3. Adik?

5.6K 634 21
                                    

Selain memotretnya diam-diam, Jelen juga terus nengikuti Shen kemanapun dia melangkah.

Kembali ke kejadian beberapa saat yang lalu...

"Lancang," desis Shen dengan suara serak, khas baru bangun tidur.

Jelen tergagap. Caranya memegang ponsel kini terlihat gugup. Apalagi disertai tatapan tajam permusuhan yang dilayangkan oleh Shen.

Bukannya takut, Jelen malah merasa dejavu. Tatapan Shen sama seperti adiknya dulu. Sorot dingin dan tak mau diganggu yang justru mengundang orang lain untuk terus membuatnya marah. Marahnya Sean adalah sesuatu yang lucu.

Dan apa boleh Jelen mengatakan hal yang sama pada Shen?

Shen lucu.

"Berhenti ngikutin gue," peringat Shen. Dia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu perpustakaan.

Jelen menatap sekelilingnya. "Lo ngapain ke tempat kayak gini?"

"Apa ini nggak terlihat kayak perpustakaan buat lo?" balas Shen, bertanya sinis. "Terus menurut lo ngapain gue di sini?"

Jelen menatap Shen lamat. Tampak memikirkan sesuatu.

"Gue bakal nyusul ntar," kata Jelen tiba-tiba.

Kemudian laki-laki angkatan terakhir di SMA itu berlari menuju arah yang berbeda dengan tempat yang hendak Shen masuki. Shen menatap kepergian Jelen dengan datar, mengedikkan bahu lalu masuk ke dalam perpustakaan dan duduk di pojok ruangan. Tertidur lelap. Melanjutkan apa yang terjeda di rooftop.

| 3. Adik? |

Jelen bukan orang sabar yang hobinya menunggu apalagi sampai menghabiskan waktunya untuk hal-hal membosankan yang tidak dia sukai.

Tapi menunggu Shen yang sedang pulas ditemani beberapa bungkus roti dan susu serta makanan lain yang berserakan di atas meja agaknya mulai menjadi kesenangan tersendiri baginya. Mengingat Shen tidak makan apapun di istirahat kedua ini, Jelen berinisiatif membelikan makanan dan membawanya ke perpustakaan, walau tadi jelas dimarahi Bu Fita, Jelen bisa lolos lantaran berjanji akan menjagakan ruang perpustakaan selama Bu Fita isoma.

Ini membosankan namun juga menyenangkan di saat yang sama.

Apa karena kejadian ini yang paling mengingatkannya pada Sean?

Entahlah. Dulu Jelen sering menemani Sean saat tidur dan lantaran Jelen insomnia, dia hanya akan menatap lamat rupa sang adik sampai tahu-tahu dia ikut tertidur.

Tapi apa ini sama?

"Sean," bisik Jelen, lirih.

"Abang kangen," gumamnya.

Dan lagi. Jelen tidak tahu kenapa jantungnya bisa sesesak ini tiap kali melihat sosok Shen benar-benar jiplakan adiknya.

Rupa anak itu.

Mulai dari pahatan wajahnya, alis tebalnya yang tajam, rahang tegas yang kentara, hidung mancung sepaket dengan tatapan tajam nan angkuh, proporsi tubuh jangkungnya dan gayanya yang selalu menatap apapun seolah ia terganggu, semuanya benar-benar mengingatkannya pada Sean.

NAVILLERA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang