Bab 6: Favorite Crime

959 159 18
                                    

"You used me as an alibi

I crossed my heart as you crossed the line"

-Favorite Crime 'Olivia Rodrigo'


Tidak ada pagi semenyenangkan hari ini, rasanya badan Haechan sangat ringan menyambut mentari pagi yang bersinar terik di luar sana. Euforia yang tidak bisa disembunyikan.

Ia melirik bagian kiri ranjang yang telah kosong, teringat kenangan tadi malam bersama si mungil yang merelakan tidur berdempetan. Haechan harus bersyukur membeli ranjang kecil sehingga tidak ada alasan untuk memberi batas satu sama lain. Seringainya terbit tanpa ragu, aroma Huang Renjun masih menempel di bantal dan sprei bahkan ingatannya. Mereka nyaris tidur berpelukan, apalagi tambahan fakta jika penulis itu tidur seperti anak kucing, mendusel bantal dengan pipinya. Butuh waktu lama buat Haechan mengalihkan pandangan, terlalu fokus menatap Renjun yang cepat sekali tertidur. Tidak sia-sia memaksanya menginap di sini.

Mencuci muka dan menyikat bibir dengan cepat, Haechan keluar dari kamar untuk mencari Renjun. Ia yakin lelaki itu belum pulang tanpa berpamitan, isi ponselnya masih kosong dari notifikasi. Seperti telah mengenal bertahun-tahun, tebakan Haechan sangat tepat. Renjun ada di dapur, sedang sibuk membuat sesuatu.

"Selamat pagi!" Haechan menyapa sangat hangat, duduk di meja bar yang telah merangkap jadi tempat makan. Dari sini ia bisa melihat jelas si pendek yang sibuk dengan wajan dan kompor yang menyala, dari baunya sih Haechan tebak Renjun membuat nasi goreng.

"Pagi Haechan." Renjun tidak menoleh sama sekali, masakan sederhananya lebih butuh diperhatikan.

Yang lebih muda memangku pipi dengan tangan kiri, senyumnya tak lekang sama sekali dari wajah baru bangun tidur itu. Pemandangan unik ini tidak akan disia-siakan, bagaimana rasanya bangun pagi dengan seseorang yang khusus memasak untukmu. Sungguh menyenangkan. "Apa ciumanku masih membekas?"

"UHUK!" Renjun tersedak ludah sendiri, buru-buru mencari air yang cepat Haechan berikan seperti sudah tahu resiko yang terjadi karena melempar topik semalam.

Tentu alasan senyumnya tak memudar karena ciuman yang mereka lakukan semalam. Nyatanya Haechan tidak membiarkan pengalaman pertama itu hanya kecup semata, ia memaksa Renjun untuk menerima apa yang harus disebut 'ciuman'. Pemuda itu mengarahkan tangan yang lebih tua untuk mengalungkan ke lehernya, memperdalam ciuman dengan tambahan lumatan dan pergulatan lidah yang tak ada habisnya. Mereka berhenti setelah Renjun mendorong bahunya, sudah terlalu lama sampai bernapas pun terlupakan. Ingatan atas wajah si manis yang memerah serta hembusan napas saling beradu tidak akan pernah terlupakan dalam ingatan Haechan.

Huang Renjun luar biasa atraktif untuk diabaikan.

"Jangan ganggu aku saat memasak!" Renjun menendang lutut yang lebih muda, kembali ke masakannya yang sebentar lagi kelar tanpa peduli Haechan mengaduh kesakitan. Salah tingkahnya mengerikan sekali, menyakiti orang lain.

Haechan bersungut-sungut saat kembali ke tempat duduknya, tendangan Renjun tidak main-main. "Padahal aku hanya bertanya."

Dimatikan kompor dan langsung mengambil dua piring bersih yang dibagi secara adil, nasi gorengnya telah siap. Ia meletakannya di hadapan Haechan, duduk bersebelahan di meja bar. "Jangan protes kalau tidak enak, hanya ini yang bisa kubuat melihat betapa mirisnya bahan makananmu."

Omelan Renjun dianggap angin lalu, tidak seserius itu bagi Haechan yang memilih mengunyah makanan. "Aku sudah capek memasak untuk orang lain, masa di rumah juga memasak."

"Kamu ini..." Yang lebih tua menggelengkan kepala, berdecak kesal melihat rakusnya Haechan memakan sarapannya. "Setelah makan aku pulang, ya. Badan lengket, butuh mandi."

Icarus FallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang