Kini Wonwoo terduduk di depan sebuah minimarket. Tergopoh-gopoh pria tadi membawanya ke tempat yang lebih aman. Sakit yang luar biasa membuatnya tidak mampu menolak pertolongan pria aneh itu. Kacamata yang senantiasa menemaninya kini retak dimana-mana padahal ia baru membeli kacamata itu tiga bulan lalu. Sejujurnya Wonwoo merasa takut, takut akan apa ia juga tidak tahu. Diam-diam terselip doa semoga kali ini kesialan tidak menimpa dirinya lagi. Dapat terlepas dari makhluk yang berjalan mundur tadi lalu masuk perangkap tukang pukul yang mabuk dan sekarang ia berharap pria itu tidak berbuat sesuatu yang akan mencelakakannya.
Denting pintu di belakang berbunyi. Si pria mendekati Wonwoo dan duduk tepat di hadapannya. "Biar kubantu mengobati luka-lukamu. Tahan sedikit perihnya."
Wonwoo diam saat tangan-tangan telaten itu membersihkan lukanya. Beberapa kali ringisan terdengar ketika luka lebar di bibirnya terusap alkohol. Diam-diam ia memerhatikan wajah di hadapanya, benar-benar perwujudan dari kata 'tampan tanpa cela'. Tipikal pria yang akan membuat wanita jatuh cinta dalam sekali tatap. Siapa namanya ia belum tahu.
"Sudah selesai. Mungkin seminggu bekas memarnya akan hilang." Sunyi sejenak. Wonwoo terlalu canggung untuk berdua dengan orang asing namun sekarang ia sama sekali tidak merasakan hal itu. Kesunyian yang diciptakan justru memberikannya rasa nyaman yang tak dapat diungkapkan.
"Terima kasih. Err—"
"Mingyu. Kim Mingyu." Nama yang sangat cocok. Ada sedikit sekali manusia yang dikenalnya mempunyai nama yang cocok seperti perawakannya. Mingyu memberikannya air mineral, tenggorokannya yang kering mengkandaskan hampir separuh dari botol minum. Ia kembali memerhatikan bahwa sama sekali tak ada luka di wajah dan bahkan terlihat baik-baik saja.
"Kau sama sekali tidak terkena pukulan?"
"Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja."
Mempunyai kekuatan tubuh seperti itu adalah impian yang diidamkannya. Terselip rasa cemburu melihat kesempurnaan yang dimiliki pria itu.
"Aku belum tahu namamu." Mingyu menatap matanya. Mata itu mata yang sama dengan pria di tengah jalan itu.
"Jeon Wonwoo. Sebelumnya aku ingin bertanya," cicit Wonwoo. Suaranya berbisik seakan takut orang lain mendengar pembicaraan mereka. Rasa penasaran tidak dapat ia sembunyikan.
"Kau bilang kemarin kau tidak pernah ke perpustakaan?" Pertanyaan itu diangguki. Wonwoo kembali melanjutkan, "lalu kemarin malam kau berada di mana?" wajahnya memanas. Ia tidak pernah mencampuri urusan orang lain atau sedikit pun ingin tahu kegiatan mereka. Saat ini berbeda, ada sebuah asumsi di kepalanya.
"Setelah bertemu denganmu aku berada di rumah." Pria itu menyipitkan mata memandangnya keheranan. Jawaban yang memang dinanti. Wonwoo mempunyai dua asumsi yakni jika memang Mingyu tidak pernah berdiri di tengah jalan dan selalu berada di rumah serta lelaki di perpustakaan itu bukan dirinya maka Wonwoo yang terlalu berimajinasi. Asumsi kedua jika ternyata ucapannya yang benar ada kemungkinan Mingyu mengalami amnesia singkat dalam ingatan jangka pendeknya. Ia pernah membaca bahwa itu merupakan salah satu penyakit mental dimana pengidapnya lupa akan apa yang terjadi walau tidak semua dilupakannya, hanya beberapa kejadian yang menurut si penderita harus dihilangkan dari ingatan.
Sudah empat kali mereka bertemu. Wonwoo tidak tahu apakah pertemuan ini memang hanya sebuah kebetulan atau ada maksud tertentu.
"Terima kasih Mingyu-ssi atas bantuanmu. Kalau kau tidak datang mungkin aku sudah tidak bernyawa." Wonwoo mencoba berdiri, namun gagal. Ia teringat jika kakinya terkena tendangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER • Meanie (On Going)
Fiksi PenggemarWonwoo seorang pengkhayal tingkat akut dapat melihat sesuatu yang tak dapat dilihat orang lain. Ia merasa ramai di dalam kesendirian, dari keramaian itulah ia bertemu dengan pria aneh yang selalu mengikutinya.