Beberapa waktu sebelum prolog.
2 Februari 2019"Kan, nih sesuai yang lo mau, jadwal Lo free satu Minggu ini."
Alisha, perempuan bertubuh subur yang tidak lain adalah managerku ini menyerahkan tab-nya padaku, jadwal pemotretan untuk brand fashion yang menggunakan jasaku atau pun endorsment yang sebelumya berderet seperti semut setiap harinya kini kosong melompong.
Percayalah melihat hariku yang kosong selama satu minggu ini sama menyenangkannya seperti mendapat sebuah tas Hermes keluaran terbaru yang sedang happening di kalangan sosialitaku.
Tidak bisa menahan rasa gembiraku aku langsung memeluk Alisha dengan erat, sontak saja tubuhnya yang menjadi favoritku untuk di peluk ini langsung menggelinjang karena geli.
"Terimakasih, Bu Manager Sayang. Kansa janji setelah ini mau ada jadwal Photoshoot di Kutub Utara apa di Rusia tempatnya Pak Putin ayo aja deh!"
Masih dengan tawa gelinya karena ulahku, Alisha mendorongku menjauh, dengan gemas dia menoyor kepalaku agar aku berhenti cengengesan, "gaya Lo Kan, demi temen-temen Lo yang nggak jelas sama pacar Lo itu, Lo bela-belain ambil cuti seminggu."
Aku tersenyum kecil mendengar cibiran Alisha yang protes mengenai teman-temanku, sebelum aku terjun ke dunia modelling aku nyaris tidak memiliki teman, semua orang segan kepadaku karena aku seorang Pramana, tapi sekarang saat aku di dapuk menjadi salah satu model yang namanya di perhitungkan bahkan menjadi langganan brand besar, orang-orang kini berbondong-bondong ingin menjadi temanku.
Aku tidak peduli mereka hanya memanfaatkanku dan segala hal yang aku miliki tapi selama aku bahagia saat menghabiskan waktu bersama mereka menepis segala kesepianku selama ini, karena itulah segala ketidaksukaan Alisha gang aku anggap angin lalu.
"Gue perlu me time sama mereka, Al. Gue juga perlu seneng-seneng. Lagian, Rafael nanti malam balik dari Singapore, gue mau bikin kejutan buat dia, jadi, bye dulu Sayang."
Kembali aku memeluk Alisha sembari berpamitan walau gumaman tidak setuju masih terdengar darinya yang enggan akan melihatku pergi apalagi untuk menemui Rafael.
"Kan, kapan sih Lo sadar Lo cuma di manfaatin sama mereka? Rafael itu sama sekali nggak cinta sama Lo, dia cuma dompleng nama Lo biar EOnya makin gede, sementara temen-temen Lo? Lo cuma di jadiin ATM sama mereka!"
Gelengan beserta lambaian tangan aku berikan padanya sembari berlalu, bukan sekali dua kali Alisha memberikan peringatan seperti ini, tapi kembali lagi aku tidak peduli karena nyatanya Alisha sama sekali tidak mengenal bagaimana istimewanya Rafael dalam memperlakukanku, aku tidak tahu bagaimana definisi cinta seperti yang Alisha katakan, tapi bersama Rafael aku di jadikan Tuan Putri olehnya, dia tidak pernah membiarkanku kesepian dan tidak ada kemauanku yang di tolaknya, jika Rafael memanfaatkan namaku untuk bisnis yang sedang di rintisnya maka aku sama sekali tidak keberatan, bukankah dalam sebuah hubungan harus ada saling support satu sama lain?
Sungguh, aku seorang yang begitu naif dalam memandang dunia. Aku tidak tahu jika mereka yang begitu aku pedulikan adalah orang-orang yang paling tega dalam menyakitiku.
Seperti sekarang, dengan langkah riang membawa banyak belanjaan barang-barang yang di minta Rafael untuk di belikan lebih dahulu aku menuju apartemennya. Memang Rafael baru akan kembali nanti malam, tapi tidak ada salahnya bukan aku datang sekarang ke tempatnya? Aku ingin membuatnya terkejut saat dia kembali dan melihatku sudah menunggunya di apartemen dengan makan malam istimewa yang akan aku persiapkan.
Jangan salah, walau aku nyaris tidak memiliki waktu untuk sekedar berbicara dengan Ayah, kemampuanku dalam memasak tidak perlu di ragukan lagi, dulu saat almarhum Bunda masih ada kegiatan memasak adalah hal yang paling sering aku lakukan bersama dengan beliau dan sekarang aku ingin menunjukkan kemampuanku tersebut untuk membahagiakan pacarku.
Sounds really good, yeah.
Senyumku terus mengembang membayangkan pujian apa nanti yang akan aku dapatkan dari Rafael sampai aku memasuki apartemen miliknya pacarku ini. Sayangnya saat aku sudah memasuki ruangan apartemen yang password-nya sudah aku hafal di luar kepala, bukan kesunyian yang menyambutku.
Langkahku yang sebelumnya begitu ringan mendadak terhenti karena kakiku terantuk sesuatu yang menjijikan, dengan dahi yang mengernyit aku menunduk, meraih kemeja satin dan juga bra yang tersangkut di ujung heelsku, dan semakin aku memperhatikan sekeliling apartemen ini, aku bisa melihat sepatu wanita dan pria, celana dalam dan pakaian lainnya berserakan seolah memang terburu-buru untuk di lepaskan.
Rasa jijik dan perasaan tidak enak menjalar di seluruh tubuhku membuat bulu kudukku meremang, aku tahu sesuatu yang tidak sukai akan aku temukan saat aku semakin melangkah ke dalam apartemen ini, dan benar saja, kesunyian yang sebelumnya menyambutku kini berganti menjadi desah dan erangan dari pria dan wanita yang membuatku mual seketika.
Seharusnya aku mundur dan pergi sejauh mungkin saat mendengar segala hal yang menjijikkan tersebut, nyatanya suara sang pria yang sangat familiar untukku terengah di pertengahan mengejar nafsunya membuat langkahku semakin mendekat, dan kini aku justru mendengar sesuatu yang mereka bicarakan menamparku dengan telak.
"Uurrrgghhh, aku nggak bisa bayangin gimana wajah tolol Kansa sekarang, Babe!" Deg, suara itu, suara wanita yang terengah di antara suara percintaan tersebut meremas jantungku, sama seperti aku yang langsung mengenali suara Rafael, aku pun langsung tahu suara dari Karina yang tidak lain adalah sahabatku juga, di antara berjuta orang yang aku kira sanggup mengkhianatiku aku tidak akan pernah menyangka Karina sanggup melakukannya.
"Jangan bahas dia di saat kita sedang bersama, Sayang. Kamu bikin moodku langsung turun drastis, kamu tahu aku nggak akan mau sama dia kalau nggak karena namanya dan bokapnya yang bikin Bisnisku stay on top!"
"Hihihi, jadi kamu sama sekali nggak cinta sama Kansa!
"No! Mana bisa aku cinta sama pohon pisang kayak dia, kamu tahu gimana naifnya dia soal seks, kamu tahu cinta saja nggak ada artinya tanpa seks, dan Kansa dia nggak bisa ngasih itu buat aku! Aku cowok sehat yang punya kebutuhan biologis."
"Aku benar-benar nggak bisa bayangkan gimana reaksi Kansa kalo dia tahu pacarnya yang dia sayang ini sekarang justru sibuk menggagahi sahabatnya sendiri, you know Babe, kamu luar biasa tauu!!"
Kedua tanganku terkepal menahan amarah mendengar percakapan menjijikan dua orang yang begitu aku percaya ini, aku tidak tahu hal apa yang membuatku bisa begitu tenang walau emosiku sudah berada di ubun-ubun saat aku dengan bodohnya membuka pintu kamar Rafael hingga terbuka lebar membuat kedua manusia tanpa busana yang sebelumnya sibuk memacu nafsu dan gairah bersama-sama terkejut tidak menyangka, tidak perlu aku gambarkan bagaimana menjijikkannya dua manusia yang tengah menyatu tersebut karena apa yang aku lihat sekarang, bagaimana Rafael yang buru-buru bangkit meraih apapun untuk menutupi tubuh telanjangnya sementara Karina yang menarik selimut tebal tersebut adalah hal paling traumatis yang menghantam mentalku.
"Kalian ingin melihat bagaimana wajahku melihat kelakuan kalian yang seperti binatang? Ini wajahku melihat sahabatku menjadi pelacur untuk pacar sahabatnya sendiri, Karina!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkansa
RomanceJika pria baik hanya untuk perempuan baik, lalu bagaimana dengan para pendosa yang ingin menemukan jalan? Dengan Kansa yang hidupnya tidak memiliki arah hingga terperosok ke dalam lembah dosa. Kansa pernah begitu mencintai Arka, sosok yang melipur l...