Telah bias batas antara kita dan binatang, telah pudar ketetapan kita terhadap apa yang benar dan apa yang salah namun pertanyaan utamanya adalah kemanakah garis batas yang tadinya terlihat begitu nyata? Garis yang digambarkan oleh sosok yang begitu kuat dan dicintai yaitu Nabi kita Muhammad Rasulullah SAW. Kemanakah garis batas itu? Apakah hanya karena kita tidak pernah melihat Rasulullah SAW lantas garis yang dibuat olehnya berubah drastis dan hanya menjadi sebuah budaya dan tradisi? Itukah tujuan Allah SWT mengutus Rasul-Nya, Manusia terbaik sepanjang masa, untuk memberikan tradisi?
Maka tataplah mata remaja perempuan yang "ternodai" diiringi jeritan seorang ayah dihadapan publik bahwa apa yang terjadi pada anaknya adalah kejahatan yang begitu keji sementara tertunduk kepala seorang pemuda dengan kondisi setengah babak belur bergandengan tangan dengan anak gadis sang ayah yang sudah bias status sosialnya. Air mata menetes dari keduanya, namun hati sang ayah perih tak tertahankan membuatnya hampir kehilangan akal.
Sekarang kita lihat secara mendalam, apakah bingkai cerita tersebut murni kesalahan kedua remaja itu? Ataukah kita semua sebagai makhluk yang sempurna, umat dari pemimpin terbaik yang telah berevolusi menjadi manusia setengah sadar? Kembali sebagai pengingat, saya mengingatkan bahwa serangan terbaik adalah serangan yang tak terlihat. Hari ini disekitar kita, apakah anak – anak kita terlindungi dengan pakaian yang pantas? Terbalut dengan rapi dan terhormat sebagaimana kita menginginkan mereka dihormati oleh orang lain? Ataukah kita membiasakan mereka keluar saat matahari hampir tenggelam dan pulang ketika rembulan bersinar terang karena luput sepenuhnya dari cahaya sore? Dan pertanyaan yang kita ajukan hanyalah " habis dari mana? Udah makan?." sementara seharian anak gadis itu kekurangan bahan bukan makanan, kekurangan perlindungan bukan pertanyaan?. Uugghh.. perih memang. Saya memohon maaf dari hati tapi bukankah opini itu terdengar lebih baik dari jeritan sang ayah dalam bingkai cerita diatas?. Dan karena chapter ini saya dedikasikan untuk generasi muda sebaya, mari kita buka dengan sebuah penggambaran dan kalimat pamungkas abad 20 "mau gak kamu jadi pacar aku?".
Bohong tapi manis
"mau gak kamu jadi pacar aku?". Tanyaku, yang kau jawab "mau" atau "kita jalanin dulu aja" atau "boleh". Dan kujawab "Annjaaayyyyy "
"Aku cinta kamu", mungkin hari ini terdengar klise tapi hanya itu kata yang menggambarkan euforia warna warni hatiku saat ini, aku tak tahu dan tak mau tahu berapa lama perasaan jatuh ini akan bertahan yang kutahu aku berada diatas roller coaster dan duniaku berputar. Langit terasa dekat seakan lembutnya awan memeluk bahagia hingga lekat tak bisa pergi dari hati ini. Namun sadarkah kau mengapa kalimat itu terasa klise? Karena bukan tempatku, bukan milikku dan bukan hakku untuk mengatakanya. Tapi tunggu. !! untuk kamu akan kuganti kata "bukan" dengan "belum" karena aku berharap kamu-lah yang ada disana tetap ketika euforia ini berubah kelabu dalam perdebatan pertama kita soal "mau makan dimana kita malam ini?" perdebatan yang hampir konyol ketika disandingkan dengan keadaan 2 orang yang terikat putih suci janji setia dihadapan Yang Maha Kuasa, yang beradu pandang satu sama lain dengan tatapan yang mengerutkan hati dan sang istri bertanya."akan makankah kita malam ini?". pacarku, aku yakin kamu akan bertahan ditengah pertarungan kita yang baru, seru namun dungu. Namun apakah engkau akan bertahan ditengah kesulitan kita kelak? Jangan kau jawab!. Pertanyaan itu hanyalah retorikal karena aku tahu bukan dirimu... melainkan harapanmu yang bicara, sok tau? Bukan, aku jelas tau karena akupun begitu. Mari jujur satu sama lain, apakah kau mengenalku dan apa aku mengenalmu cukup baik untuk dapat memutuskan bahwa kau siap hidup bersamaku hingga kelak Izrail datang? Karena yang aku tau tentang dirimu hanyalah apa yang kau katakan padaku selain itu nihil. Lantas haruskah kuhabiskan sisa hidupku berdasarkan jawaban yang berasal hanya dari harapan? sementara aku dan kamu tau bahwa ketika harapan berada dipuncak hati maka langkah bergerak tak tahu diri. Otak bekerja bak kerja rodi. Berusaha setengah mati mendapatkan apa yang diharapkan, itulah manusia, maka katakan padaku dimanakah kejujuran jika jawabanmu bukan berasal dari matangnya sebuah pemikiran? Pacarku, aku lelaki dan kau berada diurutan 1 daftar yang Allah SWT buat atas kesukaanku di dunia. Maka jangan biarkan aku rusak kehidupan kita setelah Ia Yang Maha Sempurna berikan peringatanya untuk kita dan jika waktu bisa terulang maka akan kulakukan setiap hari yang telah kita jalani kemarin dengan berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerimis Hitam Merah
Non-FictionTulisan ini hanyalah pencurahan atas sudut pandang penulis terhadap kehidupan dan dampak atas perkembangan zaman terhadap kualitas moral, tidak ada sedikitpun maksud dan niat untuk merendahkan, mendiskriminasi, ataupun mensalah artikan siapapun atau...