Pertemuan (1)

8 3 0
                                    

Bertemu kembali dengan Mas Juna setelah sekian tahun adalah satu dari banyak hal tentangnya yang sangat aku syukuri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bertemu kembali dengan Mas Juna setelah sekian tahun adalah satu dari banyak hal tentangnya yang sangat aku syukuri.

Mengenalnya pun begitu membahagiakanku, meskipun bukan denganku dia menemukan kebahagiaannya.

Aku tidak pernah menyesal meninggalkan dia karena ketidakmampuanku menahan segala perasaanku saat melihatnya dengan Meysha, karena aku memang tidak sekuat itu.

Satu yang kusesalkan adalah pergi begitu saja tanpa mampu menemuinya.

Malam itu selepas Isya', aku bergegas ke cafe sesuai janjiku dengan klien. Berat hati memang saat harus bertemu klien di waktu yang harusnya kugunakan untuk istirahat atau membantu mama memasak pesanan katering, tapi mau bagaimana lagi kalau partner bisnis klienku hanya bisa bertemu di waktu yang berharga itu.

Aku segera turun dari taksi setelah mengecek gambar yang sudah kusiapkan sejak jauh-jauh hari.

Di depan cafe, Dika menyambutku dengan senyum hangat sama seperti pertama kali aku menemuinya di tempat ini. Dia pun sudah melihat gambar yang kubuat, bahkan ia terlihat sangat senang saat mendengar penjelasan dariku. Hanya saja dia tidak bisa memutuskan sendiri karena partner bisnisnya, Dika menyebutnya sumber modalnya dia sih, jadi mau nggak mau aku harus tetap bertemu dan menjelaskan lagi konsep gambarku pada partnernya.

"Han, temen gue bentar lagi dateng, udah OTW dari tadi sih katanya, lo siapin aja gambar lo sambil gue buatin minum dulu, lo mau minum apa?"

Aku tertawa pelan mendengar Dika yang berbicara tanpa jeda. Dia sangat supel dan nggak suka bertele-tele, aku suka kalau ketemu klien seperti ini, yang mau mengatakan dengan jelas bagian mana yang dia suka, yang nggak dia suka, yang perlu ditambah atau dihilangkan. Intinya, Dika masuk daftar klien dengan bintang 5 dariku.

"Capuccino aja, Ka." jawabku.
Aku menyiapkan buku sketsaku di atas meja, memastikan kembali gambarku sesuai dengan konsep cafe baru Dika.

Saat aku mengamati kembali gambarku, dari sudut mataku terlihat langkah kaki berjalan ke arahku dengan terburu.

Meskipun sempat terkejut, aku tidak mempedulikannya dan hanya mengira dia pengunjung cafe. Tapi.. langkah kaki itu berhenti tepat di sebelahku, dan setelah sekian detik, aku mendengar pemilik langkah kaki itu memanggil namaku.

Aku mendongak mendengar namaku dipanggil, dan aku hanya bisa terdiam saat melihat dengan jelas sosok di hadapanku.
Wajahnya tidak asing bagiku meski waktu telah berlalu tanpa sekalipun kami bersua. Pemilik wajah itu menatapku lekat, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri tentang apa yang dilihatnya sekarang.

Sesaat kemudian terdengar suara lantai berdecit saat lelaki itu menarik kursi di sebelahnya. Pandangannya tidak lepas dariku sampai dia terduduk di kursi itu.

Dia menunduk, sesekali memandang ke sekeliling. Tangannya tidak berhenti memainkan kunci mobil yang dia letakkan di atas meja.

"Hai.. Mas Juna masih inget aja sama Hanna." aku berkelakar, mencoba mencairkan suasana yang sangat tidak nyaman ini.

Namun aku salah, karena ucapanku malah membuat Mas Juna menatapku dalam diam, yang justru membuatku semakin tidak nyaman dan ingin segera pergi dari tempat ini.

Aku menghindari tatapan matanya dengan melihat ke arah Dika yang sedang membuat minuman, aku berharap dia segera ke sini jadi aku bisa membuat alasan untuk pergi. Tapi Dika terlihat sangat sibuk, sepertinya dia juga membuat minuman untuk pelanggan

Help me out, please!

Bukan aku tidak ingin bertemu dengan Mas Juna lagi, justru aku selalu berharap saat seperti ini terjadi. Tetapi ternyata saat harapan itu terwujud, aku tidak cukup siap untuk menghadapi Mas Juna.

Tanpa berpikir panjang, aku merapikan buku sketsaku dan memasukkannya lagi ke dalam tas.

"Dika.." panggilku dengan cukup keras, "Udah malem, aku pulang dulu ya!" lanjut ku setelah Dika menoleh ke arahku.

Aku bergegas keluar cafe setelah memberi kode pada Dika aku akan menelponnya. Namun dia terlihat bingung, lalu menyusulku yang tinggal selangkah lagi berhasil kabur dari mantan tutorku.

"Ada apa, Han?"

"Hah? Eng.. enggak..." aku tergagap, sesekali aku melihat ke arah Mas Juna yang masih tetap pada posisinya.

"..aku kan emang harus pulang, udah malem soalnya." kali ini aku berkata dengan lancar dan keras agar terdengar oleh Mas Juna.

"Kenapa pulang? Itu temen gue udah dateng, lo gimana sih?"

"Hah? Oh.. udah dateng? Mana?" aku mengedarkan pandanganku ke luar cafe, segera setelah Dika menunjuk salah satu orang yang sedang berjalan di luar cafe sebagai temannya, aku akan mendatanginya lebih dulu dan mengajaknya ke tempat lain untuk mendengarkan presentasiku.

"Laah.. itu temen gue." jawab Dika sambil mengarahkan pandangannya ke dalam cafe.

Tanpa diperintah, aku melihat ke arah yang ditunjuk Dika dengan anggukan. Seorang lelaki berkemeja biru bergaris yang masih asyik memainkan kunci mobil ditangannya.

"Tadi gue kasih tau dia kalau lo yang lagi duduk di sana, terus dia buru-buru nyamperin lo, mungkin udah nggak sabar pengen denger presentasi lo, lo gimana sih, Han.. kan gue udah bilang temen gue bisanya ketemu lo itu jam segini, nah ini pas dia dateng lo malah mau pergi.."

Aku mematung sesaat, berpikir keras apa yang harus aku lakukan. Pergi atau kembali ke tempat dudukku tadi.
Aku menimbang dengan susah. Aku ingin bersikap profesional, tapi apa aku bisa saat yang kuhadapi adalah Mas Juna?

"Han, jadi presentasi nggak nih?"

To be continued...

Happy reading, yeoreobun.. 🤗

Kali Kedua, Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang