"Mereka tahu apa arti dari rasa sakit, tapi apa mereka tahu bagaimana rasanya sakit?" — Rain Nurthahira Advenia.
•~°°°~•
"Ternyata gini ya kamu. Kalau pulang sekolah gak langsung ke rumah. Pantas saja rumah gaada yang beres, bunda mau makan gaada makanan."
"Pernah gak sih kamu buat Bunda bahagia? Ga pernah pernah Rain! Tiap hari kamu itu nyusahin aja bisanya. Seandainya kamu bantu-bantu bunda, bunda bakal bisa istirahat."
"Beda emang yah anak Marsel sama kamu! Kamu itu sekolah aja yang tinggi tapi bego! Hanya tinggal di rumah gaada kerjaan, tidur mulu. Kalau kamu mau uang kamu harus kerja sendiri."
Rain hanya terdiam menunduk, hatinya sakit tapi tak mampu membela diri. Dia ingin tapi tak mau jika nanti pukulan yang ia dapatkan lagi.
Sedikit mendekat dengan cepat Bulan mendorong kepala Rain, "punya anak taunya nyusahin saja, kamu pikir uang turun dari langit? Nggak bego! Seandainya gak masuk penjara karena ngebunuh orang, aku pengen banget bunuh kamu."
"Maaf Bunda," hanya itu yang Rain ucapkan Lalau masuk kedalam kamar. Bulan nampak bingung melihat anaknya itu yang berjalan lesu, seperti tak ada semangat hidup.
"RAIN BUNDA BELUM SELESAI BICARA!"
Tanpa membuka seragamnya Rain berjalan menuju kolam renang, dia sangat ingin menyembur dan melepaskan semua beban pikirannya.
"RAIN! KAMU BANTU BUNDA SINI!"
Tak ada sahutan, Rain langsung terjun kedalam kolam yang tingginya hanya sebatas dada orang dewasa, namun bagi Rain itu sangat dalam.
Rain membuka matanya, sekitar 2 menit ia mencoba berada di dalam air. Tapi air yang memasuki hidungnya sangat perih, alhasil Rain muncul ke permukaan.
Uhuk uhuk
"Astaghfirullah," Rain tahu dia tengah mencoba mengakhiri hidupnya.
Rain naik ke pinggir kolam, memeluk kakinya, menenggelamkan kepalanya di lekukan kaki lalu menangis. Dia merasa bersalah, pada Tuhan, pada Sasti, pada Adrian, pada Bulan.
"Ingat Rain bunuh diri itu dosa," Rain memilih bangkit, ia harus segera membantu Bulan.
"Loh kamu basah kuyup gini dari mana?" tanya Marsel ketika bertemu anak sambungnya itu di dapur.
Rain menunjuk ke belakang, "main di kolam pah," jawab Rain seraya tersenyum.
"Kalau ada masalah cerita aja ke papa, kalau kamu gak nyaman Seltry bisa kok jadi tempat cerita. Kalau Bunda mu kan tau sendiri dia seperti apa," ujar Marsel seraya mengambil air dingin di dalam kulkas.
"Turut berduka ya, padahal Adrian anak yang baik. Dia sering main ke sini sama pacar kamu," ujar Marsel membuat Rain sedikit kikuk.
Papanya itu sepertinya baru selesai shalat ashar, di lihat dari baju Koko yang ia kenakan.
"Pa, kalau mau shalat subuh bangunin Rain yah kalau bisa(?)" tanya Rain ragu-ragu.
"Insya Allah nak," jawab Marsel, "kita juga kayaknya gak pernah shalat berjamaah satu keluarga."
Rain tersenyum lebar, meski tatapannya terlihat kosong gadis itu sedikit merasa senang karena Marsel ia dapat merasakan kembali kehadiran sosok Ayah.
"Aku ganti baju dulu, malamnya aku ke rumah Adrian buat tahlilan," ujar Rain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Rain
Teen FictionRain Nurthahira Advenia atau yang kerap di sapa Ai. Gadis dengan segala kelebihan dan kekurangannya, seorang gadis yang begitu mendambakan sebuah kasih sayang, dan Seorang gadis kecil yang rapuh dengan kekecewaannya terhadap keadaan. Keadaan yang m...