20. Pulang

26 3 1
                                    

Bandara Soekarno Hatta siang ini tampak ramai. Lalu lalang manusia di tempat ini begitu sibuk. Ada yang pergi dan ada yang kembali. Entah hanya untuk sementara atau untuk selamanya.

Rombongan Hasta dan Gio tampak berpamitan dengan dengan mama Tania, papa Chandra dan Nares. Kok Nares gak ikut ke Bali? Nares harus menggantikan sementara pekerjaan papanya selama sang papa perjalanan bisnis ke luar negeri.

"Pa ma. Hasta dan mas Gio pamit pulang ya." Ucap Hasta memandangi kedua orangtua nya.

"Jagain Hasta ya nak Gio. Papa sama mama percaya sama kamu. Jangan sedikit pun sakiti dia. Kamu akan berhadapan dengan papa kalo sampe anak papa kecewa sama kamu." Ucap papa Chandra sambil menepuk bahu menantunya.

"Percaya sama Gio, pa. Gio gak akan ngecewain Hasta. Gio janji."

Mereka pun berpisah sementara, karena bulan depan mereka akan bertemu lagi di resepsi Hasta dan Gio.

Di dalam pesawat, Gio tak hentinya senyum senyum sambil mengusap punggung tangan Hasta. Dia masih tak menyangka, awalnya dia ke Jakarta hanya ingin minta restu ke orang tua Hasta, malah langsung dinikahkan.

"Mas masih merasa mimpi, wanita yang mas lihat di jalan ternyata sekarang sudah jadi istrinya mas. Mas bahagia banget sudah milikin kamu, sayang." Ucap Gio sambil mencium tangan Hasta.

"Hasta juga gak nyangka, lelaki yang Hasta tolong sekarang sudah jadi suami Hasta. Padahal udah sekarat yak dulu. Ha ha ha." Ledek Hasta.

"Oh gak iklas nih dulu nolongin mas yang lagi sekarat hah?" Gio mencubit hidung mungil Hasta.

"Ih gak dong mas. Hasta iklas kok. Kalo gak iklas gak mungkin kan Hasta ikut mas Gio sampe masuk ruang operasi."

"Makasih ya sayang. Mau kejadian apa pun kalo kita berjodoh, pasti kita akan dipertemukan juga."

"Iya mas." Hasta menganggukkan kepalanya.

"Karena tadi kamu ledekin mas sekarat. Nanti pulang sampe rumah, kamu mas hukum. Awas kamu." Goda Gio.

"NO..... sing nyak ae (gak mau)" tolak Hasta sambil menggembungkan pipinya yang sudah chubby. Gio pun menoel pipi Hasta, gemes banget.

***

Welcome Bali

Sesampainya di Bali, mereka di jemput oleh sopir pribadi keluarga Gio. Mereka menuju kediaman orangtua Gio. Hasta gak mau pisah rumah dengan keluarganya Gio. Hasta kasian dengan ibu mertunya yang bakal kesepian kalo Gio dan Hasta harus pindah rumah.

Hasta juga diminta Gio menjadi ibu rumah tangga dan membantu Gio untuk mengelola cafe milik Gio. Hasta tak mempermasalahkan itu, karena dia juga pernah menjadi ibu rumah tangga sebelumnya.

Kabar pernikahan mereka belum banyak yang tahu. Hanya beberapa relasi Gio saja yang tahu, karyawan Gio yang di Rumah sakit, klinik ataupun cafe belum ada yang tahu. Para rekan kerja di kampus juga belum ada yang tahu. Hasta berniat mengundang rekan kerjanya saat resepsi saja.

Mobil keluarga mereka sudah memasuki halaman rumah orangtua Gio. Gio, Hasta, Gista dan bu Lissa memasuki kamar mereka masing masing untuk istirahat.

Hasta baru pertama kali memasuki kamar Gio. Sebelumnya dia hanya pernah masuk ke kamar Gista.

Kamar Gio tampak luas, dengan sofa dan TV beserta satu set PS dekat pintu masuk. Ranjang besar menghadap balkon. Meja kerja Gio yang tertata rapi di depan walk in closet dan disampingnya ada kamar mandi minimalis dengan bathup di dalamnya.

"Sini sayang, ngapain kamu berdiri di depan pintu." Gio menghampiri Hasta dan menarik tangan Hasta untuk mengikuti dia.

"Duduk sini, aku siapin air untuk mandi dulu. Nanti sore kita ke cafe ya. Aku mau kenalin semua staff disana." Gio menuntun Hasta untuk duduk di tepi kasurnya. Sebelum Hasta berucap, Gio sudah berlari masuk ke dalam kamar mandi.

A Love For Hasta (CETAK TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang