✧ Bab 1: Eksistensi yang Tak Diharapkan.

1.9K 246 42
                                    

Disarankan memutar lagu di multimedia;)

***

Rasanya menyakitkan saat mengetahui jikalau eksistensimu tak pernah diharapkan, bahkan oleh sosok yang menghadirkanmu ke dunia.❞

***

Semesta tampaknya sedang berbahagia pagi ini, terbukti dengan bentang cakrawala berwarna biru cerah, ditemani oleh awan putih serupa kapas yang bergerak lambat.

Pagi itu, derap tungkai seorang pemuda terdengar, beradu dengan berpasang-pasang tungkai lain yang melangkah melewati lorong sebuah panti rehabilitasi jiwa.

Senyum ramah nan hangat tak pernah tanggal dari bibir sang empu, menyapa tiap pribadi yang ia temui. Bahkan, wajah pucat serta lingkaran hitam di bawah mata tak lantas melunturkan kadar ketampanannya.

Setelah beberapa saat, langkah sepasang kaki panjang tersebut akhirnya terhenti, tepat di depan ruangan bernomor 255. Kasa, pemuda bernetra elang itu menghela napas dalam barang sejenak, kemudian, jemarinya terayun naik, mengetuk pintu berdaun cokelat tersebut.

Tak berselang lama, sesosok cantik berambut pendek menyembul diantara pintu yang terbuka. Delia namanya, tapi Kasa memanggilnya dengan embel-embel 'Mbak' karena perempuan tersebut lebih tua 8 tahun darinya.

"Kasa?" Delia tersenyum, kemudian sedikit memundurkan diri, mempersilahkan sang tamu masuk. "Ayo masuk," katanya.

Kasa menarik kedua sudut bibirnya, membalas senyum yang Delia berikan. Si tampan itu mengangguk mengiyakan, lantas mengikuti langkah yang lebih tua dan mendudukkan diri di sofa, tepat di depan Delia.

"Kamu minggu kemarin kemana, Sa? Tumben ngga dateng ke sini?"

"Ngga kemana-mana kok, Mbak. Kasa lagi ada kerjaan aja, jadi ngga sempet jenguk mama."

"Lagi sibuk banget ya berarti?"

"Ya gitu deh, Mbak," jawab Kasa, seraya berdeham kecil beberapa kali.

Delia menatap lamat lawan konversasinya, menelisik seberapa kacau tampilan pemuda itu. Raut pias, tatapan sendu, kantung mata yang sedikit menggembung juga menghitam, serta bibir pucat dan kering. Napas Kasa terdengar berhembus berat, bersama dengan suara dehaman batuk yang kentara ditahan.

Sepertinya, Kasa sedang tidak sehat. Begitu simpul Delia.

"Kamu lagi sakit, Sa?"

Kasa mengangkat kedua alisnya, kontan menggeleng. "Ngga kok, Mbak. Kasa sehat, iniㅡ"

'Uhuk uhuk!'

Ucapan Kasa terhenti karena gatal di tenggorokan yang tak lagi tertahan. Pemuda itu terbatuk keras hingga dadanya terasa sakit.

Delia mendekat, lantas menepuk punggung Kasa beberapa kali. Sebelah tangannya bergerak mengambil segelas air mineral yang ada di meja, menusukkan sedotan, lalu menyodorkannya pada Kasa.

Kasa mengatur napas, kemudian berdeham beberapa kali guna meredakan gatal di tenggorokannya. Setelah itu, diambilnya air yang Delia sodorkan. Segera, Kasa menelan beberapa tegukan air guna membasahi kerongkongannya.

"Boongnya ketauan banget kamu, Sa."

Yang lebih muda meringis pelan. "Ngga boong, Mbak. Ini cuma meriang aja, soalnya beberapa malem ini begadang, hehe." Kasa menyengir, sembari menepuk dadanya beberapa kali.

"Beneran cuma meriang?"

"Iya, Mbak. Santai aja, ntar dibawa tidur juga mendingan kok." Kasa menyahut santai, tak lupa membubuhkan senyum kotaknya.

JUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang