Satu

9 2 0
                                    

Hai, lama banget ya nggak update di lapak ini, hehehe. Gimana kabarnya? Semoga baik-baik aja ya. Dari sekian lama hibernasi, akhirnya baru muncul ide cerita baru. Semoga pada suka..
Hehe, salam rindu

* * *

Juli, 2022

Hari ini, ternyata masih sama dengan hari kemarin. Sama-sama macet panjang dan menyebalkan. Tidak tahu artinya buru-buru mengejar waktu. Bajuku yang awalnya wangi parfum, berubah jadi bau keringat. Suara klakson kendaraan yang tidak sabaran, terdengar begitu memekakan telinga. Aku sangat menyesali keputusanku kali ini, karena memilih naik ojol daripada mengendarai mobilku sendiri. Awalnya ku pikir akan lebih cepat sampai ke kampus. Ternyata sama saja. Justru terasa makin gerah. Tidak pernah kubayangkan sebelumnya, bahwa terik matahari pagi akan semenyengat ini di kulitku. Belum lagi aroma helm yang menempel di kepalaku ini, sungguh. Rasanya aku ingin pingsan saja.

"Mas, kita nggak bisa cari jalur alternatif ya?" Ucapku pada pengemudi ojol yang kutumpangi ini.
"Nggak bisa, mbak. Jalanan macet total. Mau maju aja susah, apalagi muter balik." Jawabnya.
Ya Tuhan, bisakah Engkau memberiku awan Kinton? Aku ingin cepat sampai kampus tanpa terjebak macet. Kedua alisku ini terasa pegal, mungkin karena terlalu silau pada sinar matahari. Hingga pada akhirnya, aku memutuskan untuk menutup kaca helmku. Meskipun, aroma helm ini semakin semerbak dihidungku.

Ponselku tiba-tiba berdering, satu panggilan masuk dari Erna, teman satu kelasku di kampus.

"Iya, Na? Ada apa?"

"Barusan Bu Langit kontraksi, Div. Beliau dilarikan kerumah sakit terdekat, kayaknya udah mau lahiran deh. Jadi besar kemungkinan matakuliah hari ini kosong. Dan kabar baiknya, dosen pengganti Bu Langit juga lagi ngambil cuti."

Mendengar ucapan Erna barusan, hatiku cukup lega. Setidaknya aku tidak akan terlambat masuk kelas hari ini. Apakah ini kesempatanku untuk kembali ke Apartemen dan mengganti baju? Tapi, sudah kepalang tanggung, aku juga tidak mungkin putar balik. Kalau dipikir-pikir juga jadwal meetingku masih lama, lebih baik aku mampir ke Cafe dan sarapan. Perutku ini belum terisi apapun sejak tadi malam.
"Mas, kita ke Cafe terdekat aja ya."
"Oke, mbak."

* * *

Nuansa dan aroma kue di Cafe ini tetap sama, tidak pernah berubah. Padahal, sudah lebih dari dua tahun aku tidak mampir kesini lagi. Terlalu sibuk dengan kuliah S2 ku, sampai tidak pernah ada waktu untuk sekedar ngopi santai dan menimati pemandangan jalan ibu kota.

Seperti biasa, aku duduk di meja paling ujung yang menghadap kearah jalan. Kemacetan tadi masih saja belum usai, padahal sudah hampir 20 menit aku disini. Tidak terbayang jika dosenku tidak kontraksi, dan tujuanku pagi ini tetap kampus. Pastilah aku dihukum dosen karena datang terlambat, bahkan sangat terlambat. Alasan telat karena kemacetan terlalu klise bagi para dosen.

"Pagi, mbak Diva." Sapa pegawai Cafe yang sudah sangat hafal denganku.

"Pagi, Bil. Apa kabar?"
"Alhamdulillah baik. Mbak Diva apa kabar? Lama banget nggak pernah mampir kesini bareng mas Kevin" Ucap Bilal.
"Saya ada kesibukan lain, Bil." Jawabku apa adanya. "Jangankan punya waktu untuk Kevin, buat diri sendiri aja susah."

"Iya sih, mbak. Saya paham betul posisi mbak Diva kayak apa. Tapi tetep semangat ya, mbak." Ucapnya.

"Makasih banyak ya, Bil." Ucapku sambil tersenyum lebar padanya.
"Oh ya, mbak. Maaf kalau saya lancang. Tapi, apakah hubungan mbak Diva dan mas Kevin baik-baik saja?"tanya Bilal tiba-tiba.
Aku mengerutkan alis keheranan. Kenapa Bilal bisa bertanya seperti itu. "Hmm, sejauh ini kita masih baik-baik aja kok, kenapa memangnya?"

"Nggak papa kok, mbak." Jawab Bilal. "Kalau begitu, saya pamit kebelakang dulu ya, mbak. Masih ada pekerjaan." Ucapnya.

Aku hanya mengangguk mengiyakan, meski hatiku benar-benar penasaran dengan maksud dari pertanyaan Bilal tadi. Tak lama setelah Bilal kembali melanjutkan pekerjaanya, makanan dan secangkir kopi pesananku datang.
"Selamat menikmati." Ucap pelayan itu.
"Terimakasih banyak, mbak."
"Sama-sama."
Creamy latte with kentang goreng adalah menu favoritku dan Kevin, terkesan sangat biasa, tapi kami benar-benar menikmatinya. Biasanya, kami menghabiskan waktu sore bersama disini. Meski aku harus menunda meeting dengan klien demi secangkir creamy latte yang ku minum bersamanya. Ponselku berdering untuk yang kedua kalinya dipagi ini, ada panggilan masuk dari Felice, sekretarisku.
"Ya, hallo, Fel. Ada apa?"

"Selamat pagi, Bu. Maaf mengganggu waktunya. Tapi, saya ingin menginformasikan bahwa meeting bersama PT. Biantara Jaya Group akan dimajukan pukul 1 siang. Karena pihak yang bersangkutan ada keperluan lain. Dan mereka minta agar meeting dilakukan di luar kantor, Bu. Apakah ibu bersedia?"

"Ya, kamu atur saja jadwal dan tempatnya. Kalau bisa, cari tempat yang tidak terlalu jauh dari kantor, karena nanti sore Papa saya akan berkunjung. " ucapku.

"Baik bu, terimakasih. Dan mengenai lokasi meeting nanti siang, akan saya informasikan kembali kepada ibu. Selamat pagi." Jawab Felice mengakhiri percakapan kami.
Aku kembali melanjutkan nostalgiaku, senyuman manis Kevin begitu aku rindukan akhir-akhir ini. Sebab, sudah beberapa pekan dia tidak memberiku kabar. Dan aku berusaha untuk selalu positif thinking padanya, mungkin banyak pekerjaan yang harus dia lakukan di kantor hingga belum sempat menghubungiku.

Suara notifikasi terdengar dari ponsel yang sedang kupegang. Satu chat masuk dari Felice. Nampaknya dia sudah menemukan tempat yang cocok dan sesuai dengan apa yang aku mau.

"Selamat pagi, bu. Izin menginformasikan kembali bahwa meeting dengan PT. Biantara Jaya Group akan dilaksanakan pukul 1 siang hari ini dan bertempat di Galamara Cafe. "


Impossibility Becomes PossibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang