9.

1 0 0
                                    


Vote and coment (⁠☆⁠▽⁠☆⁠)









Fokus yang seharusnya diberikan kepada dosen yang memberi materi di depan kelas pecah karena suatu hal. Konsentrasi menatap buku dan ke depan lenyap disebabkan oleh teman yang duduk disampingnya. Bukan karena berisik atau mengganggunya, dua kata itu tentu saja Arlo tidak ambil pusing karena dirinya juga bisa dibilang Orang yang berisik untuk kaum laki-laki. Bagi teman laki-laki Arlo, Arlo orang yang cukup bar-bar walau masih kalah dengan Fajar. Tapi bagi kaum perempuan, Arlo itu tipe pendiam dan cuek. Dan juga jangan tinggalkan ucapan sarkas penuh uji nyali hati. Namun khusus untuk Khana, tentu saja Arlo bagai anak kucing yang kehilangan induknya, berisik.

Kedua telapak tangannya saling mengepal, wajahnya menahan kesal dan tatapan matanya semakin tajam. Arlo marah bercampur gelisah, orang yang melihatnya pasti langsung paham bahwa laki-laki itu sedang menahan sesuatu.

"Ar, lu kaya nahan berak tau."

Teman kelasnya mengucapkan kata dengan nada bercanda namun hal itu sama sekali tidak membuat Arlo membaik.

"Udah sampe ujung lu?"

Satu kalimat pendek yang membuat Arlo menengokan kepala kesamping. Ia menatap tajam teman kelasnya yang duduk disebelahnya. Membuat temannya sedikit menjauh darinya.

"Sumpah, lu kenapa sih?" Kesal juga lama-lama mendapat tatapan tajam padahal sepertinya ia tidak memiliki salah sedikitpun. "Habis liat hp kenapa muka lu kaya gitu, biasanya seneng. Kenapa sekarang muka lu lebih mirip kerupuk yang belum kering lalu digoreng minyak kurang panas, alot!"

"Gue mau cabut!" Desis Arlo membuat teman yang duduk disampingnya mengerutkan dahi.

"Ha?"

Tiba-tiba Arlo berdiri membuat teman kelasnya yang duduk di belakang menatapnya bingung. Kakinya yang akan berlari terhenti saat kerah kemeja bagian belakang ditarik kencang hingga membuat Arlo duduk kembali.

"Dibelakang kenapa?"

Kegaduhan tersebut membuat seluruh penghuni kelas menatap Arlo yang berusaha memberontak karena lengannya ditarik oleh teman yang duduk disamping laki-laki itu.

"Arlo, Alam!"

Arlo langsung duduk setelah mendapat bentakan dari sang dosen yang menatapnya garang. "Lanjutkan pak, saya minta maaf karena mengganggu kelas bapak."

Alam yang ada di samping Arlo juga ikut duduk diam setelah membuat Arlo kembali duduk di bangkunya sendiri.

"Sadar kamu, kalau kamu mengganggu kelas saya!"

"Sadar pak, kalau begitu boleh saya pergi?"

Semua yang mendengar ucapan Arlo menahan senyum. Sedangkan Alam menahan diri untuk tidak memukul Arlo.

"Sekarang kamu minta keluar dari kelas saya?!"

"Karena saya sadar diri pak, bahwa saya pantas dikelurkan dari kelas bapak." Arlo menatap dosen di depannya tanpa rasa takut. "Boleh saya keluar, pak," lanjutnya membuat seluruh penghuni kelas diam karena bingung.

Dosen di depan bahkan tidak bisa berkata-kata lagi. Mahasiswanya itu memang membuatnya kesal hari ini tapi mengingat betapa patuhnya Arlo membuat dirinya tidak tega juga mengeluarkannya dari kelas.

"Kamu duduk saja di sana, saya tidak berniat mengeluarkan kamu dari kelas saya."

Arlo mengedipkan kedua matanya beberapa kali. "Tunggu pak!"

"Apa lagi?!"

Alam menaikan alis bingung, kenapa dengan teman kelasnya itu. Bukankah lebih baik diam dan patuh dari pada melanjutkan perdebatan yang tidak masuk akal ini.

Hanya kamu (Khana & Arlo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang