Chapter 2: kepercayaan

37 3 0
                                    

Keesokannya sekolah di paksakan untuk libur agar tidak ada penyerangan kembali. Semua murid terpaksa untuk belajar di rumah sementara dan menghabiskan waktu selama satu hari ini.

Naruto sangat jenuh sekali tidak bisa bersekolah hari ini, ia tidak bisa bertemu teman-temannya bahkan menjahili murid-murid yang lain.

Hanya berbaring di atas kasurnya sambil memandangi langit-langit kamarnya. "Sangat membosankan! Kenapa harus di liburkan?" Ucap Naruto.

Kamar Naruto lumayan luas, kamar yang bernuansa warna oranye dan hitam sesuai warna kesukaan laki-laki itu. Beberapa barang yang berantakan sesuai dengan sifatnya yang agak pemalas.

"Naruto! Bereskan kamarmu jika hari ini tidak sekolah!" Suara teriakan seorang wanita terdengar dari luar kamar remaja itu. Naruto mendengus ketika mendengar ia harus membereskan kamarnya. Ayolah dia pemalas.

"Nanti saja!" Seru Naruto.

"Bereskan kamarmu cepat sebelum Mama menghancurkan semua mainanmu itu!"

"Ya! Ya! Akan aku bereskan!"

"Selalu saja.. berteriak, marah, seperti penyihir.." gumam Naruto.

Naruto pun segera membereskan kamarnya yang sangat berantakan tersebut. Mulai dari baju kotor yang berserakan dan beberapa buku yang tidak tertata pada tempatnya.

Setelah hampir satu jam Naruto membereskan kamarnya, ia mendengar suara telepon dari ponselnya di atas kasur. Naruto menyambar ponselnya dan mulai mengangkat telepon.

"Naruto! Ayo sarapan! Setelah itu kau mandi!"

Naruto masih sibuk menjawab telepon ketika di panggil, setelah panggilan selesai Naruto kembali melempar ponselnya ke atas kasur dan berdiri di depan cermin memandangi wajahnya.

Menatap kedua bola matanya yang berwarna biru cerah. Bagi siapapun yang bertemu Naruto, pasti mereka akan jatuh cinta kepada kedua bola matanya yang cantik itu.

"Semua telah berubah.." gumam Naruto.

"Naruto! Cepatlah keluar!"

Naruto menoleh ke arah pintu. "Ya Mama! Aku akan kebawah! Menyebalkan." Naruto langsung mengambil kembali ponselnya di atas kasur.

Naruto memutar gagang pintunya dan segera keluar dari kamarnya itu. Ia segera menuruni tangga menuju ruang makan untuk sarapan.

Ia melihat wanita berambut merah panjang sedang menyiapkan makanan di atas meja sedangkan di sisinya ada pria berambut kuning sedikit lebih muda warnanya sedang menaruh selai roti.

"Pagi Papa, pagi Mama.." sapa Naruto sambil menarik kursi lalu duduk dan mengambil piring.

"Pagi nak, ayo sarapan yang banyak hari ini." Ucap pria berambut kuning itu. Dia adalah ayah dari Naruto, yakni Namikaze Minato. Sifatnya sangat lembut dan penyayang, berbeda sekali dengan Naruto.

Naruto mengambil nasi dan sayur untuk menu sarapannya kali ini. Wajah Naruto masih masam sejak diteriakan untuk membersihkan kamarnya.

"Naruto, besok kau sudah mulai sekolah lagi?" Tanya Minato.

Naruto mengangguk. "Ya, Pak Tobirama hanya memberikan izin libur satu hari setelah kejadian penyerangan kemarin.." ucap Naruto.

"Memangnya siapa yang menyerang sekolah? Kau tidak terlibat di dalamnya kan?"

Minato menoleh ke istrinya tersebut. "Kushina, jangan berbicara seperti itu.. kau sejak tadi marah-marah terus.." Minato menggelengkan kepalanya.

Naruto mendengus, Mamanya itu selalu saja seperti itu padanya. "Mama bisa berhenti menyalahkan Naruto seperti itu? Sejak tadi pagi Mama selalu berteriak terus, bahkan setiap hari."

RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang