Epilogue

3.3K 266 13
                                    

TW // mention of homophobia, child abuse and past suicide

.

Di siang hari di bulan Juli awal, di hari pertama liburan semester yang begitu cerah, Harry dan Draco bergandengan tangan membawa dua guci kecil memasuki sebuah area pekuburan bersama dengan seseorang yang mereka sewa untuk menggali liang kubur dan menancapkan batu nisan. Memandangi dua lubang yang digali di hadapannya, Harry jadi teringat kejadian beberapa bulan yang lalu saat mereka berdua menemui Nick dan Abey.

Setelah liburan paskah selesai waktu itu, Harry membawa Draco—yang sebelumnya sudah ia jelaskan soal apa yang ditemukannya—ke lantai tujuh untuk bertemu dengan arwah Nick dan Abey. Draco yang awalnya tidak percaya langsung tutup mulut begitu Nick dan Abey berada di hadapannya. Nick dan Abey tidak berhenti tersenyum setiap melihat jemari Harry dan Draco yang menyatu, ikut bahagia saat Harry memberitahu mereka tentang Draco yang akan diangkat menjadi ahli waris di keluarga Black.

“Aku sempat khawatir waktu sadar kalau takdir kembali lagi terulang,” ucap Abey sore itu. Dan ketika Draco bertanya soal takdir seperti apa yang Abey maksud, dia menjawabnya dengan, “Seorang Potter dan Malfoy yang saling jatuh cinta.”

Harry dan Draco sama sekali tidak membantahnya. Karena selain tidak punya alasan untuk membantah, mereka pada akhirnya juga sibuk mendengarkan kisah Abey dan Nick lebih lengkap sore itu. Abey bercerita bagaimana hidupnya sebagai seorang Malfoy menjadi demikian sulit sejak Topi Seleksi mengumumkan dia masuk asrama Hufflepuff, bagaimana keluarganya begitu malu padanya, bagaimana dia tak henti-hentinya mendapatkan cercaan dari anak keluarga darah murni lain—kecuali Nicholas Potter.

Adalah Nick, anak tertua keluarga Potter, yang selalu berada di sisinya dan membelanya setiap kali Abey dikeroyok oleh yang lain.

Adalah Nick, yang selalu mendengarkan semua keluh kesahnya dan meyakinkan bahwa sesulit apapun hidupnya, Abey tidak akan pernah sendiri.

Adalah Nick, yang tak henti menyayanginya dan menerimanya bukan karena dirinya adalah anak keluarga Malfoy, melainkan karena dirinya adalah Abey.

Walaupun Asrama Nick dan Abey berbeda—Abey di Hufflepuff, dan Nick di Ravenclaw—mereka tetap menghabiskan waktu bersama. Apalagi setelah mereka berhasil menemukan Kamar Kebutuhan di lantai tujuh ini. Tidak heran, ketika mereka sudah remaja, mereka berdua saling jatuh cinta.

Namun takdir tidak berada di pihak mereka. Ketika orang tua Abey tahu, mereka menyiksanya dan mencoretnya dari keluarga Malfoy, persis seperti apa yang keluarga Draco lakukan pada dirinya. Bedanya, Nick tidak memiliki keberanian sebesar Harry. Nick bukanlah seorang Gryffindor. Mencintai seorang laki-laki membuatnya takut akan mengecewakan keluarga besarnya. Jadi alih-alih mengakui keberadaan Abey di hatinya, Nick memilih untuk menghilang bersama Abey.

Mereka tidak berencana untuk mati bersama, sama sekali tidak. Mereka hanya berencana untuk kabur jauh dimana mereka bisa hidup bersama dengan bahagia. Namun di malam sebelum mereka kabur, saat mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu semalam lagi di Kamar Kebutuhan, Nick terkena serangan panik dan pingsan. Anehnya, dadanya sempat berhenti berdetak selama beberapa detik, membuat Abey mengira Nick meninggal karena serangan jantung. Dihinggapi perasaan sedih yang teramat sangat, ditinggalkan kekasih yang begitu dicintainya, Abey memutuskan untuk menyusulnya.

“Dan aku menemukan dia meninggal ketika bangun dari pingsanku,” lanjut Nick sore itu. “Jadi bayangkan betapa terkejutnya aku… betapa hancur dan kosongnya aku.” Nick lalu bercerita bagaimana setelah itu dia juga ikut menyusulnya kekasihnya.

Seperti Romeo dan Juliet, ujar Harry saat itu. Tentu saja mereka tidak tahu cerita muggle itu, namun tragisnya kisah Nick dan Abey dan cara mereka mati, benar-benar mirip cerita Romeo dan Juliet yang sering diceritakan Ibunya dulu.

Jasad Abey dan Nick pada akhirnya tidak pernah ditemukan, karena Kamar Kebutuhan sempat terbakar habis ketika peperangan melawan Voldemort saat Harry masih bayi dulu. Yang tersisa hanyalah abu. Abu yang Harry dan Draco masukkan ke dalam sebuah guci dan kini telah mereka bawa.

Abu yang siap dikuburkan ke dalam dua buah liang lahat dengan nisan bertuliskan “Abraham Malfoy” dan “Nicholas Potter” yang saling bersisian. Tempat istirahat terakhir dari Abey dan Nicky, sesuai dengan permintaan terakhir mereka untuk dikebumikan agar arwah mereka bisa sampai ke perjalanan yang selanjutnya.

Harry menggenggam tangan Draco saat kedua guci dimasukkan ke dalam liang lahat. Ada perasaan rumit yang menjalari hatinya, bersyukur karena dirinya dan Draco mendapat kesempatan untuk bahagia sebelum pergi ke perjalanan selanjutnya seperti Nick dan Abey, juga sedih setiap mengingat ketidakadilan yang menimpa keduanya.

“Tidak perlu sedih,” ucap Abey waktu Harry tidak bisa menyembunyikan perasaannya di sore itu. “Setiap manusia sudah memiliki takdirnya masing-masing. Aku tidak pernah menyesal bisa mengenal Nick dalam hidupku, walaupun itu artinya aku mati muda dengannya. Jadi kalian tidak perlu sedih karena kami. Bahagialah berdua, lanjutkanlah kebahagiaan kami bersama dengan kebebasan yang sebelumnya tidak pernah kami rasakan. Rayakan kebahagiaan kalian, Harry, Draco.”

Jadi, Harry setelahnya bertekad, bahwa Itulah yang akan dilakukan Harry sekarang bersama Draco usai menguburkan kedua abu milik Abey dan Nick.

Ketika mereka sampai di rumah keluarga Black tempat Draco tinggal setelah menguburkan abu Nick dan Abey, Harry mengecup bibir Draco dengan sayang, yang dibalas Draco dengan kecupan yang sama lembutnya sambil tersenyum bahagia.

Merayakan kebahagiaan mereka.

Merayakan cinta mereka.

.

TAMAT

.

Moon's Note: akhirnya tamat juga :") makasih yaaa udah baca cerita ini. I enjoy writing this story and I enjoy creating the plot. I kinda proud of how this story become walaupun ada kekurangan di sana sini haha. Makanya seneng banget ada yang mau baca.

✓ Rumor Has ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang