Kita sama-sama tahu, salahku dimana, marahmu kenapa. Karena itu aku menemuimu lewat perantara, mengakui diriku salah dan meminta maaf. Mungkin kamu berpikir bahwa aku pecundang yang tak bisa apa-apa. Tapi maaf, kamu salah. Aku hanya takut bila kita berjumpa kamu akan bertambah marah.
Aku tahu, salahku pantas untuk di abaikan, diriku pantas kamu acuhkan. Tapi tidakkah sekali saja kamu ingin lihat penyesalan yang dalam ini atas semua apa yang aku lakukan? Salah yang ku perbuat, meninggalkan perih dan luka untuk hatiku yang selalu kamu bilang kuat. Sekarang, kesalahan ini hanya menjadi penyesalan. Tidak maukah amarahmu sedikit kamu luapkan? Luapkan pada diriku, mungkin dengan cara mencaci maki kebodohanku, atau apapun itu, silahkan lakukan. Agar kamu ingin lagi memeluk tubuhku yang selalu menerkam kerinduan bersamamu.
Bicaralah, biar aku tenang. Aku tahu kamu sudah jengah dengan kesalahan-kesalahan yang selalu aku lakukan. Tapi bukankah kamu sering bilang "Yang tulus tidak akan menahan nafasnya demi rasa lelah, ia akan bertahan". Masih kebagiankah aku atas rasa itu? Atau mungkin dirimu sudah berada di puncak kemarahanmu? Yaitu diam, memaafkan, lalu meninggalkan. Aku takut dan tidak mau itu, bicaralah!
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Lama
Não FicçãoDraf ini berisi kumpulan-kumpulan tulisan masa lalu gue yang gue upload di blogspot. Dan sepertinya ruangan itu sudah berdebu karena hampir saja gue lupa nama dan passwordnya makanya gue pindahin kesini aja biar aman.