16. Past Moving Fast

3.2K 397 1
                                    

Sean berlari, memaksa kakinya yang sudah berdarah-darah penuh luka, memacunya cepat meninggalkan sekelompok orang yang sudah dua hari ini mengurung dan menyiksanya. Sekujur tubuhnya tak terperi perihnya, bekas cambuk dan pukulan, serta tendangan menyisakan rasa sakit sampai ke tulang-tulang. Selama dua hari ini, dia hanya diberi makan berupa sepotong roti keras setiap pagi. Roti yang sebelumnya selalu sempat diludahi oleh para penculik sebelum mereka memaksa Sean untuk memakannya.

Roti itu selalu dibumbui serbuk heroin. Sean dicekoki habis-habisan.

Dipaksa menelan sesuatu yang begitu asing untuknya.

Dan mereka selalu tertawa-tawa. Seakan melihat kebahagiaan yang terpancar dari ketidakberdayaan Sean. Dua hari diikat dan disiksa, Sean nyaris memikirkan bagaimana rasa kematian itu. Juga apa yang terjadi setelah dia mati. Lalu kenapa keluarganya tidak kunjung menemukannya. Daddy, Mommy, Arai, Jelen, dan Raka beserta Oji-sama yang selalu memanjakannya: mereka menghabiskan waktu terlalu lama untuk menyelamatkannya.
Sean takut dirinya tidak mampu bertahan lebih lama.

Seperti kali ini pun, dia takut tidak bisa terus berlari. Haus, lapar, frustasi, ketakutan, dan bayang-bayang penculikkan yang begitu mengerikan tampil silih berganti menghapus wajah Leo, Saena, dan yang lain.

Bruk!

Sean tersungkur di tanah yang basah oleh air hujan.

“Tertangkap!” desis salah seorang penculik yang mencengkeram kakinya dengan kuat.

Sean meringis. “TOLONG! TOLONG! MOMMY!”

“BERISIK!” bentak yang lain. “Bungkam dia!”

Mulut Sean disumpal kain bau. Dia berontak, berniat kembali melarikan diri. Tetapi salah seorang penculik menariknya paksa agar berdiri dan seorang lagi langsung menarik kakinya. Pergelangan kaki kanan Sean dipelintir, diputar sampai terdengar bunyi tulang saling bersinggungan.

Kreek!

Sean berteriak kesakitan. Sayang, suaranya teredam. Rasa sakit makin menjadi. Bulir keringat dingin menetes membasahi sekujur tubuhnya, akibat segala sensasi penyiksaan yang dia alami, Sean terisak-isak.

Tubuhnya dibawa kembali ke rumah di tengah  hutan yang menjadi tempatnya disekap.

| 16. Past Moving Fast |

Air mata melesak perlahan dari sudut mata Shen. Membuat Jelen dan Raka yang masih menemaninya sampai kaget melihat itu.

“Shen… nangis?”

Raka beranjak dari duduknya, segera mengusap air mata yang tumpah berderai. “Lo mimpi apa Shen?” gumamnya.

“Alam bawah sadar Shen,” sangkal Jelen, sok tahu.

“Sama aja!” ketus Raka. “Ujung-ujungnya pasti tentang Shen lagi keinget sesuatu.”

“Sok tau!” balas Jelen, tak kalah sewot.

Perdebatan Raka yang dingin dan Jelen yang menyebalkan. Entah Shen terusik atau tidak.

•••

“Dad?

“Hm?”

Shen melihat interaksi dua pria beda generasi sedang duduk bersama di sebuah ruangan kerja. Si pria kecil duduk di atas paha ayahnya, ikut serta menatap layar komputer yang menyala.

“Daddy lagi apa?” celotehan yang terdengar dari bibir mungil itu begitu halus didengar. “Loh, itu ada Om Dika.”

Jarinya yang mungil menunjuk eksistensi wajah yang tampak di layar, sosok yang dia maksud mengangguk sopan.

NAVILLERA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang