Kalau suka sama ceritanya, jangan lupa klik vote/like-nya ya. Terima kasih
***
Pertemuan Adam, bocah berusia sepuluh tahun dan Aldebaran, pria berusia dua puluh lima tahun memang tidak berkesan baik. Namun, semuanya berubah saat Aldebaran mulai meng...
Sembari memainkan ukulele di tangannya, sang anak yang siang tadi berjualan tisu berjalan melewati trotoar jalan. Mobil tampak berlalu lalang di samping kanan dan kirinya. Embusan angin kencang pun menerpa tubuhnya tatkala mobil-mobil melaju melintasinya. Angin malam yang dingin sepertinya sudah jadi makanan sehari-harinya. Walau hanya mengenakan kaos putih lusuh dan bolong, ia terlihat tidak kedinginan.
"Mimpi, adalah kunci. Untuk kita, menaklukkan dunia. Berlarilah. Tanpa lelah. Sampai engkau, meraihnya."
Sang anak mulai bernyanyi.
"Laskar, pelangi. Takkan terikat waktu."
Suaranya sangat merdu. Gaya bernyanyinya persis seperti orang-orang berkulit hitam yang banyak menggunakan teknik riffs and runs dalam setiap nada-nadanya. Dia benar-benar pantas menjadi seorang penyanyi.
Langkah demi langkah terus sang anak tempuh. Hingga akhirnya, sampailah ia di perempatan lampu merah yang berlokasi dekat dengan sebuah mal terkenal. Tampak anak-anak pengamen seusianya tengah berkumpul di pinggir jalan, menunggu lampu menjadi merah agar bisa segera memulai pekerjaan mereka.
Sembari masih memetik ukulele, sang anak berjalan ke arah perkumpulan pengamen jalanan yang terdiri dari banyak anak-anak dan remaja yang terlihat sama lusuhnya seperti dia. Salah satu dari mereka yang melihat kedatangan sang anak pun langsung menyapanya.
"Hai, Adam. Akhirnya kamu muncul juga." Anak berwajah manis itu kemudian bangkit dari posisi jongkoknya dan lalu berjalan menghampiri Adam, sang anak penjual tisu yang masih memetik ukulele.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Hai, Miko. Maaf aku terlambat," ujar Adam yang seketika direspons Miko dengan memeriksa kondisi tubuhnya. Anak berwajah manis dan sedikit cantik itu memeriksa setiap bagian tubuh Adam seakan-akan ada sesuatu di sana.
"Tenang saja, Miko. Ibu tidak memukuliku," jelas Adam yang tahu kalau Miko pasti mengiranya sudah dipukuli oleh sang Ibu Asuh.
"Syukurlah. Aku benar-benar khawatir karena tadi, Ibu amat sangat marah," ujar Miko yang langsung disenyumi oleh Adam.
Selanjutnya, Miko menanyai Adam perihal kenapa dia tidak dipukuli oleh sang Ibu Asuh. Dan dengan polosnya, Adam menceritakan semuanya. Termasuk soal pria jangkung menyeramkan yang ditemuinya di taman.
Miko yang mendengarnya seketika merasa sangat takut dan merinding. Pasalnya, salah satu temannya yang sama-sama anak jalanan, seminggu yang lalu baru saja terkena pelecehan seksual oleh seorang pria tua yang tidak dikenal. Dan lebih gilanya lagi, anak jalanan yang dilecehkan itu adalah seorang laki-laki. Hingga kini, anak itu masih merasa trauma dan bahkan ia sampai tidak berani keluar kamar karena saking takutnya.
"Kamu tidak boleh ke taman itu lagi, Dam. Bahaya. Pria itu pasti akan kembali mengincarmu sebagai targetnya," ujar Miko yang direspons serius oleh Adam.
"Kalau begitu, aku akan mencari tempat lain untuk bisa berjualan tisu," ucap Adam dan diangguki oleh Miko.
Bersyukur. Itulah yang Adam ucapkan di dalam hatinya saat ini. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika dia ditangkap dan dibawa pergi oleh pria jangkung yang menyeramkan itu. Besok, ia akan lebih hati-hati lagi jika dia bertemu dengan orang asing.