14. Arti Degup Jantung

2.2K 289 10
                                    

Draco berdiri di samping patung ksatria kembar di lorong lantai dua, menunggu Potter yang katanya ingin menyusul sambil melirik ke kanan dan ke kiri, takut jika ada salah satu Prefek yang berpatroli dan memergokinya.

Di dalam keheningannya, Draco merutuki diri sendiri karena merasa bodoh luar biasa. Alasan yang pertama, dia sampai lupa membawa mantel tambahan dan harus menunggu sendirian di lorong yang dingin ini, membuatnya harus melemparkan mantra penghangat pada dirinya sendiri setiap dua menit sekali. Dan yang kedua, dia mau-maunya setuju bertemu dengan Potter malam ini di saat hidupnya sudah cukup susah dengan semua rumor ngawur itu.

Draco seperti cari mati. Jika ada yang memergoki mereka berdua bertemu malam ini, maka sama saja Draco mengakui semua rumor yang ditujukan untuk menghancurkan hidupnya itu.

Menghela napas lelah, Draco menendang lantai yang kosong dengan kesal sambil menyandarkan punggungnya di dinding batu. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celana, dalam usahanya untuk tidak membuat telapak tangannya membeku.

Lorong lantai dua malam ini benar-benar sepi, tidak ada Prefek satu orangpun yang berpatroli dekat sini. Bahkan dari tadi pun, tidak ada hantu yang lewat. Entah Draco harus bersyukur atau tidak.

Ketika dua menit setelahnya Potter tidak juga muncul, Draco mulai kehilangan kesabarannya. Dia sudah akan berbalik untuk berderap menuju Lantai Bawah Tanah ketika tiba-tiba sebuah kepala tanpa badan muncul tepat di depannya.

“Dor!” ujar kepala itu, lalu menyeringai. Draco melihat rambut hitam yang begitu berantakan, dengan leher yang seperti putus tanpa badan sama sekali.

Draco memekik, berjengit mundur sampai kepalanya terantuk dinding batu. Jantungnya melompat dengan keras sambil menerka-nerka makhluk apa yang ada di depannya. Hantu kah? Poltergeist kah? Namun belum sempat Draco mengambil kesimpulan, kepala tanpa badan itu lantas tertawa berderai-derai melihatnya. Tawa yang begitu familiar di telinga Draco. Tawa yang selama lima tahun tak pernah gagal membuat kupingnya panas.

Tawa milik Harry Potter.

What the actual fuck.” Draco mengumpat keras, nadanya sama sekali tidak terkesan. Yang di depannya itu benar-benar Potter, dengan mata hijau secerah zamrud, dengan rambutnya yang benar-benar seperti sarang burung, dan dengan kacamata bulat jeleknya itu.

Draco sudah akan bertanya kemana badannya ketika tiba-tiba badan Potter terlihat utuh kembali, setelah tangannya seperti melepaskan sesuatu—yang ternyata adalah sebuah Jubah—dan menyampirkannya di pundak.

Potter lanjut tertawa saat Draco masih kehilangan kata-katanya. Mulutnya melongo, tidak tahu harus mengatakan apa.

“Jubah Gaib,” ujar Potter akhirnya, setelah tawanya reda. Dan—demi Merlin dan Salazar—Draco sangat ingin membenturkan kepala jelek Potter ke dinding batu di belakangnya.

“Udah bener-bener gila nih anak,” ucap Draco datar, nadanya dingin karena setengah mati menahan malu. Potter hanya mendengus, lalu berjalan selangkah mendekat padanya menyikut rusuk Draco main-main.

“Kaget kan? Elo sih, ngelamun melulu dari tadi. Mikirin apa coba?” tanyanya, kini sudah bersandar juga di dinding. Draco menggelengkan kepalanya lelah, lalu memicingkan mata curiga pada Potter di sampingnya.

“Jangan bilang lo udah di depan gue dari tadi?” tanya Draco tidak terima. Potter hanya mengedikkan bahu sambil mempertahankan seringainya. Draco menahan diri untuk tidak menendangnya. Sebagai gantinya, dia hanya mengerang lalu berbalik memunggungi Potter. “Gue balik asrama.” ujar Draco singkat, tidak kuat jika harus berlama-lama berada di samping Potter yang makin lama makin membuat kepalanya sakit.

✓ Rumor Has ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang