I Will.

12 4 0
                                    

Aku terduduk di meja kerjaku. Melamunkan senyum Mas Juna dengan diiringi kata-katanya saat melamar tadi.

Bahagia?
Tentu!

Setelah bertemu kembali dengannya, aku tidak berhenti bertanya-tanya mengapa takdir mempertemukan kami kembali.

Sekarang pun, pertemuan kami di cafe malam itu kembali terputar dalam lamunanku.

Aku tidak menyangka pertemuan itu akan memberikan kejutan di luar dari harapanku...

Saat itu...

Aku meyakini bahwa Mas Juna sudah menjalani hidup yang bahagia dengan Meysha, perempuan yang menurutku sempurna menjadi pendampingnya.

Namun aku meragu saat mendapat pesan dari Mas Juna setelahnya. Pesan yang membuatku menerka hal lain.

Mungkin dia belum menikah dengan Meysha.

Atau mungkin dia sudah putus dengan Meysha...

Tetapi aku tidak ingin menerka lebih jauh lagi, karena sejujurnya... semua itu hanya menumbuhkan kembali harapan yang sudah lama aku kubur dalam-dalam.

Hingga akhirnya ku putuskan membalas pesan dari Mas Juna setelah cukup lama meyakinkan diriku sendiri.

Keraguan menghinggapiku hingga membuatku berulang kali membaca pesan yang sudah ku ketik dengan hati-hati.

Aku memejamkan mataku saat akhirnya aku menekan tanda kirim pada layar ponsel.

Hannah harap Mas Juna
tidak lupa alamat rumah
Hannah.

10 tahun lebih juga tidak
akan selesai diceritakan
kalau Mas Juna terus
bersikap dingin ke
Hannah.

Menit berlalu, mataku tidak lepas dari pesan yang ku kirimkan pada Mas Juna.

Dua centang biru!

Hatiku berdebar.
Tanganku gemetar.

Tetapi tidak ada balasan apapun dari Mas Juna hingga setengah jam lebih setelah dia membaca pesan dariku.

Tentu saja aku kesal karena aku tidak bisa memahami sikap Mas Juna dan malah menduga-duga hal lain.

Aku memilih mengaktifkan mode pesawat di ponselku, lalu ku coba memejamkan mataku meski banyak duga yang menjadi lagu pengantar tidurku malam itu.

Malam yang terasa lebih lama karena aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak membuka ponselku. Aku jadi lebih sering terbangun hanya untuk melihat apakah Mas Juna sudah membalas pesan dariku, walaupun masih tidak ku dapati balasan darinya.

Akhirnya aku memilih membantu Mama menyelesaikan pesanan katering sembari menunggu adzan subuh.

Aku mencoba tidak memikirkan Mas Juna lagi dengan menyibukkan diriku di dapur hingga pesanan katering siap dikirim oleh Mas Hendra, tetangga yang biasa membantu Mama mengantar pesanan.

Setelah memastikan dapur sudah bersih, aku menghempaskan tubuhku di sofa dalam kamarku. Aku menyalakan laptop, berniat melihat drama Korea yang aku lewatkan karena harus menyelesaikan gambarku.

Namun, belum sempat aku melakukannya, aku mendengar suara riuh dari depan rumah. Cukup mengganggu, namun aku mengacuhkannya. Tubuhku sudah terlanjur mengakar di sofa.

"Juna siapa?"

Saat aku mendengar Mama menyebut nama Juna, aku pun terbangun dari sofa dan bergegas mendatanginya.

Langkahku terhenti di belakang Mams saat melihat lelaki berkemaja lengan pendek yang menenteng plastik bertuliskan merk brownis terkenal. Aku hanya bisa berdiri mematung di sana, meyakinkan diriku bahwa lelaki di hadapan Mama adalah benar Mas Juna.

Kali Kedua, Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang