Pengepungan

4 1 2
                                    


"Berapa orang yang berjaga di perbatasan barat?"

"Lima orang, Bang."
"Yang di sebelah timur?"
"Lima juga, Bang."
"Selatan sama utara juga sama, Bang."
Eko menggangguk-anggukkan kepalanya mendengar jawaban anak buahnya lewat panggilan grup.
"Belum ada tanda-tanda dari orang yang fotonya gue kirim?"

"Belum, Bang!" Serempak mereka semua bersuara.

"Oke, lanjutkan tugas kalian!"

"Siap, Bang!"

Setelah semuanya berkata siap, Eko mematikan teleponnya. Dia menyandarkan punggung ke kursi lalu menaikkan kakinya ke atas meja. Tangannya terangkat ke atas, mengusap-usap kepala botaknya. Merasa suasananya sepi, dia mengambil ponsel dan menyetel lagu secara online. Alunan musik campursari Jawa menggema di ruangannya. Dia memejamkan mata dan hampir terlelap, tepat ketika ....

Brak!
Sontak mata Eko kembali terbuka. Dia segera berdiri karena kaget.
"Bo-Bos?"
"Memangnya kau pikir siapa?"?
Eko tidak berani menjawab. Dia diam sambil melangkah menjauhi kursinya. Dedy berhenti di depan meja, berbalik lalu melipat tangannya di depan dada. Dia menyandarkan pantatnya di sisi meja.
"Siapa yang bertugas di timur?"
"Ferdy, Bos."
"Antarkan saya ke sana."
"Ke perbatasan bagian timur, Bos?"
"Iya."
"Baik, siap Bos!"
Tanpa menunggu aba-aba lagi, Eko segera meraih kunci mobil di atas meja dan melesat keluar.

"Kenapa Bos mau pergi ke perbatasan timur ya? Apa dia tahu sesuatu, ya?" Eko bergumam sembari menuruni tangga menuju garasi.
"Ah, bodo amatlah! Kebanyakan nanya malah jadi masalah nanti," gumamnya sembari menggelengkan kepala. Sampai di parkiran, dia segera menghampiri sebuah SUV merah lalu menaiki dan menyalakannya.

Tidak berselang lama, Dedy berjalan menghampirinya. Dengan setelan jas berwarna hitam, kacamata senada dengan bingkai emas, tanpa topi, dan kalung rantai, dia berdiri menunggu di depan pintu keluar. Kedua tangannya yang sedari tadi berada dibalik saku celananya, perlahan terangkat ke atas kepalanya. Kemudian, dengan perlahan kedua telapak tangannya mengusap kepalanya yang mengkilap. Gerakannya itu membuat beberapa anak buah yang berdiri tidak jauh darinya meneguk ludah.

Yang mereka pahami, bila sang Bos sudah melakukan gerakan seperti itu, maka sebentar lagi pasti akan terjadi sebuah hal yang mengerikan. Dan mereka semua tahu, jika saat ini, fokus seluruh perhatian Bos mereka adalah sebuah CD yang dibawa oleh seorang kurir. Bahkan kehadiran sang pacar Bos yang baru saja keluar dari mobilnya tidak mampu mengalihkan perhatian si Bos.

"Sayang, kamu mau kemana?" Gadis cantik berwajah mirip bintang film Ikatan Cinta dengan pakaian yang luar biasa wow-nya berjalan dengan manja ke arah Dedy. Meski begitu, semua orang di sana menundukkan wajahnya. Tidak ada yang berani menatap gadis itu.

"Ada urusan yang harus kuselesaikan," jawab Dedy singkat.
"Urusan apa? Pasti masih tentang CD itu," gadis berambut kecokelatan itu memasang wajah sebal, "memangnya apa sih isinya? Kamu lebih mentingin CD itu daripada aku!" protesnya sambil menghentakkan kaki dan mengerucutkan bibirnya. Persis seperti bocah yang sedang merengek meminta perhatian.

Dedy membuka pintu mobil lalu masuk dan duduk.

"Tidak ada yang lebih penting dari CD itu." Mendengar kalimat Dedy barusan, gadis itu langsung berlari memutari mobil.

"Aku ikut," ujarnya sambil membuka pintu mobil dan duduk di samping Dedy.
"Jalan, Ko!" Perintahnya setelah menutup pintu mobil.
"Baik, Bos!"
Eko melajukan mobil SUV merah itu dengan kecepatan sedang, tetapi begitu mereka berada di jalan besar, dia segera memacu mobilnya lebih cepat.

"Sayang, kamu benar-benar tidak mau memberitahuku apa isi CD itu?"

"Tidak. Kalau sampai ada orang lain yang tahu isi CD itu, maka orang itu harus mati. Paham?"

Gadis itu merasa ngeri dengan penjelasan Dedy barusan. Dia terdiam tanpa kata dan hanya bisa menganggukkan kepalanya.
"Tapi kau tenanglah, aku tidak mungkin menyakiti wanita. Itu bukan gayaku."

"Ya, aku tahu dirimu. Itu sebabnya aku jatuh cinta padamu."

"Kau hanya ingin uangku, katakan saja! Semua wanita cantik sepertimu itu hanya butuh uang, ya, kan?"

Gadis itu tidak menampik, apa yang diucapkan Dedy memang benar adanya. Pria botak, kasar, kejam dan tidak romantis, mana mungkin dia bisa jatuh hati. Semua yang dilakukannya adalah karena uang, tentu saja. Tanpa uang dari Dedy, tidak mungkin dirinya bisa secantik artis begini.

Mata almonnya melirik Dedy. Tidak mau kehilangan pria beruang di sebelahnya, dia pun mengeluarkan jurus andalannya.

Cup!

Raut wajah Dedy seketika berubah. Dia menoleh ke arah gadis itu sambil melepas kacamatanya. Apa yang selanjutnya terjadi di antara mereka berdua di jok belakang adalah hal yang paling meresahkan di dunia terutama bagi jomlo macam Eko.
Mau tidak mau, Eko terpaksa harus mencengkeram erat setir mobilnya.

"Dasar Bos sialan!" makinya dalam hati.

Setelah menghabiskan hampir tiga jam perjalanan, mereka sampai di batas timur kota Jakarta.

Eko bisa bernapas lega saat mobilnya perlahan menepi lalu berhenti. Dia segera keluar dari belakang kemudi, tetapi tidak berani membuka pintu belakang. Dia hanya berdiri membelakangi pintu tersebut dan melihat sekeliling. Dari kejauhan, Ferdy berlari menghampirinya.

"Bos mana?" Alih-alih menjawab, Eko memberi isyarat dengan jempolnya. Ferdy menggelengkan kepala, tanda bahwa dia tidak mengerti isyarat yang diberikan Eko. Namun, setelah Eko menyatukan kedua telapak tangannya, dia pun menganggukkan kepala. Bahkan dia memutuskan mundur selangkah sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang botak.

Selang beberapa menit, pintu mobil terbuka. Dedy keluar sembari membetulkan ujung jasnya, sedangkan gadis itu masih tetap berada di dalam mobil tersebut. Melihat Dedy keluar, Ferdy dan dua orang di belakangnya menunduk demi menahan tawa mereka. Melihat ekspresi mereka, Eko segera berbalik. Dia mendapati hal yang membuatnya ingin memukul jidatnya sendiri. Dengan keberanian tinggi demi menjaga kehormatan bosnya, dia segera mendekati Dedy dan membisikkan sesuatu.

Seketika, raut wajah Dedy pun berubah.

Kurir On The Case Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang