Pusing adalah pernyataan yang meremehkan. Boruto rasa-rasanya ingin muntah karena kepalanya yang berputar hebat. Tubuhnya gemetar, kaki dan tangannya lemas tak berdaya. Ia sekarang tengah berbaring terlentang menghadap birunya langit musim panas. Matanya melirik saudara perempuannya yang juga bernasib sama. Bedanya adalah jika Boruto merasakan rasa solidaritas karena tidak sendirian dalam situasi ini, maka Sarada merasa harus membenci saudara laki-lakinya ke inti bumi.
Mereka merengek pelan dan bangkit untuk berdiri, saling bahu membahu. Mata mereka mengerjap pelan, memindai tempat mereka berdiri sekarang. Tempat ini tampak familiar, kecuali tidak adanya suara berisik dari kereta atau beberapa penduduk yang saling bercakap-cakap di latar belakang.
Lapangan hijau luas yang mereka ketahui sebagai tempat latihan 10, kini tampak berbeda sejauh yang mereka ingat. Perbedaan yang paling mencolok adalah dengan tidak adanya pagar pembatas di tempat latihan ini guna melindungi warga non-shinobi yang bisa saja terkena pecahan proyektil saat para shinobi melakukan latihan rutin.
Lapangan yang mereka pijak ini sama sekali berbeda. Di sini hanya terdapat hamparan lautan berwarna hijau sejauh mata memandang.
Ini jelas Konoha, tetapi bukan Konoha mereka!
Sarada mengempis. Bibirnya perlahan gemetar, dengan mata hitamnya yang mulai berair. Hatinya merengek meminta pulang untuk kembali ke tempat ibunya. Sarada tidak mau berada di sini, di tempat yang jauh dari ibunya. Gadis kecil itu jelas gelisah, dengan jari-jemarinya yang menarik jaket Boruto guna menarik perhatiannya.
Boruto tahu apa yang terjadi pada saudaranya. Adiknya itu mulai cengeng. Penampilan luarnya saja yang sangat Uchiha, tetapi jauh di lubuk hatinya, Sarada adalah anak Mama!
Si pirang itu mulai menepuk lembut kepala adiknya yang bersurai hitam, Boruto berusaha menenangkan saudaranya seperti yang dilakukan ibunya. Walaupun pasti tidak memiliki efek yang sama seperti yang ibunya lakukan, "Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja. Mama akan datang, dattebasa!"
Sejujurnya, Boruto juga takut. Ini tampak seperti Konoha, namun bukan Konoha yang mereka kenal. Ia juga ingin menangis, tetapi ia harus bertindak keren karena dirinya itu lima menit lebih tua dari Sarada!
"Aku rindu Mama, ingin Mama .... " Sarada menghapus air matanya dengan kasar. Mata hitamnya menatap takut-takut pada lingkungan asing di sekelilingnya. "Bagaimana kita bisa pulang?"
"Aku juga tidak tahu"
Boruto menatap sedih pada rumput yang dipijaknya. Mereka bahkan tidak memakai alas kaki apapun sekarang!
"Ini semua salahmu!" Sarada tiba-tiba berujar sambil berteriak nyaring. Menatap tajam pada saudara pirangnya. "Kenapa kau menyalurkan chakra pada gulungan itu, sialan?!"
"Oh?! Sekarang kau menyalahkanku?! Hey, kita berdua sama-sama salah, oke?! Jika saja Mama tidak mengagetkanku, maka aku juga tidak akan dengan sengaja menyalurkan chakra!"
Mendengar itu, amarah Sarada justru berkobar. Jawaban Boruto layaknya menambah bahan bakar pada api yang telah membumbung tinggi. Jari telunjuk gadis itu menuding tepat pada wajah saudara kembarnya. "Oh? Kau sekarang menyalahkan Mama?! Beraninya kau, Uchiha Boruto!?"
Mereka saling menatap dengan percikan permusuhan yang kental. Mereka bersiap akan saling meninju, hingga sebuah suara asing menarik perhatian mereka berdua. Suara yang tidak pernah mereka duga akan dengar.
"Uchiha ... Boruto?"
***
Namikaze Minato adalah seseorang yang jenius. Namun, kini tampaknya julukannya telah hilang dalam sekejap mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Incident [SasuNaru]
Fiksi PenggemarSi kembar tidak sengaja mengaktifkan segel rumit yang berada di ruang kerja sang ayah. Kejadian tak terduga membuat mereka terlempar jauh ke masa lalu. Dan apakah itu kakek nenek mereka?! Oh! Ada juga paman Itachi dan paman Kakashi?! Mereka kecil!