8.

5 1 0
                                    

Selamat membaca
*
*
*
|||





Suara televisi dari ruang tengah sepertinya membangunkan seseorang. Khana menatap langit-langit bercat putih, dahinya berkerut karena merasa asing dengan langit-langit tersebut. Kepalanya menengok kesamping, matanya menyipit saat melihat wajah seseorang tepat berada di sampingnya. Seketika Khana duduk karena kaget. Menatap sekitar dan menyadari bahwa sekarang ia bukan berada di kamar kosnya melainkan berada di kamar Arlo dikediaman Toro. Khana mengusap wajahnya pelan, ujung matanya melirik seseorang yang tidak lain lagi adalah Arlo. Posisi tidurnya memeluk guling menghadapnya. Sungguh Khana tidak perlu tanya pada Arlo kenapa laki-laki itu membawanya kesini karena ia sudah menemukan jawabannya dengan singkat. Tentu saja Arlo menggunakan kesempatan itu untuk hal seperti ini. Terserah, Khana tidak peduli selama Arlo tidak melakukan hal yang menurutnya diluar batas.

Khana turun dari ranjang, ia berjalan kerah pintu yang akan membawanya ke kamar mandi. Setelah selesai mencuci muka barulah Khana keluar dari kamar, mencari sang pemilik rumah. Khana berjalan ke depan dimana suara televisi yang terdengar lebih jelas.

"Toro."

Merasa namanya dipanggil, Toro menengokan kepalanya dan mendapati Khana. "Udah bangun lu."

Khana mengangguk lalu menghampiri teman Arlo, ia duduk pada sofa lain dan menyenderkan punggungnya. Tubuhnya sedikit merasa pegal, akhir-akhir ini sepertinya ia terlalu banyak bekerja.

Toro kembali menyantap sarapannya berupa bubur ayam yang ia beli di depan rumahnya. "Mau bubur, Khan?"

"Ngga, makasih, Ro." Khana menatap jam yang terpasang di atas dinding. "Hari apa ini?"

Kedua mata Toro menatap Khana, dahinya berkerut melihat Khana yang sepertinya lebih pucat dari biasanya. "Lu lupa apa gimana, kayanya lu kebanyak kerja terus kecapean sampe lupa hari ini hari apa." Toro menyuap bubur ke dalam mulutnya, "hari Kamis ini, lu ada kelas?"

Khana memijit pelipisnya, ia sedikit merasa pusing. "Aa, ya, jam sebelas gue ada kelas."

Toro meletakan mangkuk yang sudah tidak berisi ke atas meja. "Santai lah, masih jam setengah tujuh ini."

Melirik Toro yang sudah kembali fokus dengan acara televisi. "Lu sendiri ngga ada kelas?"

Tanpa melihat Khana, Toro menjawab. "Ada, jam sembilan nanti."

Khana hanya mengangguk, Ia ikut menonton televisi. Acara pagi yang ditonton Toro adalah kartun pagi dari negara tetangga. Mengenal Arlo juga termasuk mengenal teman-temannya salah satunya Toro. Toro itu menyukai game sama seperti Imanuel. Dua teman Arlo itu lebih menyukai menghabiskan waktu bermain game. Namun Imanuel terkadang lebih memilih menghabiskan waktu bersama seorang perempuan dalam konteks yang berbeda. Seperti kencan atau lebih menjerumus dalam masalah hal yang lebih jauh lagi.

Untuk dua teman Arlo yang lain, Abidin atau sering disapa Udin. Udin itu bagai seorang ibu untuk menengahi pertengkaran diantara mereka dan yang paling sering Udin lakukan adalah melerai pertengkaran Arlo dan Fajar.  Udin termasuk orang yang taat agama, sering mengunjungi pengajian atau ikut dalam tadarus yang sering diadakan setiap hari Jumat. Mungkin karena teman-temannya yang sering menyesatkan, udin sedikit terlibat hal yang dilarang agama, untung saja imannya kuat. Untuk Fajar, laki-laki itu suka membuat masalah dengan Arlo. Tiada hari bagi Fajar dalam membuat ulah dan membuat Arlo kesal. Tapi yang membuat aneh adalah Fajar dan Arlo berteman sejak masuk taman kanak-kanak. Dan lagi orang tua mereka saling mengenal satu sama lain sejak dulu. Bisa dibilang Fajar dan Arlo teman sejak kecil tapi entah kenapa mereka berdua tidak pernah akur.

"Kalau mau sarapan di dapur ada bahan Khan, gue males masak aja makanya beli bubur. Mie instan juga ada telur ada banyak, sayuran apa lagi." Ucap Toro lalu tertawa pelan.

Hanya kamu (Khana & Arlo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang