Moon's Note: trigger warning // description of panic attack
.
Dapur.
Ketika Harry kembali ke asramanya untuk mengambil Peta Perampok, dia menemukan titik bertuliskan Draco Malfoy berada di dalam dapur. Tepatnya di pojokan tempat mereka menghabiskan waktu sekitar tiga minggu lalu. Kelegaan langsung menyambangi diri Harry, setidaknya Draco berada di dalam kastil.
Namun begitu, Harry tidak tahu apa yang Draco lakukan di sana. Mungkin saja dia memang tidak ingin makan di Aula Utama dan memilih sendirian makan di dapur. Tapi kalau memang begitu, kenapa dia meninggalkan ponselnya begitu saja di kamar? Dan kenapa wajah teman-teman Draco di Aula tadi begitu terlihat khawatir?
Tidak salah rasanya jika Harry ikut merasa khawatir, apalagi setelah Draco bercerita soal pesan yang Ayahnya kirimkan beberapa hari yang lalu padanya. Pesan yang membuat Draco merasa begitu tidak aman.
Jadi tanpa menyia-nyiakan waktu lagi, Harry segera berderap menuju dapur setelah sebelumnya mengambil Jubah Gaibnya dulu.
Ketika dirinya sudah berada di pintu depan dapur, dirinya langsung memasukinya, memberi salam ala kadarnya pada beberapa peri rumah yang menyapanya ceria lalu berbelok ke arah sudut tepat dimana dirinya dan Draco menghabiskan waktu beberapa saat lalu.
Dan disanalah Draco, duduk di dekat tembok, dengan kepala yang terbenam di kedua lututnya, berdiam diri tanpa kata. Seperti mendengar suara orang yang datang—selain suara hiruk pikuk peri rumah, tentu saja—Draco mengangkat kepalanya.
Kedua mata mereka bertemu, kemudian Harry tercekat. Karena untuk pertama kalinya, dia menemukan mata perak Draco yang biasanya begitu indah, kini tampak merah dan lelah. Ada sedikit peluh di pelipisnya, dan entah kenapa, napasnya terdengar tak beraturan.
“Draco…” bisik Harry, mendekatkan dirinya dengan hati-hati. Mata perak yang menatapnya kini melebar, seolah baru menyadari siapa laki-laki yang berdiri di depannya. Detik itu juga, Harry langsung sadar, bahwa napas Draco yang tak beraturan adalah karena dia kesulitan untuk bernapas.
Harry langsung berderap mendekat untuk duduk di hadapan Draco, yang kini sudah tersenggal.
“Hei, hei…” Harry buru-buru menangkup pipi Draco dengan satu tangannya, sedang tangan yang lain mengambil salah satu tangan Draco untuk buru-buru dia letakkan pada dada milik Harry agar Draco bisa merasakan naik turun dadanya saat menghela napas. “Lihat, ikuti napas gue, oke? Ayo napas sama-sama, hei…” Harry mengelus pipi Draco lembut untuk menarik perhatiannya. Draco mengangguk, lalu mencoba menarik napas seirama dengan napas Harry.
Satu… dua… tiga…
Harry mencoba bernapas dengan perlahan dan tenang. Ketika mereka sudah mulai masuk pada hela napas mereka yang kedua puluh—atau dua puluh lima? Harry lupa menghitungnya, napas Draco sudah berangsur normal.
“Gak papa?” bisik Harry lagi, suara yang hanya bisa di dengar oleh Draco. Entah apa yang Harry harapkan untuk menjadi jawaban, tapi yang jelas, bukanlah mata Draco yang tiba-tiba berkaca-kaca dan kata umpatan yang terucap pelan di bibirnya.
“Fuck.” katanya, lalu buru-buru menarik tangannya dari dada Harry, sempurna membuat tangan Harry yang satunya, yang sedetik lalu masih berada di pipi Draco, jatuh terkulai.
Keheningan di antara mereka tercipta, sampai Harry tidak kuat dan dengan hati-hati mendekatkan satu tangannya untuk menggenggam tangan Draco. Mata Draco melirik pada kedua tangan mereka yang kini bertaut, membuat Harry menahan napasnya. Saat Draco perlahan balik menggenggamnya erat, barulah Harry dapat menghembuskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ Rumor Has It
FanfictionAda rumor mengejutkan yang berhembus di Hogwarts akhir-akhir ini. Katanya, Harry Potter dan Draco Malfoy berpacaran karena beberapa orang melihat mereka diam-diam bertemu di tempat yang sepi. Padahal selama lima tahun terakhir, mereka berdua sama se...