Langkah yang Tertinggal

18 3 0
                                    

Kala itu, pertemuan kesekian kita..

Tanganku menggenggam secangkir hot cappucino dan dengan gusar aku menunggu Mas Juna di cafe dekat kampusnya. Kampus impianku, semenjak aku mengenalnya. Setelah hari ini, kuharap aku bisa memulai cerita baru dengannya di kampus itu, meski tidak sekarang.

"Hannah.." mendengar suara itu, seketika aku mendongak dan mendapati Mas Juna melambaikan tangan padaku.

Aku mengulum senyum, berharap rasa gugupku tidak terlihat olehnya.

"Jus alpukat spesial buat Mas Juna." aku menggeser pelan gelas di depanku begitu Mas Juna duduk dan meletakkan buku-buku tebalnya di atas meja.

"Ada berita bagus ni sepertinya.." ucapnya dengan nada meledek sebelum meminum jus alpukat kegemarannya, aku pun hanya menimpali candaannya dengan tawa pelan.

"Mas.."
Tidak lama, aku memberanikan diriku dengan lirih memanggilnya.

Tetapi tidak ada jawaban. Tidak kudengar "humm"  seperti biasa saat aku memanggilnya. Dia melihat ke layar ponselnya. Entah apa yang dilihatnya, tapi itu membuatku melihat segaris senyumnya setelah cukup lama.

"Mey sebentar lagi sampai, Han." Mas Juna meletakkan ponselnya ke atas meja.

"Mey?"

Kenapa Meysha ke sini? Aku bergumam. Sekarang bukan saatnya dia ada di sini. Aku tidak ingin ada dia dalam satu hari yang akan sangat berarti ini untukku.

Mas Juna mengalihkan pandangannya ke luar cafe, dan tanpa diperintah, kepalaku mengikuti arah pandangannya. Dari kaca cafe yang berembun, terlihat cukup jelas senyuman yang tergambar di wajah Mey.

Dia melambaikan tangan pada Mas Juna, gerak bibirnya terbaca "aku masuk ya" olehku, diikuti telunjuk tangan kirinya mengarah ke dalam cafe.

Aku kembali melihat ke arah Mas Juna, yang kudapati mengangguk dengan senyum lebar menawannya.

"Aku jadian sama Mey.." ucap Mas Juna begitu dia menengok padaku.

Aku sungguh tidak tahu bagaimana ekspresi wajahku saat ini, pun aku tidak tahu harus seperti apa menanggapi hal yang baru saja aku dengar dari Mas Juna.

Aku hanya terdiam, membiarkan dia membaca segala soal yang aku siratkan dalam wajahku.

Satu persatu soal dijawabnya tanpa ragu apakah benar itu yang ingin aku ketahui.

Satu bulan lalu mereka memutuskan bersama karena saling suka dan juga karena berbagai hal, tidak memberitahuku karena aku sedang fokus ujian, dan banyak jawaban yang sebenarnya tidak ingin kudengar.

"Hai, Jun.." Mey dengan cepat duduk di kursi sebelah Mas Juna.

Sekarang di depan mataku adalah pemandangan Mas Juna yang segera sibuk bertanya pada Mey apakah dia sudah makan, mau minum apa, kehujanan atau tidak. Well, kuharap kantong Doraemon masih ada tempat untuk bersembunyi saat ini juga. Kumohon!

"Han.." Mey akhirnya melihat ke arahku setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Mas Juna, "Aku diterima kuliah di kampus sini, satu fakultas sama Juna, kedokteran. Kalau kamu gimana?"

Wajahku memanas, kurasakan mataku mulai berair, namun masih bisa kutahan.

Wajah sepasang kekasih di hadapanku kini berubah sedih menatapku. Hilang senyum keduanya, berganti dengan simpati yang sebenarnya tidak aku perlukan.

"Nggak apa-apa, Han. Kamu pasti bisa berhasil sama seperti aku.." seloroh Mey meski aku tidak mengatakan apapun.

Please, Mey! Tangis yang kutahan ini bukan karena hasil ujianku yang tidak sebaik milikmu, tapi karena ada rancangan hidupku yang hancur meski belum lama aku menggambarnya.

Aku hanya mengangguk dan memaksakan untuk tersenyum. Tidak ada ketulusan dalam ucapan Mey, aku bisa memastikan itu. Bertahun mengenalnya membuatku paham dengan maksud ucapannya dan cara dia mengatakannya.

Aku melengos, lebih memilih melihat Mas Juna. Terlihat kekecewaan di wajahnya, kecewa padaku dan juga dirinya sendiri. Aku tidak asal menebak, tapi itulah karakter Mas Juna yang pasti sudah diketahui banyak orang.

Mas Juna sangat bertanggung jawab atas semua hal yang dia lakukan, termasuk menjadi tutorku selama ini. Aku adalah tanggungjawabnya, itulah aku baginya. Sebatas itu ternyata.

"Beneran, Han?" Mas Juna masih memastikan.

"Iya." jawabku singkat.

Kulihat segaris senyum yang coba ditahan oleh Mey, dan itu berhasil. Senyum segarisnya tertutupi wajah simpati dan ucapan penyemangat untukku.
Aku mencoba mengabaikan Mey.

Kuraih minuman di hadapanku yang sekarang sudah dingin, dengan cepat aku menghabiskannya dan segera beralih melihat Mas Juna.

Berusaha tenang, aku dengarkan semua arahannya, apa yang harus aku lakukan, hal yang bisa dia bantu, semuanya aku dengarkan.

Tapi Mas Juna...

Semua itu hanya berlalu keluar telingaku dan tidak berhasil bertahan di kepalaku yang baru saja kehilangan bayang indah tentang aku dan kamu.

I lost you already.

To be continued

Kali Kedua, Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang