✧ Kepingan Masa Lalu 2: The Day Of Tragedy.

1.6K 266 44
                                    

Katanya, jangan terlalu baik, karena dunia tak selalu membalas kebaikanmu. Benarkah begitu?

***

"Papa pulang!"

"Yeyyyy, papa!" Kasa, bocah berumur 6 tahun itu berlari riang menuju sang papa. Sepasang tangannya direntangkan lebar-lebar, mengharap sebuah dekap hangat sebagai oleh-oleh dari pria yang tak ia temui sekian hari.

Ravi, ayah dua orang anak itu lekas menaruh tas kerjanya di lantai, lalu dengan sigap membawa tubuh mungil Kasa masuk dalam gendongannya. "Uh, adek tambah berat, ya? Padahal baru papa tinggal sebulan bulan loh ini," ujarnya, sembari mencubit gemas hidung sang anak.

Si empu tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi susunya yang rapi. "Iya dong! Adek makannya banyak, ngga kayak abang. Liat, Pa, badan abang kurus kayak papan." Telunjuk Kasa mengarah pada sosok abangnya, Biru, yang sedang duduk anteng di sofa.

"Dek, abang diem loh dari tadi." Suara Biru terdengar.

"Emang bener kok, abang makannya dikit. Banyakan adek, tauuu."

"Iya deh, iya. Abang makannya dikit doang, biar beras di rumah ngga cepet abis." Biru memilih mengalah daripada berdebat dengan yang lebih muda.

"Eh? Papa udah pulang?" Pertanyaan retoris ini mencuat dari bibir Erika yang muncul dari arah dapur. "kapan sampenya, Pa?"

"Barusan, Ma," sahut Ravi.

"Adek turun dulu, papa pasti capek," titah Erika.

Kasa mempout kecil, kepalanya mendongak menatap sang papa. "Tapi, adek kangen sama papa. Adek masih pengen digendong papa."

"Ya tapi 'kan papa baru pulang, Dek. Turun dulu." Nada Erika yang terdengar tegas tak ayal sukses membuat Kasa memberengut sedih.

"Ngga papa, Ma, lagian adek cuma minta gendong kok."

"Jangan terlalu diturutin maunya adek. Kamu 'kan capek baru pulang dari Surabaya. Masa langsung gendong dia sih?"

"Maㅡ"

"Adek digendong abang aja, ya?" Biru menginterupsi percakapan dua orang dewasa tersebut. Entah sejak kapan bocah itu sudah berdiri di sisi sang papa.

"Tapi, adek maunya digendong papa," sahut Kasa pelan, lengkap dengan bibir yang melengkung sedih.

"Sama abang aja, ya? Kita main di kamar abang, nanti abang kasih action figure Batman lagi, adek mau ngga?"

Kalimat Biru tentu mendapat anggukan cepat dari Kasa. Iming-iming yang Biru sampaikan membuat hati Kasa membengkak bahagia. Lagipula, siapa yang tidak tergiur dengan tawaran Biru? Kalaupun ada, tentu saja bukan Kasa orangnya.

Dalam diam, anak 6 tahun itu memikirkan koleksi action figure-nya yang akan bertambah. Lengkungan sedih yang sebelumnya menghiasi bibir Kasa kini tergantikan oleh sebuah senyum cerah.

Kasa menggeliat dalam gendongan sang papa, kemudian merentangkan tangannya ke arah Biru yang menjajakan punggungnya dan disambut dengan senang hati.

Sementara itu, untuk beberapa detik, Ravi memandang Erika sejemang dengan tatapan tak terbaca, kemudian beralih melirik kedua jagoannya. Seutas senyum hadir di bibirnya bersama tangan yang terangkat, mengusap surai legam dua bocah berbeda 5 tahun itu.

"Papa beliin Batman dan Superman baru loh buat abang sama adek, ambil gih di mobil."

"Hore! Ayo, Bang, kita ambil!" Kasa berteriak antusias di punggung Biru.

JUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang