54-END

2.4K 178 42
                                    

Bagas terus mondar-mandir di depan ruangan operasi dengan gusar, matanya berkali-kali mengintip pada jendela transparan yang ditutupi kain gorden berwarna biru muda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagas terus mondar-mandir di depan ruangan operasi dengan gusar, matanya berkali-kali mengintip pada jendela transparan yang ditutupi kain gorden berwarna biru muda. Sama halnya dengan bi Ningsih dan pak Harto yang juga sama kalutnya seperti Bagas.

Bahkan bi Ningsih juga pak Harto terus merapalkan doa dalam hati untuk keselamatan Andara yang tengah berjuang untuk melahirkan sang buah hati ke dunia, Andara memang akan melakukan operasi Caesar karena benturan keras diperut Andara karena terjatuh yang mengharuskan sang bayi didalam perut harus segera dikeluarkan, walau prematur, apalagi dengan umur Andara yang masih terlalu dini. Terlalu beresiko baginya untuk melahirkan secara normal.

"Bagas." panggilan dari Ridwan yang baru datang bersama Martha dibelakangnya membuat Bagas harus menghentikan kegiatan mondar-mandirnya, tatapan bersalah dia layangkan pada Martha yang berderai air mata tanpa henti.

"Bu, Bagas minta maaf karena gak bisa jagain Dara." Bagas bersimbah berlutut dibawa kaki Martha meminta maaf, buliran air mata terus mengalir deras hingga mengenai lantai dingin rumah sakit.

Martha cepat menarik bahu Bagas untuk berdiri tidak berlutut dibawanya, ini bukan salah Bagas. Martha sudah tau bagaimana ceritanya hingga Andara bisa masuk ke rumah sakit.

Clekk

"Yang namanya Bu Martha, ada disini?" dokter perempuan yang menangani Andara muncul membuat atensi semua orang langsung tertuju pada dokter tersebut.

Andara menyeka air matanya, dengan melangkah dekat pada dokter. "Saya dok, saya yang bernama Martha."

"Mari masuk Bu, pasien terus memanggil anda untuk mendampinginya didalam." Martha menyusul masuk setelah dokter perempuan tersebut mempersilahkannya masuk kedalam ruangan operasi.

"Dara." Martha melangkah cepat menghampiri Andara yang berbaring lemah dengan peluh yang terus bercucuran menghiasi wajah pucat anaknya itu.

"Bu, s-sakit. Perut Dara rasanya sakit banget." adu nya dengan bibir yang bergetar hebat menahan sakit pada perut buncitnya.

Martha menggenggam erat tangan Andara guna menyalurkan sedikit tenaga pada sang anak yang tengah berjuang keras, kata-kata penenang selalu diucapkannya guna untuk mengalihkan perhatian Andara dari para dokter serta perawat yang tengah melakukan operasi untuk mengeluarkan sang bayi.

Andara sedikit demi sedikit mulai rileks berkat Martha, membalas genggaman tangan Martha dengan lemah. Andara mengecup kecil tangan kasar sang ibu dengan sayang, "Dara minta maaf kalau Dara ada buat salah sama ibu." katanya dengan suara begitu kecil namun masih bisa didengar oleh Martha.

Menggeleng kuat kepalanya, Martha membalas. " Dara gak pernah sama sekali buat salah sama ibu, ibu bangga punya anak seperti Dara, anak cantik dan manis." Martha tersenyum haru, tangannya terangkat untuk mengelus rambut basah Andara karena keringat.

Sementara diluar, Bagas duduk di kursi tunggu dengan kepala yang senantiasa ditundukkannya. Ridwan disamping yang mengerti perasaan Bagas segera menepuk-nepuk punggung lemah Bagas memberi semangat.

"Oek... Oek... Oek..."

Hingga akhirnya terdengar suara bayi menangis begitu nyaringnya didalam ruang operasi membuat Bagas pun juga ikut nangis terharu, dipeluknya Ridwan disampingnya dengan erat menyalurkan rasa bahagia dan haru dirasakannya kini saat pertama kali mendengar suara tangisan sang anak yang selalu dinantikannya.

"Pah, anak Bagas, anak Bagas udah lahir." Ridwan mengangguk-angguk dengan mengelus punggung Bagas yang masih memeluknya erat, dirinya juga sama bahagianya dengan Bagas. Akhirnya cucu pertamanya lahir ke dunia.

"Udah jadi seorang ayah kamu sekarang, tanggung jawab kamu semakin besar untuk membesarkan dan mendidik anak kamu untuk menjadi anak yang baik dan Sholeh atau Sholehah."

Ditengah-tengah rasa kebahagiaan mengelilingi mereka, datanglah Rio bersama Alisa disampingnya menghampiri Bagas juga Ridwan dengan diikuti Lita dibelakangnya yang kepalanya senantiasa menunduk takut. "Pak Ridwan, saya datang untuk menempati perjanjian yang tempo lalu saya katakan."













END

Akhirnya cerita 'story of Andara' tamat juga, rasanya benar-benar lega karena bisa namatin ni cerita satu. Dan buat yang nanya endingnya sampai sini doang?

Maka jawabannya, Benar!

Tidak ada bonus part atau apapun itu, karena sejak awal aku bikin cerita ini emang endingnya harus seperti ini dan gak bisa diubah lagi. Sedikit cerita, bahkan ada beberapa part yang aku hapus atau gak ku up karena rasanya gak pantes aja gitu, kayak terlalu melenceng sekali dari cerita ini.

And, aku terimakasih banget buat kalian-kalian pembaca story of Andara dari awal sampai masih stay hingga ending. Dan aku gak nyangka banget karena bisa nuntasin nulis cerita sampai akhir, karena ini bukan pertama kalinya aku nulis cerita atau bahkan ku publish di wp dan semuanya gak pernah sampai akhir selalu putus ditengah jalan. Dan finally nya cerita ini bisa ku tuntaskan hingga sampai disini walau waktunya hampir satu tahun lah.

Ohiya, cuman mau bilang kalau part ini ada bagian yang aneh atau gak masuk akal dikoreksi ya, karena aku bingung banget nulis bagian lahir melahirkan gini soalnya gak pernah ngerasain soalnya🗿 canda!

Tapi beneran si, aku sampai bolak-balik google buat browsing tentang lahiran gini walaupun sebenarnya aku gak ngerti sama sekali sih. Gak masuk ke otak kecil dan mungil ku ini.

Yaudah sampai segitu aja ya, selamat bertemu lagi di cerita ku yang berikutnya ya. Itu pun kalau aku ada niatan mau nulis lagi.

Sampai jumpa semuanya, paipai, salam sayang dari ku untuk haechan 👋🤩😍😘❣️💟💕💞💓💗💝💘♥️🤍🖤🤎💜💙💚💛🧡❤️

Story Of Andara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang