Saat napas tiba-tiba berhenti karena Pak Deon ikut masuk frame Video Call gue dengan Pak Jiemi, mendadak semua terasa kabur dan jantung ingin copot. Khawatir jika yang gue lakukan semua ini akan salah di mata mereka. Gue takut Pak Jiemi berpikir kenapa harus mengajak orang lain untuk Video Call tugas, dan gue jadi mikir yang nggak-nggak juga sama Pak Deon, takut Pak Deon beranggapan gue nggak profesional. Arrgghh, rasanya hidup gue diambang batas. Salah sendiri dan kesal sendiri.
Gue pun merasa impian gue stuck jadi admin saja. Duh ... Gue kan juga mau jadi bos ... eeum ... istri bos juga boleh deh. HAHAHA.
"SIAL! Kenapa gue tertawa di dalam hati disaat semua kondisi berantakan seperti ini!
"Anda siapa?" Pak Jiemi buka suara juga, seperti risih tiba-tiba Pak Deon ikut masuk video call.
"Saya Bos-nya. Mohon maaf Ayana harus segera kerja."
Panggilan itu dimatikan begitu saja oleh Pak Deon. Tanpa ada pamit dari gue dan Pak Jiemi atau menyepakati waktu kapan untuk mengatur jadwal video call lagi.
Waktu serasa berhenti berdetak. Gue cuma bisa mangap bin melongo. Setelah panggilan terputus, Pak Deon hanya melirik gue tanpa bicara apapun. Dia berlalu begitu saja tapi gue tetap masih diam, nggak percaya apa yang barusan gue lakukan.
Beberapa langkah menjauh dari gue, Pak Deon berbalik, "Cepat, Ayana! Mau saya tinggal kamu?!" suaranya menggelegar membuat semua orang langsung menatap gue.
Gue yang masih shock, bingung bin bego melangkah mengikuti Pak Deon meski pikiran gue melayang ke mana-mana.
Setelah sampai di kantor, Pak Dayat kembali izin untuk pergi menuju tempat service berikutnya. Hingga akhirnya yang tersisa hanya gue dan Pak Deon lagi.
Suasana canggung banget. Hari di mana pertama kali kerja berhadapan dengan bos dan juga hari di mana dia semena-mena sama privasi gue. Ingin marah tapi entah kenapa lihat Pak Deon malah menciut duluan.
Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul lima sore, itu tandanya jam kantor sudah berakhir, tapi gue bingung karena nggak ada tanda-tanda Pak Deon mengakhiri jam kantor. Pak Dayat dan dua orang lainnya juga belum sampai kantor bahkan Pak Deon masih saja sibuk menelepon sana – sini sampai wajahnya terlihat kusut.
Kerjaan gue hari ini selesai karena nggak terlalu banyak. Paling hanya disuruh-suruh saja daritadi seperti admin yang merangkap sebagai asistennya, salah satunya gue disuruh buat kopi. Lama-lama kalau gue kesel sama dia bisa kali ya kopinya gue kasih sianida?
Aduh, jangan Ayana! Hidup lo bakalan suram cuma gara-gara satu bos yang mungkin aja nggak akan lama elo kerja sama dia. Siapa tau setelah wisuda dapat kerjaan yang lebih baik jabatannya dari ini dan terbebas dari bos dengan sifat dan sikapnya seperti Pak Deon.
Tahan, Ayana. Nggak lama kok buat kejar wisuda!
***
Tiga puluh menit sudah berlalu dari jam pulang kantor. Gue gelisah karena takut sampai rumah larut malam dan sudah tidak ada bus untuk pulang. Apalagi kawasan ini sangat sepi dan buat gue khawatir untuk pulang sendiri. Pak Deon masih aja sibuk telepon dan berkali-kali mengecek laptop. Gue bingung sendiri, nih orang di dalam tubuhnya ada baterai kali ya, jam segini masih aja semangat kerja.
Detik demi detik berlalu dan gue makin gelisah untuk pulang, apalagi gue harus mengurus skripsi biar segera selesai, dan juga perkara video call tadi, gue harus menghubungi Pak Jiemi secepatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GUE VS BOSS DAN DOSEN
ChickLitIni cerita hidup gue tentang dosen dan boss gue yang sifatnya hampir sama. Sama-sama ketus, keras kepala dan nggak punya rasa kasihan. Mau lepas tapi gue butuh mereka berdua untuk kesuksesan hidup gue. Gimana dong???? (Belum ada Revisi)