"Di sini, say!" Rosé melambaikan tangannya memberi tanda kepada Park Chanyeol, kekasihnya yang baru saja memasuki area kantin.
Lelaki jangkung itu membalas lambaian tangannya. Dia berjalan ke arah meja tempat Rosé cs kemudian mengecup pipi gadis itu. "Say, maaf aku ga bisa mengantarmu pulang hari ini. Mama minta aku temani ke acara arisannya."
Teman-teman Rosé menahan tawa mereka mendengar alasan yang diberikan oleh kekasih sahabatnya itu.
"Arisan, coy." Ucap Joy tanpa suara.
Rosé memelototkan matanya melihat tingkah ketiga sahabatnya yang mengolok-olok kekasihnya. Kakinya menendang kaki Joy, membuatnya mengaduh kesakitan lalu mengusap-usap tulang keringnya yang terasa sakit.
"Oke. Aku cabut dulu ya, say. Lopyu, bye!" Ucap Chanyeol.
"Lopyutu... Hati-hati, say. Bye!" jawab Rosé
"Bye semuanya!" Chanyeol pun pamit meninggalkan Rosé cs.
"Kalian tuh kenapa sih? Suka banget deh ngebully ayang gue." gerutu Rosé.
Mendengar Rosé bicara seperti itu membuat sahabat-sahabatnya terdiam. Rosé ini seperti abege yang sedang kasmaran, sulit untuk diberitahu kalau kekasihnya tidak baik untuknya.
"Kita tuh sahabatan, Jé. Siapa yang mau sahabatnya dimainin orang?" Ucap Joy, sahabatnya yang satu ini memang kalau bicara tak pernah dipikir. Apa yang menurutnya benar pasti akan dia ucapkan meskipun kadang jadi blunder sendiri.
Rosé hanya diam mendengar celetukan Joy. Dirinya sadar kalau dia jatuh cinta kepada Chanyeol, seorang playboy yabg tak bisa dengan satu wanita saja dihidupnya. Namun menurut Rosé, kekasihnya itu sudah berubah sekarang. Dia tidak pernah jalan dengan wanita lain setelah menjadi kekasihnya.
"Udah-udah," Irene mencoba mencairkan suasana. Dia melirik ke arah Joy, memberi isyarat kepada sahabatnya itu untuk tidak membahas soal Chanyeol lagi.
"Iya... Iya... Sorry, Jé. Gue ga maksud buat jelekin cowo lu." Ucap Joy, permintaan maafnya setengah hati karena dia memang tidak percaya kepada lelaki itu.
"Lu bener kok, Joy. Chanyeol emang agak aneh belakangan ini." pelan Rosé mengakui hubungannya yang mulai berubah. "Sekarang sibuk banget, dia bilang karena orang tuanya mulai memperkenalkan dia sebagai penerus usahanya. Jadi dia mulai sering ikut urusan bisnis sama ayahnya. Tapi gue percaya kok kalau dia masih jaga hatinya buat gua."
"Ya baiklah, selagi lu hepi kami juga ikut hepi." Jennie menanggapi curhatan Rosé.
===
"Halo, Ji... Lu bisa ke sini? Gue butuh temen buat cerita." Rosé menelepon sahabatnya Kim Jisoo untuk menemuinya. Lawan bicaranya dengan segera menyetujui permintaannya.
Selang berapa lama, Jisoo akhirnya sampai ke tempat yang disebutkan oleh Rosé tadi di telepon. Dia melihat Rosé seperti habis menangis, wajah putihnya memerah. Matanya juga terlihat sembab.
"Ya ampun... Kenapa, Jé?" tanya Jisoo khawatir melihat kondisi sahabatnya seperti itu.
"Chanyeol, aku melihatnya dengan seorang wanita di mall tadi." Ucapnya masih dalam tangis.Jisoo hanya diam mendengarkan cerita Rosé. Memeluknya, berharap agar dia bisa menenangkan sahabatnya itu.
Tangannya mengepal, marah. Ingin rasanya dia menghajar orang yang membuat sahabatnya menangis seperti ini.
"Terus, lu udah tanya siapa dia ke cowo lu?" tanya Jisoo tenang. Dia tidak ingin sahabatnya tahu kalau dia sedang menahan amarah.
Dia tahu kalau Rosé lebih nyaman bicara dengannya karena dirinya tidak pernah menghakimi Chanyeol. Kalau dia menunjukan emosinya, dia khawatir sahabatnya itu tidak akan menceritakan keluh kesahnya lagi. Itu berarti dia tidak bisa memastikan apakah sahabatnya baik-baik saja atau tidak.
"Udah, dia bilang itu anak dari rekan bisnis keluarganya." Jawab Rosé.
"Tapi gue ngerasa kayak ada sesuatu yang dia sembunyikan. Sesuatu yang entah apa tapi itu ganggu pikiran gue banget." Ucapnya lagi.
"Untuk sekarang, sebaiknya lu jangan overthinking dulu. Udah gue anter pulang, yuk." Ajak Jisoo.
===
Rosé semakin curiga dengan sikap Chanyeol. Belakangan dirinya sulit sekali untuk menemui kekasihnya itu.
"Sibuk sekali. Seperti seorang presiden saja, sulit ditemui." Keluh Rosé sambil mencoba untuk menghubungi kekasihnya.
'Sesibuk itukah?' Pikirannya mulai overthinking.
Banyak pesan yang dia kirimkan belum juga dibaca oleh Chanyeol. Ada apa? Apa kau baik-baik saja?
Rosé berdiri di depan kelas Chanyeol, menunggu kekasihnya di depan pintu. Dia rela membolos hanya untuk bisa bertemu dengan kekasihnya. Dia harus menemukan jawabannya.
"Sayang, sedang apa di sini? Ga ada kelas?" tanya Chanyeol mendapati kekasihnya sedang berdiri di depan kelasnya.
"Aku ingin bicara," ucap Rosé pelan.
Chanyeol melihat ke arah jam tangannya, "Maaf sayang, ga bisa hari ini." Chanyeol pergi setelah mengecup pipi kekasihnya.
"Tapi jangan lupa besok hari jadi kita," teriak Rosé sebelum Chanyeol pergi. Kekasihnya hanya mengangguk tanda memgerti.
Rosé berjalan menuju kantin tempat teman-temannya berkumpul. Melihat dirinya datang dengan muka ditekuk seperti itu, tentu saja membuat teman-temannya khawatir. Apalagi dia membolos mata kuliah penting tadi.
Rosé masih melamun saat Jisoo cs datang menghampiri meja mereka. "Ini, thank me later!" Kata Jisoo sambil memberikan sebuah buku. Dia menyalin materi hari ini untuk Rosé supaya gadis itu tidak ketinggalan mata kuliah penting.
"Tadi ada tugas juga, lu cek aja di situ." tambah Jisoo
"Thank you," Jawab Rosé pelan.
Kalau Rosé sudah tak bersemangat seperti itu, ga ada teman-temannya yang berani bertanya karena percuma bukan jawaban yang mereka dapat tapi pertengkaran. Apalagi temen-temannya sudah bisa mengira siapa biang keladinya. Seseorang yang paling malas mereka bahas.
Di perjalanan pulang, seperti biasa. Jisoo yang sudah tahu cara 'menghandle' sahabatnya ini mengajaknya ke sebuah toko eskrim. Eskrim selalu bisa bikin mood sahabatnya membaik.
"Turun, yuk! Gue yang traktir." Ucap Jisoo
Rosé yang sadar dia berada di mana sekarang langsung tersenyum senang.
"Entahlah, gue ga tau nasib hubungan kami. There's something fishy." Rosé mulai membuka suara tenteng keresahannya kali ini.
"Dia mulai berubah, tiba-tiba seperti orang asing. Cara dia ngomong, bikin gue meragu. Entahlah." Rosé membuang napas kasar.
Jisoo mendengarkan dengan seksama cerita sahabatnya. Dia memang pernah mendengar gosip kalau Chanyeol sedang mendekati adik tingkat mereka bernama Lia. Tetapi itu kan baru gosip yang belum sempat dia cek kebenarannya. Kalau sampai benar, tentu saja dia akan menjadi orang pertama yang menghajarnya.
"Mungkin dia beneran sibuk. Lu pahamlah gimana orang-orang bisnis. Bokap lu juga gitu kan pas awal-awal ambil alih usaha kakek lu?" Jisoo berusaha menenangkan sahabatnya. "Semua masalah pasti bisa diselesaikan. Keraguan lu juga suatu hari akan terjawab."
Rosé mengangguk, dia senang mempunyai sahabat seperti Jisoo. "Thank ya, Ji. Lu emang temen paling ter the best."
"Hiperbol lu," jawab Jisoo. Padahal hatinya meringis, 'cuma teman, Ji.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend
FanfictionI wish we could be more than just friend. Begitulah harapan seorang Kim Jisoo untuk sahabatnya Roseanne Park. Cinta yang terperangkap dalam friendzone. Jitop Bottsé