Bab 1 : Mahasiswa Baru

602 17 0
                                    

Sudah hampir setengah jam Dania duduk di halte bus. Bukan karena bus yang ia tunggu tak kunjung datang atau transportasi umum lain tak kunjung lewat, tapi ia ingin menenangkan diri sejenak. Pulang memang tenang, ia tinggal sendiri di apartemennya. Tapi ia kadang merasa sendiri di apartemennya juga bukan pilihan yang baik. Karena semakin ia sendirian semakin ia sadar ia butuh kehadiran Teguh di sisinya agar ia tidak kesepian. Dan sudah hampir sejak selama itu pula pria muda itu duduk di sampingnya sambil melihat peta jalur transportasi umum di tangannya. Mengurutkannya dari tadi seperti sedang menyusun puzzle.

"Permisi, maaf. Apa kau tau dari stasiun mana aku bisa pergi ke Universitas Paramadina?" tanya Dimas pada Dania setelah pusing mencari rutenya.

"Ah kau mahasiswa baru ya?" tebak Dania yang langsung di angguki Dimas dengan cepat sambil tersenyum sumringah. "Aku alumni di sana... " Dania mulai menjelaskan rute mana saja yang bisa di lalui Dimas.

"Wah... Aku harus banyak mengingat rutenya," ucap Dimas setelah mendengar penjelasan Dania. "Oh iya kalau dari sini ke stasiun lewat mana?" tanya Dimas lagi.

"Kau mau ke stasiun? Kebetulan aku juga mau kesana."

"Wah kebetulan sekali! Terimakasih banyak nona. Maaf aku jadi merepotkanmu."

"Dania, namaku Dania. Tidak masalah, lagi pula aku juga senggang. Memang sejalur."

"Aku Dimas." Dimas ikut memperkenalkan diri lalu menatap pemandangan di luar bus, membiarkan Dania yang masih memandanginya.

Lumayan ganteng, sopan, agak kekanak-kanakan tapi wajar lagi pula ia baru lulus SMA, ah seleraku sekali. Andai saja dia lebih tua dariku. Batin Dania sambil memandangi Dimas sebelum ia ikut memandangi jalanan seperti yang Dimas lakukan.

"Kau mau pergi kemana?" tanya Dania yang tak melihat barang bawaan Dimas selain tas selempang kecilnya.

"Jalan-jalan ke universitas saja, kata ibuku aku perlu jalan-jalan agar tidak tersesat saat ospek nanti. Jadi aku jalan-jalan dulu. Memetakan lokasi istilah kerennya!" jawab Dimas sambil cengar-cengir ceria.

Dania ikut tersenyum karena menatap Dimas yang ceria.

"Susah cari kakak tingkat atau orang yang tau soal kampusku. Di tempatku hampir tidak ada yang kuliah di sana," ucap Dimas memelas sambil menghela nafas berat.

"Em begitu, kau mengambil jurusan apa di sana?" tanya Dania.

"Manajemen Bisnis."

"Wah, kebetulan sekali aku juga."

Dimas kembali terlihat sumringah lalu buru-buru mengeluarkan ponselnya dan menyodorkan pada Dania. "Boleh aku minta nomormu? Aku ingin banyak bertanya soal kampus padamu." Todong Dimas sambil mendekatkan wajah juga ponselnya pada Dania.

Dania terdiam memandangi wajah Dimas yang tampak makin tampan saat mendekat padanya seperti ini. Dania terpesona pada tatapan polos tak berdosa Dimas. Rasanya jantungnya mau copot di hadapkan pada mahluk manis ciptaan Tuhan di hadapannya itu.

"Boleh ya..." Dimas sedikit merengek.

Dania mengangguk kikuk lalu mengambil ponsel Dimas dan memberikan nomor telfonnya.

"Oh iya kak Diana habis ini mau kemana?" tanya Dimas antusias setelah mengirim pesan singkat ke ponsel Dania agar bisa saling menyimpan kontak masing-masing.

"Mau belanja sebentar."

"Boleh ku temani? Aku masih ingin mengobrol."

Dania mengangguk ragu. Tapi ia tak mau ambil pusing. Ia sudah 25 tahun dan ia sudah lama tinggal di kota. Tidak mungkin bertemu pendatang dan masih muda seperti Dimas akan mencelakainya.

"Oke aku jadi tau kemana kalau mau belanja juga sekarang!" seru Dimas antusias.

●●●

Dania mulai memilih belanjaannya sambil di temani Dimas yang mendorong trolinya. Dania mulai sedikit berkhayal seandainya ia bisa seperti ini juga dengan Teguh. Seandainya ia menjalin hubungannya yang normal. Pasti menyenangkan, lebih leluasa dan tidak seperti sekarang yang harus serba rahasia.

"Ngomong-ngomong kak Dania kenapa sendirian? Suaminya mana?" tanya Dimas setelah lama diam.

"Aku belum menikah... " jawab Dania lembut sambil meletakkan belanjaannya dan menatap Dimas yang sedari tadi memperhatikannya. Bagaimana bisa ku sebut suami, kekasih saja bukan. Batin Dania miris.

"Begitu ya, kekasih?" tanya Dimas lagi.

Dania mengerutkan keningnya lalu tersenyum sambil menggeleng menjawab pertanyaan Dimas. "Ngomong-ngomong kenapa kamu tadi bisa ada di sekitar perusahaan?" tanya Dania.

Dimas tersenyum mendengar pertanyaan Dania. "Ayahku kerja di sana. Tadi aku di minta mengantarkan barangnya. Jarang sekali ayahku minta tolong, jadi aku langsung datang ke sana. Sekalian jalan-jalan kayak gini."

"Ayahmu?" Dania sedikit kaget mendengar jawaban Dimas. Pikirannya langsung berusaha mengingat data karyawan di perusahaan yang terasa mustahil mengingat 3000 lebih data di sana.

Dimas mengangguk. "Hari ini ayahku lembur."

"S-siapa nama ayahmu?" tanya Dania kikuk.

"Teguh Pranoto."

Bagai di sambar petir Dania kaget bukan main. Ia sudah bertemu dengan putra tungga dari bosnya. Pria yang selama ini ia temani tidur. Tapi Dania menolak untuk meyakini bila Teguh Pranoto yang Dimas maksud adalah Teguh Pranoto yang sama dalam pikirannya.

"Kau mengenalnya?" tanya Dimas karena Dania hanya diam membisu setelah ia menyebut nama ayahnya.

"I-iya... " jawab Dania kikuk. "M-maksudku tidak! Aku tidak mengenalnya, sama sekali tidak mengenalnya. Tadi aku bilang iya karena kau mengajakku bicara. Hehehe... " ralat Dania cepat-cepat sampai ia jadi mengatakan sesuatu yang tidak perlu. "A-aku baru bekerja di sana..." dusta Dania. Aduh! Kenapa aku harus bohong?! Kesal Dania dalam hati merutuki kesalahannya. Lagi pula dia tidak kenal aku, untuk apa pula aku bohong! Dania masih saja merutuki ucapannya tadi.

"Hahaha yasudah tidak apa-apa namanya memang pasaran..." ucap Dimas santai lalu kembali menemani Dania yang bergelut dengan pikirannya sendiri.

The Revenge ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang