Lembar empat🕊

28 20 1
                                    

🕊





Nama lengkapnya Ardhisya Qylandra. Tapi Qylan lebih suka dipanggil Qylan dari pada Ardhi. Katanya kaya bapak-bapak.

Qylan anak yang cerdas, cepat tanggap dalam hal belajar. Tidak ada rasa malas jika sudah berhadapan dengan buku. Beda lagi dengan Ridho Renandcrysta. Cita-cita mau jadi pengacara, tapi sekarang lagi belajar bahasa Mandarin dulu katanya.

Ada satu anggota keluarga Renanda lagi yang belum bertemu dengan Qylan. Embun Renandcrysta. Anak sulung keluarga Renanda. Wanita cantik yang sekarang sedang menjalani karier nya di Amerika. Bersama dengan sang Kakek disana.

"A itu kaki nya enggak sopan," tegur Renan sedikit memukul kaki Ridho yang selonjoran di karpet bulu merah. Lebih tidak sopan nya lagi, Ridho meminta sang Papih untuk memijat kakinya.

"Pegel Pih, pijitin."

"Punya anak gini amat, halal buat ditendang sampe ngalir ke sungai Amazon," celoteh Renan. Namun, tetap saja menarik kaki putranya, menyimpan kaki putih nan mulus itu pada paha Renan. Sensasi pijatan terasa enak sekali.

"Mbak mu kapan katanya pulang?"

Ridho berhenti menatap layar ponsel, kedua matanya melirik ke atas, sedang berpikir. Mbak Embun pernah bilang, tentang kepulangannya saat itu, tapi ... Ridho lupa. Dia lemah dalam hal berpikir.

"Lupa, Pih. Tapi Mbak pernah ngomong," ucap Ridho kembali mengschroll beranda Facebook, sesekali tangannya gencar untuk memberikan like kepada setiap postingan yang ia sukai.

"Terus, kamu mau buka lagi 'kah itu toko fotokopian kamu Dho? Kamu disini masih lama 'kan?

Ridho mengangguk. "Iya, Pih. Idho mulai buka Minggu nanti, lagi kabarin karyawan dulu ini," ucap Ridho.

Renan mengangguk bangga pada anaknya. Di usia Ridho sekarang, Ridho sudah memiliki toko yang berada disebrang jalan, hanya sebuah toko khusus print tugas sekolah, cetak foto, dan segala macam lainnya kebutuhan sekolah juga ada. Sambil kuliah, Ridho sudah membuka dua cabang toko. Karyawan nya juga tidak banyak, hanya ada tiga orang saja.

Oh iya, kedua tokonya sama kok. Masing-masing nama toko tersebut, senior 1 dan senior 2. Kedua tokonya selalu ramai setiap hari. Apalagi saat sekolah mulai kembali dibuka.

"Dedek emes mana ya? Kok enggak ikut ke sini." Ridho beranjak bangun, begitu pun dengan Renan yang menyudahi acara memijat sang putra.

"Panggil sana, Qylan masih malu-malu meong," titah Renan yang disetujui cepat oleh Ridho.

Renan yang ditinggal sendiri di ruang televisi menghela napas pelan, kedua matanya meliar mencari remote, sebelumnya Renan mencari tempat duduk yang nyaman dulu, soalnya dua puluh menit lagi pertandingan bola segera dimulai, ah, Renan paling semangat mendukung negaranya sendiri.

"Mas." Dara mencolek bahu Renan, sebelum mengambil posisi duduk disebelah sang suami.

"Astagfirullah, Yang, aku pikir kamu ha--"

"Bilang hantu aku tabok kamu Mas!"

"Iya maaf. Lagian udah malam maskeran terus, enggak istri, enggak anak sama aja ternyata."

Dara yang mendengarnya memilih tidak peduli, tangannya beralih mencomot kripik singkong yang ada pada pangkuan Renan.

"Mantan suami kamu bilang apa aja kemarin pas dia nitipin Qylan?"

"Katanya dia ada urusan, tapi aku enggak dikasih tahu, urusan dia apa Mas. Katanya Mbak Indah juga meninggal," tutur Dara sambil mengunyah kripik itu dengan nikmat.

"Innalilahi ... kenapa katanya?"

"Ya enggak tahu lah Mas," jawab Dara apa adanya. Ya memang dia tidak tahu kok.

Jika suami istri itu sedang berceloteh sambil ngemil. Maka Qylan dan Ridho sedang bertukar cerita di dalam kamar. Eh, ngomong-ngomong, kamar Qylan pindah ke atas. Paling pojok, dekat kamar Ridho. Soalnya, hanya kamar itu saja yang kosong.

"Oh jadi A Ridho punya Mbak ya, terus sekarang Mbak nya lagi dimana?"

Ridho mengangguk seraya menjawab pertanyaan Qylan. "lagi di Amrik. Ada projek katanya disana, entar deh kalau Mbak Embun udah pulang, siap-siap aja kamu diunyel-unyel sama dia. Soalnya Mbak suka sama yang imut-imut, kaya kamu contohnya."

"Iya 'kah? Hm. Pipi Qylan udah sakit, A Ridho juga jangan unyel-unyel pipi Qylan lagi," katanya membuat Ridho cengengesan.

"Qylan, kalau boleh tahu, sekarang kelas berapa? Kata Papih, Minggu depan Qylan udah sekolah loh, yee, nanti Aa deh yang anterin Qylan ke sekolah!" seru Ridho. Terlihat dahi Qylan yang mengernyit, Renan tidak memberi tahu kapan Qylan sekolah, ia hanya sempat bertanya saja kepada Qylan tentang ingin sekolah atau tidak.

"Qylan kelas dua SMP A Ridho," jawab Qylan.

Apa-apaan ini? Ridho tidak ingin mengakui rasanya, jika Qylan kelas dua SMP. Soal wajah, Qylan terlihat seperti anak sekolah dasar, sungguh. Tetapi soal tinggi, ya lumayan, saat berdiri dengan Ridho saja. Tinggi Qylan sudah sebahu Ridho.

"Yaudah, besok Aa anterin Qylan buat beli alat-alat tulis sama keperluan lainnya. Oke?"

"Huum."

Ridho mengacak gemas rambut Qylan, jadi begini rasanya memiliki adik. Batin Ridho. Beberapa tahun lamanya, Ridho biasanya sering sekali menganggu Mbak Embun hanya karena bosan, sekarang tidak lagi. Ridho 'kan sudah punya Qylan. Hehe.

Ngomong-ngomong, Ridho sudah punya pacar. Pacarnya cantik, turunan Jepang. Sekarang Ridho dan pacarnya belum bisa bertemu, lantaran si pacar sedang sibuk dengan kuliahnya disana. Eh, tapi tiap mau tidur, tidak pernah absen sedikitpun saling mengabari, bahkan video call sampai jam dua belas malam. Virtual, hm.

"Qylan mau tidur A. Udah ngantuk," ujar Qylan seraya berdiri menuju ranjang.

"Iya gih tidur, besok Aa bangunin pagi-pagi." Ridho menarik selimut tebal sampai sebatas dada Qylan. Qylan yang diperlukan seperti itu hanya bisa tersenyum tipis untuk membalasnya.

"Selamat tidur adek."

Setelahnya ruangan Qylan gelap, dan pintu kamar terdengar ditutup oleh Ridho.

"Um. Selamat malam A Ridho," balas Qylan pelan. Nyaris tidak terdengar, karena setelahnya anak itu mulai menutup netra dan menjelajahi alam mimpi.

"Ekhem! Yang lagi sibuk berdua, ekhem!"

Renan dan Dara kompak melihat ke belakang, rupanya itu Ridho yang berjalan ke arah mereka dengan menanteng bantal dari kamar. Wajahnya sudah ditamplok masker wajah warna pink, cucok unyu kata Dara. Itu yang milih Dara by the way. Ridho mau-mau aja tuh. Dia juga suka.

"Ampun Ridho, itu wajah kamu jadi kaya pig," lontar Renan. Ridho mendelik tajam, sebelum dengan sengaja mencubit paha Renan.

"Mih, tuh Papih ledekin Idho. Ini 'kan masker wajah pilihan Mamih," adu Ridho. Renan yang mendengarnya sedang bersiap, bahwa sang Baginda ratu sebentar lagi akan mengoceh. Kedua telinganya harus Renan kasih perisai.

"Tahu ah Mas. Kenapa sih? Mas juga mau aku tamplokin? Ini tuh biar wajah kita terbebas dari jerawat, dan komedo-komedo kaya tukang bakso bakar yang suka Ridho beli tuh," kata Dara.

"Tapi baksonya enak Mih, Mamih juga suka makan tuh," sela Ridho. Membahas tukang bakso bakar, Ridho jadi mau.

"Iya deh. Si paling maskeran."

"Si paling tiktokers," sindir Dara membuat ruangan hening.




🕊


   

 [HIATUS!] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang