Ares yang terlihat sangat tampan meski hanya menggunakan kaos yang dipadu dengan jaket jins dan celana berwarna senada berjalan mendekati Alisa yang sudah sampai lebih dulu, gadis itu tampak cantik dan dengan ceria menyapa Ares.
"Sorry ya telat." Ucap Ares sambil duduk didepan gadis itu, rencananya mereka akan ngemil dulu sampai magrib, lalu pukul 6.20 malam mereka akan lanjut ngedate di bioskop karena ada film yang sangat dibicakan oleh anak muda seperti mereka yaitu film Ada Apa Dengan Cinta.
Ya walau sebetulnya Ares yang terjebak diumurnya yang ke 17 itu sudah khatam dengan jalan cerita film tersebut.
"Gak apa-apa kak, aku juga barusan aja sampai kok." Balas Alisa dengan suara dan senyum menenangkan, membuat Ares juga hanya mengangguk lega.
Sejujurnya Ares agak merasa aneh ngedate dengan orang lain selain Lily, apalagi fakta bahwa jiwanya berusia 37, iya mungkin raganya kembali ke usia 17 tetapi tetap saja. Ia merasa berdosa karena menerima ajakan seorang perempuan remaja walau pada nyatanya usia mereka hanya terpaut 1 tahun.
Lalu Alisa mulai mengajak Ares berbicara mengenai banyak hal, dimulai dari pelajaran, guru, sekolah dan hal basic lainnya. Jujur Ares agak amaze karena kalau dengan Lily harus dia yang mulai mencari topik.
Lily akan diam sampai diajak bicara, Lily tidak suka makanan pedas, Lily juga lebih suka minum jus dibanding soda- huft bahkan saat bersama perempuan lain pun Ares masih memikirkan Lily.
Kembali lagi pada Alisa, keduanya sama-sama memesan makanan berat padahal awalnya mereka sepakat hanya ingin pesan camilan saja ternyata namanya di tempat nongkrong yang menyediakan banyak makanan membuat si perut lapar juga rupanya.
"Gue capek banget, kalau di rumah mertua semuanya seakan salah. Mana tuh orang baik kalau di depan anaknya doang, kalau cuman ada gue di rumah berasa invisible gue tuh, dia gak pernah nggagep gue ada."
Ares dan Alisa yang sedang anteng makan jadi sama-sama menguping pembicaraan dua perempuan yang duduk tepat dibelakang Alisa. Mau gak nguping juga gimana ya suara mereka berdua keras sekali.
"Terus reaksi suami lo gimana? Lo gak mungkin diem aja kan pas diperlakuin gak adil begitu?"
"Gue udah bilang tapi awalnya dia gak percaya nyokapnya begitu ke gue karena seperti yang gue bilang sebelumnya perempuan tua itu kalau depan anaknya baik banget, terus gue sengaja rekam pakai camera recorder gitu buat liatin sebagai barang bukti." Jelas wanita itu lagi dengan nada putus asa.
"Nah, dia udah liat tuh kelakuannya nyokapnya jadi gimana?" Tanya perempuan satunya yang terlihat sangat penasaran, sebenernya rasa penasaran si teman yang sedang curhat itu sama degan rasa penasaran yang dirasa Ares dan Alisa juga.
"Dia minta gue untuk maafin, dia minta gue sabar aja, dia bilang takut jadi anak durhaka kalau sampai bilang negor ke nyokapnya. Terus gue tanya, 'oh jadi kamu hanya mikirin perasaan ibu kamu, perasaan kamu doang karena gak mau dianggap durhaka, lalu aku gimana?' dia jawab 'loh ya iya, kamu harusnya ngerti', gue tuh-" Di perempuan yang memang terlihat rapuh itu menangis setelah bercerita, membuat Ares yang duduk dan langsung berhadapan dengannya dapat melihat dengan jelas luka dari matanya bahkan hanya dalam pandangan sekilas.
"Udah gakpapa jangan dulu cerita kalau masih gak bisa, nih minum dulu."
"Fine kok, gue udah gakpapa. Gue lanjut cerita ya soalnya nyesek banget karena selama ini gue pendem sendiri."
"Iya, yaudah sok lanjut."
"Gue ngerasa gak dihargai banget sebagai istri, gak adil hanya harus gue yang ngalah bahkan untuk hal yang gue gak tau dimana letak kesalahan gue. Akhirnya gue kabur dulu dari rumah, rasanya kalau dia terus begini, gue akan milih untuk pisah aja."
Obrolan dua orang itu terus berlanjut yang sampai pada kesimpulan bahwa perceraian itu akan terjadi kalau si suami masih gak bisa tegas, walau akan mengorbankan kebahagiaan anaknya tapi si wanita yakin kalau dia bahagia anaknya juga akan lebih bahagia.
Lagi-lagi, obrolan mengenai mertua yang nyebelin itu membuat Ares kembali ingat pada Lily bahkan mimpi tapi pun masih jelas dalam benaknya, bahwa walaupun perlakuan Mami tidak menyenangkan, Lily gak pernah membicarakannya pada orang lain bahkan pada Ares pun tidak.
Lily legowo dan iklas serta percaya Mami adalah orang baik, bahkan meminta Ares untuk berlaku lebih baik pada Mami.
Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh orang baik dan berjiwa besar. Dan Ares tau tidak banyak orang yang dapat seperti Lily bahkan dirinya sendiri pun tidak bisa berbesar hati seperti istrinya.
Lalu bagaimana dengan gadis lain?
Apakah Alisa juga bisa seperti Lily?
.
.
Makan malam mereka selesai bertepatan dengan dua perempuan itu juga pergi dari kafe, Ares dan Alisa berpandangan sesaat lalu tertawa kecil.
"Gue tuh gak niat nguping tapi gimana ya kedengeran banget." Ujar Alisa sambil meminum sodanya dan disetujui Ares dengan anggukan.
"Iya, kayaknya si ibu tadi udah gak kuat sama rumah tangganya." Balas Ares sekenannya.
"Hmm, keliatan banget sih. Walau gue gak liat mukanya tapi dari suaranya aja udah ketebak kalau dia memang sakit hati banget." Timpal Alisa lagi, respon Ares hanya mengangguk. Dalam kepalanya dia penasaran terhadap satu hal.
Lalu dengan hati-hati dia menatap Alisa yang sejak tadi sangat betah memandang wajah Ares. "Lis, kalau misalnya lo punya mertua kayak ibu tadi, apa yang bakal lo lakuin?"
"Hmm, jujur gue gak ngebayang hal itu sih tapi kalau gue jadi dia, mungkin gue akan mundur dari awal gue ngerasa si ibu mertua ini gak baik. Karena gue di rumah aja sangat disayang nyokap-bokap masa gue rela aja disakitin mertua begitu." Jawab Alisa dengan penuh percaya diri.
"Walau lo sangat sayang sama suami lo?" Tanya Ares lagi, bikin dahi Alisa mengkerut tanda dia sedang berfikir.
"Iya, tapi kalau dia membiarkan gue hidup dan merasa sedih karena ibunya tanpa melakukan apapun, gue pikir he don't deserve me at all. Apalagi tujuan untuk menikah adalah untuk bahagia kan?"
Pemikiran Alisa itu hanya diangguki saja oleh Ares, hatinya kembali terketuk bahwa memang tidak semua wanita bisa seperti istrinya.
Dalam kasus ini Alisa pun tidak salah, dia punya sudut pandangnya tentang pernikahan dan ketika si lelaki tidak melakukan apapun untuk memperbaiki hubungan si menantu dengan mertua maka lelaki itu bukan orang yang diinginkan Alisa.
Dan secara logika pun manusia akan selalu menghidar dari rasa tidak menyenangkan dan kesengsaraan.
Lalu kenapa Lily mampu bertahan disampingnya bahkan sampai saat ini Mami masih belum berlaku baik padanya?
Ares sadar bahwa dia gak bisa kehilangan Lily begitu saja, istrinya adalah orang terbaik yang diberi Tuhan untuknya. Lelaki itu tidak ingin merubah takdir apapun lagi, kecuali merubah dirinya agar menjadi lebih baik untuk Lily.
.
Ares udah mulai insyaf nih tapi Lily emang mau nerima dia lagi? Hehehe
Buku ini gak akan panjang, paling sampai belasan juga selesai.
Bonus: