, sepertinya pesawat kami akan segera berangkat, papa dan mama pasti akan secepatnya ke sini saat kamu hubungi, baik-baiklah kalian, humm,” lanjutnya.

“Baik-baik di sini, Zhan, Yi, mainlah ke rumah kalau kalian tidak sibuk,” ucap papa Yibo sebelum menarik koper dan meninggalkan sang putra bersama dengan calon menantunya yang melepas kepulangan mereka, tak lupa mereka saling memeluk satu dengan yang lain.

“Hati-hati,” ucap Yibo juga Zhan bersamaan. 

Setelah kedua orang tua Wang Yibo hilang di belokan pintu keberangkatan, Yibo juga Zhan memutuskan untuk kembali, tangan mereka saling bertaut serta hati yang hangat sebab perasaan lega karena mereka kembali akan menghabiskan waktu berdua.

“Akan kemana kita hari ini?” tanya Yibo pada tunangannya.

“Rumah sakit,” jawab Zhan santai.

“Siapa yang sakit? Kau ingin menjenguk seseorang? Saat kemari tadi kau tidak berkata apapun,” cecar Yibo merasa sedikit takut, kalau rupanya dialah yang harus melakukan check up. Dia harus mengelak bagaimanapun caranya.

“Hnm, aku ingin bertemu dengan dokter di sana,” jawab Zhan asal, agar niatnya tidak bisa terbaca oleh yang lebih muda.

“Apa kau sakit, hmm?” tanya Yibo mulai khawatir.

“Tidak.”

“Lalu?”

“Sudah, sebaiknya kita cepat, selagi masih pagi. Ayolah Yi, kau ti–”

Suara dering ponsel di saku Zhan menghentikan ucapannya. Nama sang adik yang tertera di layar ponselnya. Membuat Zhan secepat kilat menerima panggilan itu. 

“A Sheng menelepon, tunggu sebentar di sini, hmm,” ucap Zhan pada Yibo, kemudian dirinya memilih untuk sedikit minggir agar suara sang adik terdengar jelas. 

Saat Zhan berlalu, Yibo langsung terduduk di salah satu kursi tunggu yang berada di dekatnya. Tiba-tiba saja lantai yang diinjaknya berputar, dan kepalanya juga terasa jauh lebih sakit dibandingkan tadi. Ya, Yibo memang menahan kesakitannya dengan mencoba menggoda Zhan juga bercanda dengan kedua orang tuanya. Namun saat ini benar-benar begitu sakit, beruntung Zhan sedang berada cukup jauh darinya, dia pun mengambil botol obat penghilang rasa sakit dari dalam waist bag putih bertuliskan merk Nike yang belakangan memang selalu dirinya bawa untuk membawa barang-barangnya. Tidak butuh waktu lebih lama, dirinya pun mengambil satu butir dari dalam botol itu kemudian meminumnya. Yibo bersandar pada sandaran kursi, napasnya terdengar memburu, dia terlihat begitu kelelahan.

“Dia bersamaku tentu saja, memangnya kenapa?” tanya Zhan pada sang adik di seberang. “Ingin bicara dengannya, untuk apa?” lanjut Zhan sambil berjalan mendekat ke arah Yibo. “Baiklah, sebentar … Yi, A Sheng ingin bicara denganmu,” kata Zhan sambil menyerahkan telepon selulernya kepada Yibo.

Tanpa menjauh dari Zhan, Yibo menerima telepon itu. Beberapa saat mereka mengobrol, tidak ada pembicaraan yang dapat Zhan tangkap karena Yibo hanya terdengar menjawab sepatah dua patah kata saja.

“Hnm, aku mengerti.” Setelah Yibo menutup panggilan, dirinya memberikan ponsel itu pada Zhan.

“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Zhan penasaran.

“Bukan apa-apa, sayang,” balas Yibo sambil tersenyum. “Sebaiknya kita langsung pulang saja, tadi Seungyeon meneleponku, katanya aku harus ke kantor, sepertinya ada sesuatu yang terjadi,” ucap Yibo, yang membuat wajah Zhan terlihat murung.

“Batal lagi, ‘kan,” batin Zhan. “Baiklah, antarkan aku pulang kalau begitu,” pinta Zhan.

“Senyumnya?” ucapan Yibo membuat Zhan mengernyit. “Tuan Muda Sayang, jangan melipat mukamu seperti itu. Tersenyumlah, kau terlihat manis saat tersenyum, dan itu membuat diriku jatuh cinta lagi dan lagi padamu,” rayu Yibo sambil menggenggam tangan Zhan kemudian beranjak dari tempatnya duduk, sakit di kepalanya sudah sedikit lebih baik, dia siap untuk mengantar sang kekasih kembali ke rumah. Zhan yang diperlakukan seperti itu, akhirnya tersenyum. Kemudian mereka pun beranjak menuju ke ke dalam mobil.

♥♥♥

Selamat membaca.

Jangan lupa tinggalkan jejak, ygy.

ヾ(❀╹◡╹)ノ゙❀~

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang