katanya perkelahian antar saudara
adalah bentuk kasih sayang ya?—BUBAR; Bukan Kembar
◇
Kami duduk berdua di ruang tengah setelah gue selesai bikin minuman hangat buat Angeli, dia terlihat menikmati acara TV, beda sama gue yang merasakan bimbang setelah tau dia jatuh hati di pandangan pertama sama pacar gue sendiri.
“Revano ganteng! Angeli mau ketemu dia lagi,” ujarnya.
Gue terdiam cukup lama, bingung.
“Buat Angeli ketemu sama dia, Angela! Dia kayaknya suka juga sama Angeli,” katanya lagi.
Aku menghela napas, tiba-tiba ingin menghantam sesuatu dengan kepalan yang kuat. “Enggak bisa,” kata gue.
Kembaran gue kaget. “Kenapa?” Dia kelihatan serius.
“Karena dia punya Angela.”
“Punya Angela? Teman?”
Gue menggeleng.
“Tapi ....” Angeli menurunkan nyaringnya suara. “Angeli suka dia, Angeli mau sama dia, Angeli mau dia jagain Angeli kalau lagi takut.”
Gue juga gitu. Gimana cara jelasin ini semua sama dia? Revano berarti banget buat gue, bahkan gue gak pernah membayangkan kalau hidup tanpa dia. “Tapi Revano pacarnya Angela.” Gue harap Angeli mengerti.
“Putusin, dan kasih buat Angeli.” Dan ternyata enggak.
Gue diam lagi, kali ini biarin Angeli natap gue dengan penuh harap. Apa dia enggak bisa baca mimik wajah seseorang yang lagi marah? Atau gue ini tetap kayak ibu-ibu ramah yang kalau marah enggak kelihatan? Sejago itukah gue?
“Kenapa Angela enggak mau kasih? Dulu kalo Angeli mau es krim punya Angela, pasti dikasih. Kalo Angeli mau mainan punya Angela, pasti juga dikasih. Kalo Angeli mau baju punya Angela, semua selalu dikasih. Tapi sekarang kenapa enggak mau? Apa Angela marah sama Angeli?” tanyanya.
Gue memelas. “Angeli, ini beda ....”
“Beda apanya?” Dia marah, bahkan menghempaskan gelas ke lantai, benda itu langsung pecah. “ANGELA JAHAT!” teriaknya.
Gue menutup mata dengan begitu sabar, tapi enggak dengan air mata yang kebendung sejak di mana gue lihat Revano ngelindungin dia. Pipi gue udah basah sekarang, dan saat buka mata, penglihatan gue berkaca-kaca.
“Angeli mohon, kasih Revano buat Angeli.” Dia berlutut di depan gue, megang kedua tangan gue dan mengemis.
Ini bukan lagi tentang air mata gue yang bakal ngalah buat dia, rasanya berbeda, dan gue bener-bener udah enggak tahan sekarang. “Sampai kapan, Angeli?” tanya gue, “Sampai kapan segala sesuatu yang ada sama Angela direbut terus?”
Dia diam, dan berdiri dengan wajah yang enggak percaya.
“Angeli udah punya segalanya,” ujar gue lagi.
Dia menggeleng. “Enggak! Angela jahat! Angela enggak mau berbagi lagi! Enggak mau ngalah lagi” Dan dia nangis juga. “ANGELI MAU REVANO, TITIK! POKOKNYA MAU REVANO!”
“ANGELI!” Dan gue akhirnya membentak dia, dalam taraf kesadaran gue yang masih seratus persen, bukan di luar kendali gue kayak biasanya, tapi ini real, gue marahani kembaran gue sendiri. Perdana. “Angeli udah punya semua, orang tua, sahabat, cinta, perhatian, kebahagiaan bahkan harta benda sudah punya! Tolong, toloonnngg banget. Jangan ambil sesuatu yang Angela punya,” tutur gue.
“Tapi Angeli cuma minta,” cicitnya ketakutan.
“Angeli bukan minta, tapi merebut. Semuanya selalu direbut dari Angela!” balas gue, entah dia bakal ngerti atau enggak, tapi gue menyampaikan ini demi kebutuhan gue sendiri, gue enggak mau tertekan lagi. “Angela cuma punya Revano, kenapa Angeli enggak ngerti? Apa Angeli buta sampai gak bisa lihat hal itu? Enggak ada yang sama Angela selain Revano!”
“Angela ngatain Angeli buta?”
Gue diam.
“Angela gak ngerasa kalau Angeli sayang sama Angela?”
Gue masih diam.
“ANGELA JAHAT ....”
“LO YANG JAHAT!” Gue berteriak lagi, cukup marah besar sekarang.
“ENGGAK! ANGELA JAHAT! JAHAT!” Angeli mengambil vas bunga di samping lemari TV, dia melemparnya secepat kilat hingga gue enggak punya waktu buat menghindar.
Kepala gue terasa pecah, retak, hancur. Gue gak bisa menjaga keseimbang dan jatuh di antara beling-beling vas bunga yang tebal dan besar kayak kendi Krisna cari madu. Napas gue tersenggal, lalu dalam waktu yang singkat, gue udah enggak sadarkan diri.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
BUBAR | Bukan Kembar✔️
Cerita Pendek"Angela Jahat!" Gue? Iya. Dia bilang gue jahat dengan raut wajahnya yang ketakutan. Tanpa dia sadari, bahwa segala sesuatu yang gue punya, berada di tangannya semua. @Mi2022