Antara kita dan mereka tergambar sebuah garis pembatas, yang berawal dengan sebuah kalimat sederhana "aku lebih baik dari dia", antara kita dan mereka terdapat tembok penghalang yang dulunya hanyalah sebatas "aku dari api dan dia dari tanah", namun diantara kita dan mereka ada sebuah perbedaan yang nyata. Kita diberi kesempatan untuk menjadi lebih baik dari kita hari ini, diberikan ampunan selalu oleh Ia Yang Maha Sempurna, namun yang harus kita sadari adalah garis itu membatasi kita dan mereka dan bukan membatasi antara aku dan kamu, karena kita semua seperti ujung sisir dihadapan Sang Maha Pencipta, sama rata.
Siapakah kita? hingga saat ini banyak dari kita bertindak seakan hidup tak akan pernah terlepas dari raga, siapakah kita? Hingga tak sedikit dari kita memilih untuk menerima kenyataan bahwa kita adalah makhluk ciptaan namun sulit bagi kita menerima kenyataan bahwa kita hanyalah seorang budak yang memiliki seorang Tuan, budak yang semakin hari tanpa terasa semakin ia jauh dari apa yang diperingatkan oleh Tuannya, jauh dari apa yang Allah SWT tuliskan di dalam kitab- Nya sebagai pedoman bagi kita dalam menjalani sulit dan liciknya godaan kehidupan, berkondisikan hampir sama persis dengan orang- orang kafir terdahulu, saat ini pun kita mampu menerima kenyataan bahwa kita adalah seorang mahkluk ciptaan karena dengan begitu kita berfikir bahwa kita tidak memiliki kewajiban apapun dan tidak berhutang apapun pada Sang Pencipta, namun sulit bagi kita menerima kenyataan bahwa kita hanyalah seorang budak karena kita tahu bila kita menerima kondisi sebagai budak maka kita harus tunduk patuh pada apapun yang menjadi kewajiban dan tugas kita selama kita hidup and party's over! Dan sedikit dari kita yang dapat hidup dengan menerima kenyataan itu, terlalu sombong sehingga gagal untuk menyadari bahwa Tuan kita adalah Sang Pencipta yang menciptakan kita sebagai budak-Nya, Allah SWT Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, maka sudah sepantasnya untuk dikatakan bahwa kita berhutang segalanya kepada Tuan sekaligus Tuhan kita Allah SWT.
Dan mereka? Mereka adalah kesalahan pertama, mereka adalah permulaan kesombongan menampakkan diri dihadapan Ia Yang Maha Memiliki, mereka yang bersumpah menyesatkan kita dengan menghapus garis pembatas itu, merobohkan tembok penghalang antara kita dan mereka bata demi bata sehingga mereka bisa membawa kita untuk menjadi penghuni tetap istananya ditengah kobaran api hitam yang tak akan padam, menyuarakan dengan lantang "kebebasan" di hati dan kepala kita untuk memburamkan pandangan kita untuk menyadari bahwa sebenarnya kita sedang berbaris untuk kemudian ikut terjun bersama sebagai pengikutnya, dan segunung dosa mengejutkan kita hingga melonjak jantung keatas kerongkongan ketika kita berdiri malu dihadapan Sang Pencipta kelak ketika kita dihidupkan,
"Pada hari ditampakkan segala rahasia" [Q.S 86:9]
Buku ini bukan soal mereka tapi soal kita, buku ini bukan cerita melainkan fakta dari apa yang saya lihat lewat mata kepala, buku ini bukan pelajaran tapi penggambaran atas dampak besar sumpah terkutuk yang sudah meresap kedalam darah kita hari ini. Kita adalah kami dan kamu, kami yang sudah lahir lebih dulu sebelum kamu, kami yang mungkin sudah sedikit waktunya untuk memperbaiki kesalahan, tapi kamu adalah sebuah harapan, sebuah bentuk cita-cita kami dalam membentuk masa depan yang lebih baik karena di pundak dan di tanganmu lah kami letakkan harapan kami untuk menciptakan suasana dunia yang lebih baik. Chapter ini adalah sebuah harapan kami atas dirimu. Maka kami mohon perhatikan, bukan perhatikan kami tapi perhatikan sekelilingmu.
Perhatikanlah bukti dari sebuah janji, janji dari mereka yang hidup didalam gelapnya api, janji tertua untuk menjerumuskan manusia ke jalan keburukan, janji yang kini sudah terbukti melalui biasnya garis batas antara kita dan mereka, janji yang dibuktikan oleh sikap dan perilaku buruk kita sendiri, mereka hanya menghasut dan menyisipkan jalan pintas dalam pilihan-pilihan kehidupan kita namun kita yang harusnya bisa mengendalikan diri dan berpikir dengan kesadaran penuh dalam menentukan pilihan yang ada di depan mata kita.
Perlu kita sadari bahwa banyak dari kita sudah berjalan terlalu jauh dari garis yang membatasi kita dan mereka, dan membiarkan mereka memasuki dan melewati garis yang dulu digambar oleh orang-orang sebelum kita, garis yang kini sudah pudar diinjak-injak oleh mereka atas seizin kita demi memuaskan nafsu yang semakin dalam, kita bukanlah mereka, harusnya kita semua menyadari itu, dan seharusnya kita mampu untuk menjadi umat yang mahir dalam pengendalian diri atas hawa nafsu sebagaimana kita pelajari dan kita ambil dari pribadi terbaik sepanjang masa Rasulullah SAW, bukan malah membiarkan mereka melewati garis batas moralitas kita, menginjak-injaknya hingga tak berbekas, hanya untuk kemudian membawa kita keluar dari garis yang kita gambar sendiri, itu konyol!
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerimis Hitam Merah
Non-FictionTulisan ini hanyalah pencurahan atas sudut pandang penulis terhadap kehidupan dan dampak atas perkembangan zaman terhadap kualitas moral, tidak ada sedikitpun maksud dan niat untuk merendahkan, mendiskriminasi, ataupun mensalah artikan siapapun atau...