PART 7. KEPUTUSAN Okta (END)

12.3K 307 18
                                    

Gue membuka mata gue perlahan. Rasanya seluruh badan gue sakit banget. Yang pertama kali gue lihat adalah sebuah langit-langit kamar berwarna putih. Gue berusaha untuk bangun dan duduk dengan tegap meski rasanya seluruh tulang gue mau copot.

Gue hanya diam saat menyadari ada orang lain bersama gue di sini. Irsyad. Dia terlihat sedang merapikan beberapa pakaian dan memasukannya kedalam lemari. Dia belum menyadari jika gue sudah sadar.

"Eheem..." gue berdehem sedikit, membuat Irsyad menolehkan kepalanya dan melihat ke arah gue. Senyumnya merekah di bibir ranumnya. Dengan santai ia berjalan ke arah gue.

Ia mengusap kepala gue dengan lembut, membuat gue sedikit terkejut. Ia duduk di pinggiran kasur yang sedang gue tiduri.

"Sudah sadar? Aku khawatir loh, kamu ga sadar selama tiga hari"

"Hah ?! tiga hari ?!"

"Iya, tapi Nenek udah ngobatin kamu sih, Nenek bilang kamu akan segera pulih dan sadar"

Gue menundukan kepala gue, apa yang terjadi ? gue pikir gue cuman kelelahan karena habis diperkosa empat orang dan gue bisa sampe pingsan selama tiga hari? Nenek gue pasti khawatir banget.

"Hmmm..Irsyad, terima kasih ya sudah menolong gue dan jagain gue selama tiga hari, tapi gue boleh pinjem telepon lu ga?, gue mau menghubungi Nenek gue"

"Oh, soal itu ga usah khawatir Okta. aku udah hubungin Nenek kamu kok, ya meski harus nanya dulu sama via sih, hehe"

"Hah? Mba via tau masalah ini? Lu cerita apa?"

"Ya, Nenek kamu emang khawatir sih pas tau kamu ga pulang gitu, terus via juga ada hubungi aku, dia bilang kalau ketemu kamu segera kabari, ya udah aku kabari aja via, dan ternyata Nenek aku itu temannya Nenekmu dulu. Nenek ku seorang tabib sih, dia bilang akan ngobatin dan jagain kamu, karena sepertinya kamu habis di keroyok sama banyak orang, dan Nenekmu mempercayakan kamu ke Nenek aku, gitu sih"

Gue sedikit meringis saat Irsyad bilang gue habis di keroyok, ya emang habis di keroyok, di keroyok empat kontol. Tapi kok kondisi gue separah ini sih ? rasanya badan gue lemas dan benar-benar ga kuat buat bangun.

"Emang kamu kenapa sih Okta?" gue mengernyitkan alis, mendengar Irsyad dari tadi menggunakan 'Aku-Kamu' bukan 'Gue-Elu' seperti saat di rumah gue, selain itu dia juga lebih lembut dan sangat perhatian.

"Gue...errrr"

"Yaudah gak apa-apa, kamu istirahat aja ya Okta, nanti aku kasih tau Nenek kalau kamu udah sadar" Irsyad tersenyum dan mengelus kembali kepala gue. Pipi gue memerah saat ia mengelus rambut gue.

Nyaman.

Cuman itu yang gue rasain, ntah kenapa rasanya gue sangat menyukai Irsyad yang lembut dan jantan seperti ini. Benar-benar menjaga dan melindungi gue. Irsyad segera pergi meninggalkan gue sendiri didalam kamar.

Gue mengedarkan pandangan gue. Kamar ini tidak terlalu luas, cat nya berwarna putih, hanya ada lemari, kasur dan meja kecil disamping kasur. Lemari menghadap tepat kedepan ranjang, membuat memunggungi ranjang jika ingin membukanya, seperti Irsyad tadi.

Selain hanya barang-barang sederhana, di samping kanan ranjang ini ada sebuah jendela. Gue segera mendekatinya dan membuka jendela tersebut. Oh, ternyata ini dilantai dua dan lihatlah pemandangan diluar.

Ini bukan di Jakarta! Tunggu dimana ini ? di luar terlihat pegunungan dan hamparan kebun teh, kabut terlihat menyelimutinya, selain itu suara kicauan burung dan serangga lainnya terdengar sangat jelas.

Benar-benar berbeda dengan suasana di Jakarta. Krieett.. Gue menoleh ke arah pintu karena mendengar suara pintu yang di buka. Masuklah seorang Nenek tua dengan tongkat di tangannya. Rambut Nenek itu masih sangat lebat walaupun sudah berwarna putih. Ia mengenakan sebuah dress panjang dengan kain terlampir di pundaknya.

Pelet Anus Side Story : OktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang