Bab III

1K 29 0
                                    

Sepanjang perjalanan Agam hanya diam, membuat Shana merasa bersalah, dia memang tak pernah menceritakan tentang Agam pada Mama nya atau keluarganya.

Dia merasa belum menemukan kenyamanan jika bercerita mengenai hubungan percintaannya.

Motor Agam sudah berhenti, Shana melepas jaket dan memberikannya pada Agam.

" makasih jaketnya "

" hhmmm " gumam Agam masih dengan muka kusemnya.

" Kak Agam masih marah sama aku ?"

" masuk sana, katanya mau ngerjain tugas. Dan makasih juga sudah mau repot-repot nganter TEMEN nya makan " ujar Agam dengan menekankan kata temen.

" yaudah. Aku masuk dulu. Kak Agam hati-hati dijalan " setelah mengatakan itu Shana masuk kedalam, dan mulai menutup pintu gerbang kostannya.

Dia sebenarnya ingin membujuk Agam, namun panggilan tugas yang masih belum dikerjakannya setengah membuatnya cemas, Shana berjalan cepat menuju kamarnya, sedangkan Agam masih mengamati gerak gadis itu sampai masuk kedalam kamarnya.

Agam menghela nafas keras, emosi nya memang sulit terkontrol jika menyangkut tentang gadis itu, dulu bahkan Agam tak kenal yang namanya merajuk karena memang sedari kecil dia selalu mendapatkan apapun yang dia mau. Namun gadis itu berbeda, Agam menyugar rambutnya kesal, kenapa sih Shana tidak seperti gadis lainnya yang selalu mencoba menarik perhatiannya, kenapa gadis itu seolah acuh tak acuh padanya dan juga hubungan mereka.

°°°°°°°

Agam memilih pulang kerumah, kerumah kedua orangtuanya.

" Agam pulaang " teriak Agam, dan disambut dengan pelukan hangat Bundanya.

" tumben pulang, biasanya setiap akhir pekan baru pulang "

" Agam lagi pusing " decak Agam sambil melempar tasnya ke sofa kosong disebelahnya.

Ayah dan kakak perempuannya datang.

" kenapa Dek ?" Tanya Kak Rania, kakak perempuan satu-satunya Agam yang sekarang sudah bekerja di perusahaan mereka setelah lulus kuliah.

Agam diam tak menjawab hingga Rania melempar bantal kearah mukanya.

" kamu kenapa Gam ?" Tanya Ayah juga yang sekarang sudah duduk di sofa.

Agam masih diam, kehilangan tenaga untuk menjawab.

" nggak sopan. Ditanya orang tua diem aja " sebal Rania menatap adik satu-satunya yang manja.

Agam hanya melirik sebal

Bunda kembali dari dapur, membawa sebuah piring.

" kebetulan kamu pulang, Bunda habis selesai buat brownies coklat, kamu mau ?"

Agam mengangguk, meski dia sudah makan malam tadi, tapi tak enak jika menolak pemberian Bunda, apalagi Bunda sedang giat-giatnya belajar baking.

Agam mencoba dan melahap satu potongan besar sekaligus.

" gimana Gam, enak nggak ? Ada yang kurang nggak rasanya ?" Tanya Bunda

" enak. Tapi masih enakan bikinan Shana, Shana tuh pinter kalau buat jajanan manis gini Bun, rasanya pas dan enak " terang Agam sambil memakan satu potong lagi, sedangkan Ayah, Bunda dan Rania menatap Agam seksama, apalagi nama Shana disebut lebih dari satu kali.

" Shana siapa ?" Goda Rania, Agam terbatuk dan langsung mengambil air mineralnya.

" Shana siapa Gam ?" Sambung Ayah menimpali

" Adalah pokoknya " ucap Agam cepat

" pacar kamu yah ?" Kali ini Bunda yang bertanya pada anak bungsunya, Agam itu kalau urusan asmara tidak pernah seterbuka Rania.

Dear, AshanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang