18. Menepi dari Luka

747 96 2
                                    

Mempertahankan kerapuhan, berharap tuk kembali membaik. Namun hanya Angan.

🐨🐼

Setelah mentari dijemput, saat itulah Junkyu berhasil menapaki teras rumah. Setelah selesai makan bersama Masiho sore tadi, keduanya memilih untuk menuju lapangan yang ketepatan tak jauh dari warung makan, terdapat lapangan basket, tak hanya itu, ada banyak tempat khusus yang memang disediakan untuk tempat bermain permainan berbagai jenis olahraga.

Meski terasa lelah, namun Junkyu merasa lebih baik, daripada hanya diam dan duduk termenung. Rumah ini terasa sepi ketika tangannya berhasil memutar dan menggeser pintu untuk membuka jalannya. Apa Jihoon belum pulang, apa Oma sedang tidak di rumah.

Junkyu berjalan ke arah dapur, barangkali Oma tengah bergelut dengan barang-barang dan bahan dapur, namun nihil. Ruangan itu kosong dan terlihat rapi. Saat akan naik tangga, Junkyu bertemu dengan Jihoon yang kebetulan akan menuruni tangga.

Tatapan keduanya bertemu, hanya sesaat sebelum Jihoon memutusnya dan lanjut berjalan seolah tak ada siapa-siapa untuk ia harus berbasa-basi.

"Jiun lo tadi kemana?"

Pertanyaan Junkyu hanya mendapat angin lalu saja, tak ingin menyerah. Junkyu mengulang pertanyaanya dan mengikuti Jihoon. Menarik bahunya, yang langsung saja ditepis kasar.

"Bukan urusan lo!" ucapnya tidak dengan hanya suara yang tajam, namun juga tatapan yang membuat siapa saja akan merasa ketakutan.

"Gue saudara lo Jiun, kita harus saling peduli dan tau satu sama lain."

"Buat lo, tapi engga buat gue."

Tak ada lagi jawaban yang disuarakan oleh Junkyu, ia memilih diam saja, hingga Jihoon meninggalkannya, yang dilakukan Junkyu hanya diam menatap punggungnya. Kembali lagi tersakiti oleh lisan tajam saudaranya.

"Ajun, kamu udah pulang?"
Suara Oma berhasil membuat Junkyu memasang wajah tersenyum dan seolah baik-baik saja.

"Kenapa telat pulangnya Jun?" tanya Oma lagi.

"Tadi Ajun ada tugas oma." Jawaban singkat itu berhasil lolos, tanpa keraguan. Seolah berbohong menjadi keahlian seorang Junkyu.

"Ooo, ya sudah kamu mandi dulu, habis itu makan ya. Eh tunggu." Oma menarik tangan kiri Junkyu. Melihat telapak tangan yang masih meninggalkan bekas bercak darah dan juga luka yang terlihat, tidak cukup lebar, tapi pasti menyakitkan.

"Ini kenapa bisa gini?" tanya Oma lagi.

"Itu salah Ajun yang ga hati-hati Oma."

"Eumm, Ajun ke kamar dulu ya Oma," lanjutnya. Menarik pelan tangannya yang berada di genggaman Oma. Lalu berbalik pelan dan sopan. Junkyu bahkan lupa bahwa tangannya terluka, karena semenjak luka itu ada tak ada rasanya, meskipun terpantul berkali-kali dengan bola. Mungkin akibat berhasil terhalau oleh sakit yang lebih kuat.

"Gue saudara lo Jiun, kita harus saling peduli dan tau satu sama lain."

"Buat lo, tapi engga buat gue."

Junkyu tersenyum kecut, mengingat kalimat yang diucapkan Jihoon dengan mudahnya. Tak salah, tak ada yang salah dari balasan ketus Jihoon tadi. Junkyu paham dan seharusnya cukup tau diri, bahwa sedari awal, memang hanya dia saja yang menganggap Jihoon sebagai saudaranya, sementara Jihoon, jangankan saudara, menganggap sebagai sahabat lama pun, sepertinya Jihoon tak berniat.

Don't Give Me Hope |JiKyu-JihoonJunkyu|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang