21. Frame

3.1K 320 7
                                    

"Sean wa doko ni arimasuka." (Loh, Sean dimana?)

"Dare? Ah, kodomo wa ganko." (Siapa? Oh, si anak keras kepala)

Hiro dan Leo saling mengedipkan mata, memberi kode. Ada perubahan tata letak sofa di ruang inap Sean. Posisinya yang semula mepet tembok, sekarang memiliki celah. Dan ada sepasang kaki tak sengaja terlihat saat Leo melirik ke arah sana. Sean di tempat persembunyiannya sibuk menggerutu.

"Byoin ni sawaganai de kudasai!" kata Sean dengan nada berat dibuat-buat. Seolah bukan dirinya yang bersuara. (Nggak boleh berisik di rumah sakit!)

"Ah, sumimasen," jawab Hiro, cepat. (Ah, maaf)

Jelen dan Saena sudah kompak cekikikan di dekat pintu. Tidak disangka si anak ‘enam’ tahun itu marah gegara seluruh anggota keluarganya meninggalkannya yang masih tertidur pulas.

Ada saja yang mereka kerjakan: Jelen yang harus bersiap ke sekolah--ujung-ujungnya kembali ke rumah sakit hanya untuk pamitan, Arai yang juga melakukan hal sama karena jadwal kuliah pagi, Saena yang ke kantin rumah sakit, dan Leo yang sejak semalam memang tidak datang. Ada pekerjaan mendesak, katanya.

Kesemuanya tidak ada yang menemani Sean saat anak itu bangun. Membuatnya merajuk.

"Ano, shitsurei shimasu," kata Leo formal, ditujukannya pada Sean yang masih menekuk lutut di balik sofa: seolah dia tidak melihat keberadaan Sean dan malah bertanya pada orang asing. Tangan Sean bergerak menarik tali infus, tampak di mata semua orang yang ada di sana. Mati-matian mereka menahan tawa. (Anu, permisi)

"Sean, watashi no neko--" belum sempat Leo menyelesaikan ucapannya, tawa Jelen sudah menyembur. Juga senyum gemas Raka dan Hiro--ayah anak yang masih bisa menahan diri untuk tidak tertawa. (Sean, kucing saya--)

"Pffttt!"

"Kucing versi buas," imbuh Raka, menambahi.

Leo juga terpancing untuk tertawa saat melihat kepala Sean langsung tegak dan terlihat dari balik sofa begitu kata kucing selesai diucapkan. Meski hanya tampak rambutnya saja, apa yang dilakukan Sean tetap saja begitu menarik bagi mereka.

"Watashi no neko o mimasen deshitaka." (Apa Anda melihat kucing saya?)

Seketika, kepala Sean menyembul sepenuhnya dari sandaran sofa, menampilkan wajahnya yang cemberut. Ditekuk kusut.

"Jadi Sean yang dimaksud itu kucing buas apa anak yang keras kepala?" decaknya, sinis.

Sean mendapatkan tawa sebagai jawabannya.

| 21. Frame |

Dari sekian banyaknya alat elektronik, Jelen paling suka kamera. Paling sering, sih, kamera Lomonya yang selalu dia bawa meski kadangkala tidak pernah dia keluarkan dari tasnya.

Kalau ada yang tanya apa barang bawaan Jelen tiap ke sekolah, jawaban paling membanggakan yang akan Jelen berikan adalah si Lomo. Alih-alih buku setebal dompet Leo atau android berisi aplikasi belajar yang settingnya seterang pencerahan dari Saena--bagi Jelen, aplikasi belajar tidak efisien, tugas guru apa kalau begitu?--Jelen lebih suka mengeluarkan kameranya. Itupun kalau dia memang mau mengeluarkannya.

Jelen suka memotret apapun yang berkaitan dengan keluarganya yang sempurna. Keluarganya juga bahagia. Utuh. Kecuali menilik lima tahun kebelakang.

Jelen dengan semua keberuntungannya.
Itu bagi kebanyakan orang.

Sementara bagi Raka, Jelen adalah satu dari sepuluh orang bodoh yang bingung mencari cara untuk memenuhi kekosongan dalam dirinya sendiri. Satu dari seratus orang yang tersesat karena kehilangan seseorang yang berharga baginya. Satu dari seribu orang yang beruntung bisa menemukan apa yang sebelumnya pernah hilang darinya.

NAVILLERA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang