21

2.6K 392 30
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hola ARKANSA sudah komplet on playbook ya, yang mau tahu kisah cinta Kansa berakhir sama siapa cus segera melipir.

Jangan lupa juga add library spin off-nya ya, Marrying Pak Polisi yang akan Mama Alva update rutin setelah Arkansa sampai part 25.

Happy reading semuanya.
Enjoyyy

"Bang Arya, Pak Chandra."

Di tengah beberapa Polisi dan juga Tentara yang ada di halaman pondok, dua orang yang aku panggil namanya menoleh, dan saat melihat wajah masam Ipda Chandra seketika aku langsung merasa tidak enak, dan alasan kenapa seorang yang biasanya menjadi pemecah suasana masam ini segera aku ketahui saat dua orang perwira tersebut mendekat ke arahku.

"Yailah, Dedek Kansa. Asem bener dah, ini si Curut di panggil Abang, sementara sama Mamas gemesh manggilnya Bapak! Di kira saya ini seangkatan Abi kau apa!"

Aku meringis, tidak ingin membuat tamu Abi tidak nyaman aku buru-buru meralatnya. "Maaf, Mas Candra, saya benar-benar nggak ada maksud."

Sayangnya permintaan maafku tenggelam dengan cibiran dari Arya yang dengan ringannya langsung memotong ucapanku sembari menghadiahkan sebuah toyoran pada Chandra. "Apa-apaan!! Kalau nggak mau di panggil Pak, mau kau di panggil Almarhum, Ndra. Dah nggak usah ngelunjak sama calon Biniku kau ini."

Rasa panas menjalar di pipiku mendengar ucapan dari Arya, bukan sekali dua kali dia berucap demikian seolah kata-kata calon istri, calon bini, atau calon masa depan seolah guyonan wajib darinya setiap kali kami bertemu, untung saja hatiku sudah kebal dengan godaan tipis-tipis dan tersirat dari tentara tampan ini, jika tidak mungkin hatiku sudah meleleh sedari dulu sama seperti perempuan lain yang diam-diam mengagumi Gus Playboy ini.

"Hilih calon bini! Sebelum janur kuning melengkung masih halal tikung menikung, kalau aku mau ikut kompetisi antara kau sama Arka, kelar kalian berdua. Cewek lebih suka laki humoris kayak aku ini di bandingkan playboy macam kau atau si kaku macam Arka!"

"Huuuh, sialan kau ini ya, Ndra. Minta di jahit ini mulut!"

Tidak terlalu memedulikan apa yang menjadi perdebatan dua pria Alpha ini yang melibatkan kompetisi yang menyatut nama Arka di hadapanku ini aku merangsek maju di antara mereka, mencegah Bang Arya yang mungkin sebentar lagi akan kehilangan kesabaran dan bukan tidak mungkin akan melayangkan lebih dari sekedar toyoran pada Chandra yang mulutnya tidak bisa mengoceh lebih ramai daripada burung kenari.

"Astaghfirullah, Bang Arya, Mas Chandra. Di tungguin Abi tahu nggak, malah pada berantem nggak jelas! Nggak malu apa di lihatin orang-orang pondok sama anggota."

Gerutuanku pada mereka berdua nyatanya sukses menghentikan ledekan childish dua pria ini, walau masih saling merenggut dan mencibir keduanya kini memisahkan diri melakukan gencatan senjata.

Aku tidak bisa tidak tersenyum geli melihat bagaimana persahabatan di antara mereka membuat lupa akan usia, sembari menggeleng meredakan tawa aku melangkah pergi menuju rumah Abi yang pasti sudah menunggu kedua tamu beliau ini.

Seperti yang aku katakan sebelumnya, hadirnya dua pria ini membuat beberapa wanita yang menjadi santri sepertiku menunduk malu, menyembunyikan keterpesonaan mereka pada dua mahluk Adam yang tidak halal untuk di kagumi.

"Dek Kansa." Panggilan dari Arya membuatku menoleh kepadanya yang kini berjalan menjajari di sebelahku.

"Ya?" Tanyaku penasaran melihatnya tampak sungkan dan salah tingkah saat menggaruk kepala berambut cepaknya yang tidak gatal. Mata coklat gelap tersebut menatapku lekat seolah ada yang ingin dia tanyakan namun dia risih untuk berucap sebelum aku buru-buru mengalihkan pandangan dari sosoknya yang mengagumkan, soal visual, ketiga perwira tamu Abi ini memang benar-benar cocok menjadi potret gambaran Prajurit idaman, tampan rupawan dan gagah secara bersamaan, memikirkan hal ini buru-buru aku langsung istighfar kembali. "Ngomong saja Bang, nggak perlu sungkan."

"Iya, ngomong aja kau, Ya. Daripada kau mati penasaran." Imbuh Chandra sarat akan sarkas dan cibiran dari belakang, walau terkesan lelucon tapi tersirat jelas jika apa yang ingin di tanyakan oleh Arya adalah sesuatu yang penting melihat Arya sama sekali tidak menanggapinya.

"Antara kamu dan Arka." Ada jeda beberapa saat di antara tanya yang hendak di lontarkan oleh Arya yang membuatku menahan nafas tidak nyaman. Arka, nama itu adalah bagian dari masalalu yang membuatku merasa begitu pahit dan tersingkir, penolakan yang dia berikan begitu membekas di benakku, bahkan ekspresi jijik karena aku yang berlumuran dosa seolah tidak pantas untuk berubah adalah momok menakutkan hingga kini. "Ada apa di antara kalian?"

Aku tidak suka membicarakan masalah pribadiku dengan orang lain, apalagi yang di bahas adalah perasaan dan itu menyangkut Mas Arka, namun entah kenapa, saat mendengar nada berhati-hati dari Arya yang seolah takut pertanyaannya akan menyinggungku.

"Tidak ada sesuatu yang istimewa di antara kami, Bang Arya." Ucapku lugas mengabaikan getir di dada saat mengucapkan tidak ada apa-apanya di antara aku dan Mas Arka, kecewa yang pernah aku rasakan kini terasa begitu segar seolah baru saja aku terjadi. "Hanya teman saat kecil itu yang berulangkali Mas Arka tegaskan. Antara Kansa dan Mas Arka hanya seorang yang mengenal dari kecil, orangtua kami bersahabat baik dan kami pun demikian. Setidaknya itu yang Kansa rasakan sampai akhirnya kami dewasa dan bersikap seolah tidak saling mengenal satu sama lain."

Sama sepertiku yang tersenyum masam, senyuman yang tersungging di wajah Arya saat membalas senyumanku tidak sampai di mata. "Benar-benar tidak ada? Abang kira kalian mantan pacar?"

Jika tadi aku hanya tersenyum maka sekarang aku terkekeh geli mendapatkan kalimat sontak dari Arya yang terlihat sekali terkejut dengan jawabanku. "Mana maulah Bang Mas Arka sama pendosa kayak aku. Nggak ada mantan-mantanan sama aku, Bang. Orang sesempurna Mas Arka pasti dapat jodohnya yang sama sempurnanya seperti dia, bukan seorang yang pernah tersesat sepertiku ini. Sudah Bang, jangan di bahas lagi antara aku sama Mas Arka, nggak enak sama pasangannya."

Rasa getir yang sedari awal aku rasakan semakin menjadi rasanya saat aku menjawab hal ini di sela tawaku, rasanya sangat tidak menyenangkan saat bayangan Mas Arka dan Aisyah dalam sebuah pernikahan yang berbahagia melintas tanpa bisa aku cegah.
Ada ketidakrelaan yang aku rasa, tapi lebih dari itu aku lelah karena belum bisa melupakan rasa yang seharusnya tidak aku miliki tersebut. Aku bisa bangkit dari gelapnya dunia yang pernah aku tapaki, aku melupakan begitu saja teman-teman dan Rafael yang pernah berkhianat, tapi aku tidak bisa melupakan begitu saja penolakan yang di berikan oleh Mas Arka.

Mungkin aku akan terlarut lebih lama dalam kenangan suram itu andai saja Bang Arya tidak menghentikan langkahku.

"Dek Kansa, kalau Abang ngajak kamu buat memperbaiki diri bersama-sama dalam satu pernikahan kamu mau, Dek?"

Seketika aku terbelalak mendengarkan ucapan mantap penuh keyakinan dari Bang Arya, untuk sesaat merasa aku baru saja berhalusinasi andaikan saja suara pekikan Chandra tidak terdengar keras menginterupsi.

"ANJIR, YA. HARUS BANGET NGELAMAR DEPAN MATA GUE!"

Arkansa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang