Bagian 3

636 93 20
                                    

"Mata nggak bisa bohong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mata nggak bisa bohong. Meskipun Gentala bilang kalau dia nggak apa-apa, tapi lewat matanya gue tahu kalau dia lagi kenapa-napa."

◍✧◍

Kalau boleh jujur, Gilang juga sebenarnya tidak ingin seperti ini; bersikap asing dan seolah tidak peduli dengan eksistensi Gentala. Namun, ketika dia berusaha kembali bersikap seperti biasa, kenyataan selalu berhasil menampar kembali kesadarannya--- membuat Gilang, dengan tanpa sadar membangun kembali jarak yang bahkan dulu tidak pernah ada di antara mereka.

Dulu, sebelum kenyataan itu datang menghampiri, Gilang akan dengan senang hati menyambut kedatangan Gentala di depan pintu rumah. Atau, menunggu kedatangan sang adik dibalik meja resepsionis restoran milik bunda. Tapi kini, hanya untuk sekedar menatap wajahnya saja Gilang tidak sanggup.

Bukan.

Gilang tidak sanggup menatap wajah Gentala bukan karena dia membenci remaja itu. Gilang tidak sanggup karena dia takut kalau tatapannya saat ini--- yang dia tujukan pada Gentala--- akan melukai adiknya tersebut.

Karena sebanyak apapun Gilang mencoba untuk terbiasa, dia tidak akan pernah bisa.

Gilang tidak lagi bisa menatap Gentala dengan cara yang sama seperti dulu setelah apa yang diketahuinya belakangan ini.

"Gilang?" Suara itu membuat Gilang menoleh. Dia mendapati Adista-- rekan kerjanya, tengah menatap dirinya dari ambang pintu ruangannya.

"Apa?"

"Di cari Gentala."

Untuk beberapa saat Gilang terdiam. Orang yang sedari tadi menjadi tempat berlabuh pikirannya datang mencari. Lalu, apa yang harus Gilang lakukan? Haruskah dia menghindari Gentala lagi? Seperti yang dia lakukan sebelum-sebelumnya. Tapi untuk apa? Dan lagi, kenapa Gentala justru menyuruh Adista untuk memanggil dirinya? Kenapa tidak langsung datang kesini saja. Biasanya juga anak itu akan langsung masuk ke ruangannya untuk menemui dirinya. Tapi kenapa --- Gilang menggelengkan kepala. Terlalu banyak pertanyaan yang mampir di kepala sampai membuat Gilang pusing sendiri.

Seharusnya tanpa bertanya pun Gilang sudah tahu jawabannya.

Selama tiga bulan belakangan ini, dia memperlakukan Gentala layaknya orang asing.

Bukankah seharusnya itu sudah lebih dari cukup untuk menjadi jawaban kenapa Gentala meminta orang lain untuk memanggil dirinya?

Kecanggungan itu datang menyapa. Tidak hanya berasal dari dirinya dan Galang, namun kini juga dari Gentala.

Bagaimana Gilang harus menghadapi situasi yang mendadak berubah asing di sekitarnya ini?

"Hoy!" Adista menjentikkan jari di depan wajah Gilang, membuat Gilang dengan cepat tersadar dari lamunannya.

"Hah? Apa?" Tanyanya linglung.

Cowok yang sudah menjadi teman Gilang sejak masih di bangku SMA itu merotasikan mata jengah.

Gentala Senja..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang