Manik abu-abu milik Leona perlahan mengerjap, berusaha untuk terbuka. Samar tampak sosok pria sedang berbaring di samping seraya menatap dirinya.
"Aku pasti rindu denganmu, West. Sehingga bermimpi kau ada di sini," gumamnya dengan suara serak.
Kelopak mata lebar itu kembali tertutup dengan senyum lebar. Mustahil jika West ada di sini, karena baru tiga jam yang lalu ayahnya menghubungi pria itu dan mengatakan Leona ada di Outville. Perjalanan dari Earth Ville menuju Outville memakan waktu setidaknya lima jam.
"Sayangnya kau benar, Leona," ucap suara bariton membuat senyum Leona semakin lebar.
"Tidak mungkin. Rasanya tiga jam yang lalu Daddy menghubungi—" Kedua mata Leona langsung terbuka nyalang sebelum kalimat yang diucapkan selesai.
"Astaga! Apa itu benar-benar dirimu, Sayang? Aku tidak bermimpi?" cicit Leona mengusap kedua mata, kemudian meraba pipi kiri West.
Pria yang tidur di depannya tersenyum lebar. "Jika bukan aku siapa lagi?" sahut West berdecak.
Leona menatap pria itu sendu. "Kenapa kau ke sini? Ini masih malam."
"Aku merindukan istriku yang pergi begitu saja," lirih West dengan sorot penuh kerinduan. Baru ditinggal beberapa jam oleh Leona, ia sudah merasakan rindu yang luar biasa. Apalagi ponselnya tidak aktif sejak sore, sehingga tidak bisa dihubungi.
Wanita itu langsung beringsut ke dekat suaminya, lalu membenamkan kepala di dada bidang milik West. Aroma citrus yang begitu menenangkan kembali terendus di hidungnya.
"Maafkan aku, karena telah berburuk sangka terhadapmu," ucapnya penuh sesal. Dia sangat kesal dengan diri sendiri, karena begitu mudah menilai buruk seseorang. Semua disebabkan oleh pengkhianatan yang dilakukan oleh Mark.
"Sssttt, jangan berkata begitu. Kau tidak salah, Sayang. Aku yang salah karena telah menutupi semuanya darimu." West melonggarkan pelukan, lantas menarik dagu yang dihiasi belah itu ke atas. Dia menyeka bulir bening yang mengalir di sudut mata Leona.
"Aku minta maaf, karena tidak berterus terang sejak awal," sambung West memandang netra abu-abu itu bergantian.
Kepala Leona menganggukkan kepala dengan seulas senyum getir. "Daddy berkata kau mengalami masa-masa sulit karena Mark."
"Kau lebih sulit lagi, Leona. Apa yang aku alami belum seberapa dengan apa yang kau alami."
Dagu Leona semakin bergetar ketika mendengar perkataan pria itu. Bahkan setelah apa yang dilaluinya, West masih berpikir apa yang dihadapi Leona jauh lebih parah.
"Kenapa kau begitu baik, West? Aku merasa tidak pantas menjadi istrimu," isak Leona dengan air mata kembali mengalir.
Tubuh West langsung merosot ke bawah, sehingga kepala mereka menjadi sejajar. Dia memberi kecupan bertubi-tubi di bibir berisi milik Leona.
"Jangan pernah berkata seperti itu, Sayang. Kau adalah wanita yang paling berharga bagiku. Aku sangat mencintaimu, melebihi apapun di dunia ini," katanya sungguh-sungguh.
Batin Leona semakin menjerit sakit dengan apa yang diucapkan oleh pria itu. Bahkan di saat ia tidak pernah melirik ke arahnya, West masih saja mencintai dengan segenap jiwa dan raga. Ternyata ada orang yang mencintai begitu tulus.
"I love you, West. I love you. Aku sangat beruntung bertemu dengan pria sepertimu," tutur Leona penuh haru. Dia langsung melumat bibir tipis West dengan intens, sebagai bentuk permintaan maaf.
"Bagaimana kau bisa sampai ke sini dalam waktu singkat?" tanya Leona setelah pagutan bibir mereka terlepas.
"Kau lupa kalau malam hari jalanan tidak ramai, sehingga aku bisa tiba di sini dalam waktu dua jam," jawab West tanpa beban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Membalas Perselingkuhan Suamiku [TAMAT]
RomanceFollow dulu akun penulis sebelum membaca yuk! ^^ *** Leona harus menelan pil pahit setelah melihat perselingkuhan suaminya, Mark, dengan perempuan muda. Perubahan bentuk tubuh dan tidak kunjung mendapatkan anak menjadi penyebab lelaki itu berpaling...