•••
JAVAS tumbuh dan berkembang di sebuah keluarga yang harmonis juga berkecukupan secara finansial. Ia memiliki kakak laki-laki yang pengertian, dan orang tuanya senantiasa mendukung penuh cita-cita dan impian Javas menjadi sang petualang.
Namun, ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kebahagiaan tanpa celah. Dan bayaran yang harus Javas terima adalah ditinggalkan sebatang kara.
Malam itu adalah malam yang tak terduga bagi Javas Segara. Ia tidak akan pernah menyangka jika hari itu adalah hari terakhir bersama sang keluarga.
Makan malam masih terasa hangat. Javas ingat kalau saat itu ia bercerita banyak hal mengenai apa yang dilaluinya seharian. Bagaimana ketika ia baru saja diikutkan dalam kejuaraan basket antar sekolah, bagaimana ia memungut kucing di jalanan padahal ia sendiri alergi dengan bulu kucing, dan bagaimana ketika ia tersedak kuah mi karena melihat temannya jatuh dari kursi.
Kemudian anggota keluarga yang lain akan mendengar penuh antusias, kemudian memperingatkan Javas untuk lebih berhati-hati pada bulu kucing, hingga akhirnya menertawakan kebodohan yang Javas alami.
Namun, semuanya berada di luar kendali. Memporak-porandakan kebahagiaan yang baru disesap. Membakar seisi rumah yang dulunya hangat, merenggut yang terkasih juga meninggalkan trauma yang begitu berat.
DUARR!
Dari arah belakang terdengar suara ledakan, api dengan cepat menjalar ke seisi rumah. Meja makan yang kebetulan berada dekat dapur menjadi sasaran pertama.
Javas dan keluarganya terhempas karena ledakan yang entah berasal dari mana, hal itu jelas menggambarkan betapa dahsyatnya insiden yang mereka alami.
Beberapa saat kemudian, aroma gosong merangsak masuk ke penciuman Javas. Hawa di rumahnya menjadi panas, asap-asap mengepul dengan ganas. Namun, Javas hanya bisa tergolek lemas.
Samar-samar ketika Javas membuka mata, di antara kabutnya asap yang menghalangi pandangan, ia bisa menemukan ibunya terlempar ke bagian bawah meja, sang ayah berada di depan pintu kamar, sedangkan saudaranya berada tak jauh dari Javas. Semuanya tergolek tak berdaya. Merintih kesakitan.
Javas terbatuk-batuk, ia tersengal, semua tubuhnya hampir seperti mati rasa. Kemudian ia merasakan cairan merembes dari keningnya. Dalam waktu yang singkat itu, terbesit keras di pikiran Javas kalau ia ingin mengeluarkan keluarganya satu persatu. Namun, ia tidak punya tenaga apa-apa.
Api merembet cepat ke gorden jendela, membakar apa pun yang menjadi penghalangnya. Meja makan sudah terpecah belah, panas semakin terasa kuat.
Kemudian Javas mendengar sekumpulan orang berteriak, mencari-cari penghuni rumah pasca ledakan besar terjadi.
Seorang pria yang mengenakan rompi berwarna oranye dan gas mask pelan-pelan mengangkat tubuh Javas ke dalam gendongannya. Javas yang kala itu berumur sepuluh tahun, melirih, "Tolong selamatkan ayah, ibu dan kakakku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Evakuasi
Teen FictionIni tentang mereka bertujuh yang saling merengkuh. Dan tempat ini adalah bentuk sebuah pelarian. Pelarian dari dunia yang teramat keras. Keegoisan dan ekspektasi orang tua, harapan yang berserakan, gelora mimpi yang meredup, gelisah yang bercita-ci...