❍ Rai Sebastian

930 119 14
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

SEMUA orang punya mimpi, begitupula dengan Rai Sebastian yang akrab dipanggil Rai. Pemuda yang kini menginjak umur tujuh belas itu dulunya bermimpi menjadi figure skating.

Mimpinya tersebut bermula saat Rai menonton acara Olimpiade Musim Dingin yang ditayangkan di televisi, kala itu ia yang menginjak umur tujuh tahun begitu terpana dengan salah satu ajang olahraga yang dipertandingkan. Ice skating.

Pandangannya terpaku, bibirnya membola takjub, binar-binar mata Rai begitu antusias melihat bagaimana para atlet berselancar dan meliuk-liukkan tubuhnya di hamparan es. Sungguh, Rai mendadak tidak tertarik dengan olahraga selain ice skating.

Saat itu, Rai seakan telah menemukan cita-cita dan impiannya. Yakni, menjadi figur skating dan ingin mengikuti Olimpiade Musim Dingin mewakili negaranya, dengan antusias anak itu kemudian menghampiri papa dan mamanya di belakang halaman rumah.

Anak laki-laki itu berkata menggebu-gebu, ia berseru, "Rai ingin menjadi atlet ice skating!"

Sejenak, setelah mendengar penuturan yang keluar dari bibirnya anaknya, sepasang suami istri itu saling bertatapan. Rai pikir, orang tuanya akan mendukung penuh, lagipula ia akhirnya punya impian, kan? Namun, yang keluar dari bibir papa dan mamanya kala itu sontak memudarkan senyuman Rai.

"Rai, menjadi atlet ice skating itu keren. Tapi Papa pikir, akan lebih keren lagi kalau kamu menjadi pemain bola basket, bagaimana? Nanti Papa akan ikutkan kamu ke sebuah klub bola basket yang terbaik di kota ini."

Di samping papa, mama ikut menimpali. "Mama juga setuju, lagipula anak laki-laki sebaiknya mengikuti olahraga seperti sepak bola, badminton, atau bola basket. Ice skating itu tidak cocok buat kamu, Rai."

Rai mengernyit, kecewa dengan respon yang orang tuanya berikan. Lagipula apa salahnya menjadi atlet skating? Rai punya hak, kan? "Memangnya apa yang salah dengan ice skating?"

Mama menggeleng, kukuh dengan pendiriannya. "Pokoknya Mama tidak setuju kalau Rai ikut ice skating."

"Papa juga. Masih banyak ajang olahraga lain yang bisa kamu coba, Rai. Ubah impian kamu dan lebih baik ikut klub basket yang tadi papa janjikan."

Rai semakin tidak mengerti. Bagaimana bisa ia menjalani suatu kegiatan yang bahkan tidak menarik baginya? Lalu ia harus menjalankannya atas kemauan mereka? Bukannya ini hidup Rai?

Saat itu juga, Rai memilih pergi dari sana. Tidak menghiraukan mama dan papanya yang mengajak ia untuk kembali dan ikut merayakan acara panggang barbeque yang sering mereka lakukan saat akhir pekan tiba. Rai merajuk, ia memilih mengurung diri di kamar.

Anak itu merebahkan tubuhnya ke kasur, ia menghela napas berat. Pandangan Rai menerawang ke langit-langit kamar. Ia membayangkan betapa hebatnya jika ia bisa menjadi atlet skating, dan betapa kerennya jika ia mampu berputar-putar di atas hamparan es yang dingin lalu ketika selesai, ia akan dilemparkan berbagai macam boneka sebagai bentuk penghargaan. Rai tetap bertekad menjadi atlet skating, apa pun caranya.

EvakuasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang